77. Dilematis Kritis

511 26 3
                                    

Lelah memang memaksa seseorang yang tidak ingin tinggal untuk tetap tinggal. Karna biarpun dia memilih untuk tinggal kalau hatinya tetap ingin pergi rasanya percuma. Rasa sakitnya akan tetap sama.
-Struggle
******

  "DUDUK di sini aja dulu, Kak." Alatha mendudukkan Leon di atas bangkar UKS setelah berhasil memapah cowok itu dari parkiran tadi. Untung saja UKS belum dikunci jadi Alatha tidak usah repot-repot mencari OB untuk membukakan pintu UKS yang tidak tahu juga di mana keberadaannya. Tapi karena ini sudah jam pulang sekolah dan anak-anak eskul PMR juga biasanya sudah pada pulang, jadi Alatha sendiri yang harus mengibati Leon.

  "Tunggu di sini ya, Kak, biar saya ambil P3K buat obatin luka Kakak." Ucap Alatha lalu berjalan ke arah lemari kecil di sudut ruang UKS guna mengambil alat-alat P3K. Setelah mendapati apa yang dia cari, dia segera kembali dan mulai mengobati luka Leon.

  "Mau gue aja yang ngobatin sendiri, Tha?" Kata Leon saat Alatha baru saja ingin menyentuh lukanya menggunakan kapas yang sudah dibaluri oleh air alkohol.

"Kak Leon mau ngobatin sendiri?" Alatha balik bertanya.

Leon menatap kapas yang ada di tangan Alatha lalu pandangannya beralih menatap sepasang mata mungil dengan bulu mata lentik milik gadis yang kini tengah berdiri di depannya itu selama beberapa saat, "gak jadi deh, lo aja yang ngobatin." Katanya lalu tersenyum. Alatha ikut tersenyum. Kemudian memulai untuk mengobati luka Leon. Tidak ada pikiran lain yang terlintas di kepalanya saat ini. Alatha melakukan ini karena murni ingin membantu Leon, tidak ada maksud lain selain daripada itu.

"Awh—"

Alatha segera menjauhkan kapas berbalur alkohol yang ada di tangannya dari luka Leon saat mendengar Leon mendesis kesakitan. Dia menatap Leon cemas kemudian berkata, "sakit ya, Kak?" tanya Alatha kemudian.

  Leon terkekeh kemudian menggeleng, "enggak, pas liat lo mendadak sakitnya langsung ilang." Kata Leon lagi.

  Alatha mencebik, menanggapi ucapan Leon barusan hanya sebatas candaan belaka. "Lagi sakit gini masih bisa bercanda sih, Kak," kata Alatha, "jadinya mau lanjut diobatin lagi apa enggak?" Tanyanya kemudian.

  "Boleh. Kalau lo gak keberatan." Kata Leon kembali tersenyum.

  "Kalau saya keberatan ngapain dari awal saya bawa Kak Leon ke sini." Ucap Alatha yang hanya dibalas kekehan oleh Leon.

  Alatha kembali sibuk mengobati luka Leon sementara Leon mengambil kesempatan ini untuk bisa memandangi wajah Alatha dari dekat dengan seksama. Ada perasaan aneh saat Leon menatap Alatha. Jantungnya berdegup tak keruan dan Leon tidak bisa menyangkal hal itu. Benar, sepertinya Leon memang tidak bisa munafik lagi. Dia masih sangat menyukai Alatha. Sebisa apapun usahanya untuk menyembunyikan perasaannya terhadap Alatha, tetap saja perasaan itu masih tetap bersemayam di dalam hatinya.

  "Tha?" Panggil Leon membuat kedua bola mata Alatha yang semula fokus mengobati luka Leon, lantas beralih menatap sepasang mata hitam pekat dengan tatapan meneduhkan milik kepunyaan Leon.

  "Iya?" Jawab Alatha, "kenapa, Kak?"

  "Gimana hubungan lo sama Devan?" Tanya Leon membuat aksi Alatha kembali terhenti dan bibirnya tertutup rapat saat mendengar Leon menanyakan hal itu.

  Alatha bergeming sebentar kemudian dia terkekeh pelan mencoba untuk menghilangkan kekakuannya akibat pertanyaan Leon yang agak sedikit sensitif tersebut. "Gimana ya, Kak? Saya juga gak tau." Ucap Alatha.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang