38. Talk Less (2)

934 52 58
                                    

   Kalau cemburu bilang aja, jangan marah-marah gak jelas gini.
-Struggle
******

   "DUDUK!" Devan menarik paksa tangan Alatha supaya duduk di salah satu bangku kayu jati yang ada di pesisir Mal swalayan ini. Letaknya ada di gedung Mall dekat tangga darurat. Devan sengaja membawa Alatha ke tempat ini karena tidak terlalu banyak orang yang melintasi wilayah ini. Tujuannya adalah supaya dia dapat mengintograsi Alatha perihal masalah ini pada Devan dengan sejelas-jelasnya. Bukannya apa-apa, hanya saja Devan memang paling tidak suka yang namanya dibohongi. Dan menurutnya saat ini Alatha sedang coba untuk membohonginya.

   Devan duduk di bangku lain yang ada di depan Alatha, sehingga posisi mereka sekarang saling berhadapan. Devan jadi terlihat persis seperti seorang polisi yang sedang menginterogasi salah satu calon napi. "Lo bisa jelasin sekarang," kata Devan membuka topik, "kenapa lo bisa ada di sini sama Leon?" Tanyanya kemudian.

  Nada bicaranya datar, tapi entah mengapa mampu membuat darah di tubuh Alatha berdesir deras. Sebenarnya Alatha ingin sekali menolak ajakkan Devan tadi karena tahu hal ini akan terjadi. Tapi apa boleh buat? Menolak ajakkan Devan bukanlah pilihan yang bagus. Dia tahu Devan pasti akan tetap bersikeras membawanya dan menanyakan hal ini. Alatha diam, dia hanya bisa menundukkan kepalanya enggan menatap wajah Devan dengan aura menyeramkan yang berkali lipat.

  "Gua gak lagi ngomong sama orang bisu kan?" Sindir Devan melihat Alatha yang sama sekali belum meresponnya.

  "S-Saya.." Alatha menggantungkan kalimatnya, Devan masih menunggu Alatha menyelesaikan kata-katanya walaupun terlihat jelas kalau dia sudah tidak bisa menahan kesabarannya untuk menunggu jawaban Alatha lebih lama lagi, "tadi Kak Leon ke rumah, dia ajak saya jalan." Jawab Alatha akhirnya. Dia tidak punya pilihan lain selain jujur. Baginya berbohong pada Devan merupakan suatu hal yang sulit. Devan tidak mungkin mempercayai alibi Alatha yang tidak rasional, makanya Alatha memilih jujur.

   Devan menaikkan satu alisnya lalu menganggukkan kepala lamat-lamat, "oh, gitu?" Tukasnya, "terus kenapa lo mau?" Tanyanya lagi.

  "Saya gak punya alasan untuk nolak ajakkan Kak Leon." Jawab Alatha terus terang kepada Devan.

  "Terus? Kenapa lo punya alasan buat nolak ajakan gua?"

   SKAK MATT!

  Devan memang selalu berhasil membuat Alatha tidak bisa berkata-kata. Begitupun kadang sebaliknya. Devan selalu bisa memutar balikkan kata dan menjungkir balikkan dunianya. Sementara Alatha selalu bisa menjawab pertanyaan Devan dengan kata-katanya yang selalu berdasar pada pemikiran logis secara spontan. "Lo bilang ke gua kemarin, kalau hari ini lo ada acara keluarga? Tapi kenyataannya kalau Leon gak datang ke rumah lo, lo juga gak akan pergi ke mana-mana kan?" Terang Devan lagi membuat Alatha lantas meringis begitu mendengarnya. Alatha mengatubkan bibirnya rapat-rapat. Percuma beradu pendapat dengan Devan di saat seperti ini dia pasti akan kalah telak.

   "Kenapa diem?" Tanya Devan lagi. "Gua tanya, kenapa diem? Seneng bikin orang emosi ya?" Sentak Devan, suaranya naik satu oktav.

    Kalau sudah seperti ini, Alatha jadi merasa tidak nyaman sendiri. Akhirnya karena takut Devan semakin membentaknya, Alatha pun bergumam, "maaf." Gumamnya pelan hampir menyerupai bisikkan. "Saya gak ada maksud buat bohongin kamu." Kata Alatha lagi.

  Entahlah, Alatha sebenarnya tidak mengerti mengapa dia bisa jadi setakut ini menghadapi Devan. Padahal kalau dipikir Alatha tidak usah setakut ini juga pada Devan. Semuanya ini bukan murni kesalahannya. Memang Alatha salah telah membohongi Devan kalau dia menolak ajakkan Devan karena ingin pergi ke rumah saudaranya tapi bukan berarti Devan bisa sampai semarah ini kan? Alatha berhak untuk memilih apakah dia harus menolak atau menerima tawaran Devan atau tidak. Kalaupun Alatha menolak ajakkannya dan ingin pergi dengan Leon sepertinya Devan tidak punya hak apapun untuk melarang.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang