66. Silence

839 43 8
                                    

Terkadang, seorang pemberontak pasti punya cerita sendiri kenapa dia bisa terbentuk menjadi pribadi yang seperti itu. Masalah keluarga bisa jadi salah satu penyebabnya.
-Struggle
******

ALATHA mengulurkan tangannya guna mengambil gelas berisi minuman air jeruk yang baru saja disuguhkan oleh Bi Iim -asisten rumah tangga Devan- kepadanya. Untuk yang kedua kalinya, Alatha berkunjung ke rumah Devan dan rasanya masih sama seperti pertama kali dia berkunjung ke sini. Sama-sama menegangkan. Karena jujur, seumur-umur, Alatha belum pernah berkunjung ke rumah lawan jenis. Apalagi hanya dia sendirian seperti ini.

Kata Ibunya, perempuan itu tidak boleh datang ke rumah laki-laki. Karena selain tidak pantas, bila sampai ada tetangga yang salah paham bisa-bisa malah menjadi fitnah. Untungnya saja saat ini di rumah Devan mereka tidak hanya berdua, ada Bi Iim dan satu orang satpam yang bekerja di sini.

Devan memang sudah selesai dari masa skorsnya selama tiga hari karena konflik antara dia dan Bu Ratih tempo hari. Dan hari ini, setelah pulang sekolah tadi dia mengajak Alatha untuk menyuruh gadis itu mengajarinya beberapa mata pelajaran di rumahnya karena Ujian Tengah Smester Genap tinggal beberapa hari lagi. Tidak terasa memang, sepertinya baru saja kemarin Alatha dan teman-temannya datang ke sekolah menjadi siswi kelas sepuluh, dan kini beberapa bulan lagi mereka sudah akan naik ke kelas sebelas saja.

"Neng Alatha." Bi Iim yang masih berdiri di dekat meja memanggil Alatha.

"Iya, Bi?"

"Neng tau ga? Neng Alatha itu perempuan pertama yang pernah diajak Den Devan ke sini, seumur-umur Den Devan gak pernah tuh ngajak anak perempuan ke rumah." Ucap Bi Iim tiba-tiba pada Alatha.

Alatha menoleh, menatap wanita berusia lima puluh tahunan itu dengan wajah penuh heran, "iya Bi? Masa sih?" Tanyanya.

Bi Iim mengangguk yakin, "iya Neng, Bibi udah lama kerja di keluarga Pradipta. Selama ini juga Den Devan gak pernah sekalipun bawa cewek ke rumah." Ujarnya.

"Oh gitu ya, Bi?" Jawab Alatha.

"Iya Neng, Den Devan itu anaknya dingin, cuek, kadang judes. Makanya Bibi pikir mana ada atuh cewe yang mau sama si Aden kalo si Adennya kayak gitu sikapnya, eh taunya teh si Aden sekarang udah berani bawa pacar ke sini, mana geulis pisan (cantik banget) gini lagi." Tukas Bi Iim lagi membuat entah mengapa kedua pipi Alatha merona merah karenanya.

"Hehe bisa aja, Bi." Ucap Alatha malu-malu.

Entah mengapa perutnya terasa seperti tergelitik saat mendengar pernyataan dari Bi Iim barusan. Pernyataan kalau Devan baru pertama kali membawa perempuan ke rumah serta.. pernyataan yang menganggap bahwa Alatha ini adalah pacar Devan.

"Padahal tadinya teh Bibi pikir si Aden gak suka budak awewe (anak cewek) ." Kata Bi Iim lagi disertai tawa renyah pada akhir kalimatnya.

"Hahaha gak mungkin lah Bi, saya tau Devan gitu-gitu juga masih cowok tulen." Ujar Alatha sambil terkekeh menanggapi pernyataan dari Bi Iim barusan.

Saat itu pula, pandangan mata Alatha teralih menatap pigura foto keluarga yang berada di tengah ruang keluarga Devan. Pigura yang tempo hari juga pernah dilihatnya dan sempat membuat dirinya penasaran dengan siapa anak laki-laki lain di foto itu, hingga pada akhirnya dia ketahui bahwa laki-laki itu adalah Leon. Alatha jadi ingat saat dia bertemu dengan Leon dua hari lalu di sekolah.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang