43. Racing Car

1K 52 11
                                    

Memang sakit rasanya mencintai orang yang mencintai orang lain.
-Struggle
******

   LEON tidak tahu lagi apa yang tengah dia rasakan saat ini. Dia benar-benar gelisah sejak kepulangannya ke rumah tadi siang hari tadi. Dia tidak bisa berhenti mengingat kejadian di kelas Devan tadi. Kejadian ketika melihat memeluk Alatha. Perasaan terkejut, marah, kecewa, dan tidak menyangka tercampur jadi satu dalam pikirannya yang mendadak kalut. Walaupun sudah tahu tentang kedekatan Devan dengan Alatha dan selama ini dia mencoba untuk tetap terlihat biasa saja, tapi sepertinya dia memang tidak bisa menyembunyikan perasaan cemburunya pada Devan lagi. Apalagi setelah melihat kejadian tadi. Leon melempar ponselnya ke atas sofa lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil matanya menatap langit-langit rumahnya.

  Entahlah, Leon tidak tahu bagaimana jadinya kalau nanti Alatha memilih untuk Devan. Karena faktanya memang Leon sangat menyukai Alatha dan tidak tahu bagaimana cara menghentikannya. Apa Leon harus menyerahkan Alatha begitu saja pada Devan? Atau haruskah Leon ikut bersaing untuk mendapatkan Alatha?

  Suara deruman sepeda motor yang baru saja masuk ke dalam halaman rumahnya sontak membuat Leon langsung bangun dari tempat duduknya. Itu pasti Devan. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan cowok itu baru pulang ke rumah.

  Kemudian tanpa basa-basi lagi Leon segera mengambil langkah seribu untuk segera menghampiri Devan. Begitu sampai di daun pintu, baru saja Leon hendak membuka pintunya, pintu sudah terlebih dahulu terbuka dan menampilkan wajah datar sekaligus rambut berantakan yang sudah tidak asing lagi di pengelihatannya.

  "Van gua butuh ngomong sam— Devan!" Leon lantas meneriaki nama Devan begitu melihat Devan bukannya mendengarkan dulu pernyataannya malah langsung masuk begitu saja ke dalam rumah.

   Leon mendecakkan lidah lalu segera berderap menyusul Devan yang berjalan cepat menaiki anak tangga. Belum sampai di penghujung tangga, Leon lantas mengambil bahu Devan dan membalikkannya supaya Devan menatapnya, "Gua belum selesai ngomong sama lo Van, bisa gak sih lo hargain gua yang lagi ngomong? Gua ini Abang lo!" Leon tidak dapat membendung emosinya lagi sebab selain kekesalannya karena Devan sejak tadi baru pulang ke rumah dia juga tidak mau mendengarkan pertanyaan Leon kali ini.

  Devan menatap tajam Leon lalu berkata, "gua capek, mau istirahat." Devan menepis kasar tangan Leon lalu segera berjalan kembali menaiki anak tangga namun Leon kembali membuntutinya dari belakang.

  "Van—" Leon kembali mengambil bahu Devan ketika baru saja laki-laki itu hendak masuk ke dalam kamarnya.

"Apa lagi si?" Devan kini menaikkan oktav suaranya, dia sudah sangat lelah dan butuh istirahat tapi Leon malah terus menerus memancing emosi dirinya. Padahal Devan sedang tidak ingin berdebat kali ini.

  Leon mengeraskan rahangnya, "lo abis dari mana sih? Kenapa jam segini baru pulang? Kapan sih lo gak ngelanggar peraturan di rumah ini lagi?" Tanyanya tegas.

  Devan mendecakkan lidah lalu menatap Leon kesal, "bisa gak sih lo berhenti nunjukin sikap sok tegas kayak gitu? Jijik gua liatnya." Ketusnya.

  Devan memang tidak langsung pulang ke rumahnya setelah kejadian di sekolah tadi. Dia kena skors selama dua hari karena keterlibatannya dalam keributan di lapangan tadi. Malas karena sudah tau dirinya akan diintrogasi habis-habisan oleh Leon dan Ayahnya — yang biasanya pasti akan segera pulang ke rumah setiap Leon melaporkan segala hal yang terjadi pada Devan— akhirnya dia memutuskan untuk diam di rumah Maxime selama beberapa waktu. "Gua tadi ke rumah Maxime, puas?" Katanya lagi.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang