83. Trouble Maker

462 36 3
                                    

"Cinta butuh waktu untuk tumbuh, luka perlu waktu untuk sembuh"
-Struggle
******

   DEVAN menyenderkan tubuhnya ke tembok depan toilet lantai tiga lalu satu tangannya terulur mengambil sebungkus rokok di saku celana abu-abunya. Setelah mengambil satu batang rokok dari bungkus tersebut dan menyalakannya menggunakan pematik, dia lalu mulai kembali menikmatinya. Persetan dengan hukuman dari Bu Ratih yang menyuruhnya untuk membersihkan toilet. Devan tidak akan pernah sudi mengotori tangannya untuk melakukan hukuman menjijikan seperti itu sekalipun dia tau konsekuensi jika dia tidak melaksanakan hukuman tersebut. Tapi untuk saat ini, seperti-nya tidak apa-apa jika dia bersantai. Devan di sini hanya sedang menunggu Pak Mardi —yang biasa membersihkan kamar mandi sekolah— lewat dan nanti dia akan membayarnya untuk melunasi hukumannya. Seperti biasanya.

Devan melangkahkan kakinya ke arah jendela yang ada di samping toilet lalu membuka kaca jendela tersebut. Begitu jendela terbuka, hembusan angin langsung menyapu ujung rambutnya hangat. Di depannya, Devan dapat melihat hamparan pepohonan yang terbentang luas dari atas gedung lantai tiga tempatnya berada sekarang. Selain rooftop, mungkin tempat ini bisa dibilang merupakan spot terbaik yang ada di sekolah ini. Devan dapat merasakan dirinya merasa damai jika berada di ketinggian seperti ini. Apalagi jika ditemani angin dan adanya view alam seperti ini. Devan pasti rela menghabiskan waktunya berjam-jam di tempat seperti ini.

Devan tersenyum simpul kemudian dia menarik tubuhnya naik dan duduk di atas kusen jendela. Dia menyandarkan punggung-nya di sana sambil merokok. Toilet masing-masing lantai, baik dari lantai satu sampai lantai empat berada di setiap ujung koridor. Sekarang istirahat kedua, lorong koridor tiap lantai memang selalu sepi karena banyak siswa yang memilih berdiam di kelas, perpustakaan, atau kantin. Jadi tidak kecil kemungkinan ada yang melihat Devan dalam posisi seperti ini.

  Duduk di kusen jendela samping toilet, sambil merokok.

  Kalaupun mungkin ada segelintir yang melihat, mungkin beberapa dari mereka pasti akan memilih untuk tidak mau peduli dan tidak mau melapor. Karena orang yang bersangkutan adalah Devan, si tukang buat onar dari kedatangannya pertama kali di sekolah ini sebagai murid baru. Daripada nantinya mereka malah harus berurusan dengan Devan jika melaporkan hal yang tidak sepatutnya itu kepada guru, lebih baik mereka tutup mulut. Karena cari gara-gara dengan Devan sama saja cari mati.

"Devan."

Devan menoleh saat seseorang memanggil namanya. Dia menautkan kedua alisnya heran begitu mendapati seorang cowok berperawakan tinggi yang ternyata adalah Reno, ketua kelas XI IPA 2. Reno dikenal sebagai siswa yang paling rajin dan paling disenangi oleh guru-guru di sekolah ini selain Leon. Reno memiliki reputasi yang bagus dan selalu jadi juara umum sekolah, sama seperti Leon. Hanya saja Reno memang tidak terlalu sepopuler Leon karena dia kurang suka berorganisasi dan tidak terlalu suka untuk tampil di depan publik. Namun jika bicara soal ketegasan dan integritas, dia tidak kalah profesional dari Leon.

  "Ada apa?" Tanya Devan santai, dengan tampang datarnya. Tidak ada perasaan panik atau takut karena ketahuan merokok di area sekolah seperti ini.

Reno mendengus, matanya teralih pada rokok yang ada di sela-sela jari Devan sekilas kemudian dia mulai menatap Devan dengan tatapan tidak suka. "Lo tau peraturan di sekolah ini, gak boleh ngerokok di lingkungan sekolah." Ucap Reno mengingatkan.

Reno mengenal Devan. Tentu tidak secara personal karena dia sendiri tidak akrab dengan Devan karena mereka beda 'jalan'. Sejak kedatangannya pertama kali, nama Devan memang langsung dikenal seantero sekolah. Tidak hanya terkenal karena pesonanya yang dapat meluluhkan hati seluruh siswi di sekolah ini, tetapi juga dengan tabiatnya sebagai tukang buat onar oleh para siwa di sekolah ini. Untuk siswa-siswa yang sejalan dengan Devan —dalam artian, nakal— mungkin akan senang dengan keberadaan Devan. Devan bahkan juga berteman dengan anak-anak nakal dari kelas XI sampai XII, selain rombongan Pian tentu-nya. Tapi untuk siswa baik-baik seperti Reno, sama sekali tidak ada yang perlu dibanggakan dari seorang seperti Devan yang hanya bisa jadi beban bagi kebanyakan guru di sekolah ini karena tabiatnya yang buruk.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang