95. Mind Changed

336 36 9
                                    

Pada akhirnya, kita akan dibersamakan dengan orang yang memang telah ditakdirkan Tuhan untuk bersama kita
-Struggle
******

  SUARA detikkan jam di sudut ruangan terdengar seiringan dengan suara detak jantung dari seorang gadis yang kini tengah terduduk di atas kursi sebuah restoran. Dia kini tengah bersama dengan seorang pria paruh baya yang tak lain, Ayahnya sendiri. Pakaian formal yang dikenakan Ayahnya saat ini sungguh membuat pikirannya kembali terusik. Alatha tidak tahu apa yang direncana-kan oleh Ayahnya kali ini, tadi pagi tiba-tiba saja Ayahnya memintanya untuk ikut hadir dalam perjamuan makan malam yang akan dihadiri oleh temannya yang dirawat di rumah sakit itu. Sampai kini Alatha bahkan masih tidak tahu siapa teman yang dimaksud karena saat di rumah sakit itu tempo hari, Ayahnya tiba-tiba saja menelepon Ibunya untuk segera pulang dan tidak jadi menyusulnya ke ruangan tempat temannya itu dirawat. Saat ditanya apa yang terjadi, Ayahnya memilih diam.

"Yah—" panggil Alatha kepada Brama yang duduk di sebelahnya. Brama menoleh ke arahnya lalu berdeham. "Kita— ke sini mau ngapain? Kenapa Ayah ajak Alatha juga ke sini?" Tanya Alatha tak tertahankan lagi.

   Brama menarik napasnya panjang, "Ayah mau mengenalkan kamu ke teman Ayah." Tukas Brama dengan jawaban yang sama dengan yang dia katakan saat meminta Alatha untuk ikut dengannya. Ya, mungkin itu memang jawaban yang benar, tapi pasti ada alasan lain kenapa Brama ingin mengenalkan Alatha kepada temannya itu.

   "Kalau begitu, kenapa ga tempo hari waktu kita ke rumah sakit? Kenapa Ayah tiba-tiba aja suruh kita pulang dan gak jadi ajak Alatha sama Bunda buat ketemu teman Ayah itu?" Tanya Alatha lagi penasaran.

   Mendengarnya, Brama lantas langsung terdiam. Jujur saja dia juga tidak mengerti apa yang dia lakukan saat itu. Ketika bertemu dengan Pandu dan begitu tahu kalau ternyata Devan dan Leon adalah anaknya, Brama langsung memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu tanpa sepatah katapun. Dia merasa hal tersebut begitu mendadak dan tak terduga. Namun setelahnya, Brama merasa tidak enak pada Pandu karena saat itu dia pergi begitu saja tanpa menjelaskan apapun. Sebelumnya dia memang sudah meminta maaf melalui whatsapp, tapi dia tetap merasa tidak enak. Maka dari itu begitu mendengar kabar lagi bahwa Pandu sudah diperbolehkan untuk pulang dan sudah mulai bisa beraktivitas seperti biasanya, Brama memutuskan untuk mengundangnya makan malam bersama.

  "Itu karna—" Brama menggantung kata-katanya, "ah, sudahlah— nanti juga kamu akan tau alasannya." Tukasnya membuat kening Alatha mengernyit heran karenanya.

Alatha ingin menanyakan kembali apa yang sebenarnya terjadi kepada Ayahnya tapi akhirnya urung ketika tiba-tiba saja seseorang datang menghampiri meja tempatnya dan Ayahnya berada. "Bram, maaf sedikit terlambat datang, tadi jalan sedikit macet." Ucap seorang paruh baya yang baru saja tiba.

  Menyadari keberadaan pria itu, kedua mata Alatha lantas terbelalak. Dia tidak percaya dengan siapa yang ada di depannya saat ini, "O-Om Pandu?" gumam Alatha tanpa sadar.

"Alatha? Ah— akhirnya kita bertemu lagi ya? Bagaimana kabar kamu?" Tanya Pandu tersenyum pada Alatha.

Alatha mengerjapkan matanya tidak percaya, dia mengalihkan pandangannya ke arah Ayahnya lalu kembali menatap Pandu, "B-baik, Om—" gumamnya, "Om Pandu— kenal sama Ayah?" Tanyanya ragu-ragu.

Pandu terkekeh samar mendengarnya, "benar, Ayah kamu sahabat Om sejak masih di bangku SMA." Tukasnya.

Alatha merasa tenggorokannya sedikit tercekat mendengarnya. "J-jadi, Om itu teman yang kemarin Ayah mau temuin di rumah sakit?" Tanyanya lagi pada Pandu. Dia melirik Brama takut-takut. Ini benar-benar di luar nalarnya. Tidak mungkin kalau ternyata Ayahnya sudah kenal lama dengan Pandu.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang