72. Kencan Berujung Konflik

693 26 3
                                    

Seseorang tidak akan menyadari nilai sebenarnya dari sesuatu, sebelum akhirnya baru merasakan apa yang dinamakan dengan kehilangan.
-Struggle
*****

  DEVAN mengajak Alatha jalan-jalan ke acara karnaval yang kebetulan ada di lapangan luas dekat tempat pelatihan militer di pusat kota Jakarta. Ini kencan pertama kalinya dengan Alatha dan sejujurnya dia bingung ingin mengajak Alatha ke mana karena Devan sama sekali bukan tipe orang yang suka berpergian. Devan tidak tahu kencan itu seperti apa. Hal paling inisiatif yang dia lakukan setelah berpacaran dengan Alatha hanyalah membelikannya pizza dan pada saat dia mengajak Alatha menemani dirinya futsal. Entah itu bisa disebut kencan atau bukan karena saat itu kesannya Alatha cuma jadi pemeran figuran yang hanya menontoninya tanding futsal. Kalau cewek normal mungkin akan bosan dan merasa tidak dispesialkan.

  Untung saja ada teman-temannya. Beberapa waktu lalu, Devan dengan tampang bodohnya meminta saran dari Maxime dan teman-temannya yang lain untuk merekomendasikan tempat yang cocok untuk kencan. Dan karena menurut mereka tindakan Devan yang mengajak Alatha untuk menemaninya futsal itu memang sama sekali tidak mirip dan tidak cocok disebut kencan —dan karena hal itu juga Devan jadi rela harus kena bully teman-temannya karena menganggap Devan cowok kaku yang tidak tahu cara membahagiakan pasangannya— akhirnya mereka iba dan merekomendasikan Devan untuk mengajak Alatha ke acara karnaval ini.

  Awalnya Devan ingin mengajak Alatha nonton dan makan seperti kencan pada umumnya. Tapi kata teman-temannya itu sangat klise dan terlalu mainstream. Akhirnya jadi saja Devan setuju untuk mengajak Alatha nonton sirkus mini di acara karnaval yang sudah dibuka selama hampir seminggu ini. Setelah ini mungkin Devan masih bisa mengajak Alatha bermain beberapa wahana permainan di tempat ini sebentar, atau sekedar membelikan gadis itu permen kapas warna-warni dan memakannya berdua supaya lebih romantis. Ah, Devan benar-benar sudah ketularan virus cintanya Maxime. Makanya sekarang dia jadi budak cinta alias bucin.

  "Kamu duduk sini, biar aku yang ngantri beli tiket masuk." Kata Devan menyuruh Alatha untuk duduk di kursi kayu tak jauh dari loket pembelian tiket masuk nonton mini sirkus.

  "Saya ikut kamu ngantri aja." Ujar Alatha.

  "Gak usah, nanti kamu kecapean." Kata Devan. Akhirnya Alatha setuju lalu duduk di kursi itu sementara Devan melangkahkan kakinya ikut mengantri untuk mendapat tiket.

Antrian cukup panjang. Devan sudah mulai mengantri selama hampir lima belas menit namun sampai di barisan tengah antrian saja belum. Devan mendecak kesal. Kenapa mau nonton sirkus saja antriannya sampai seramai ini? Devan menoleh ke arah Alatha duduk yang hanya berjarak tidak lebih dari sepuluh meter. Alatha yang juga sedang menatap ke arahnya tersenyum kemudian melambaikan tangan. Devan ikut tersenyum ke arahnya kemudian kembali fokus mengantri.

Alatha senyum-senyum kecil memperhatikan tingkah laku Devan saat ini. Entah mengapa Alatha merasa sikap Devan semakin lama semakin manis. Alatha tidak tau siapa orang yang mengajari Devan sampai bisa berlaku romantis seperti ini. Atau selama ini Devan berguru dengan Maxime? Alatha tidak tahu.

"Hai, sendirian aja? Boleh kenalan?"

Alatha yang sedari tadi sibuk memperhatikan Devan yang sedang mengantri tiba-tiba dikagetkan oleh seorang laki-laki yang tiba-tiba saja duduk di lapak kosong bangku di sebelahnya. Laki-laki berperawakan kurus tinggi itu tersenyum sumeringah pada Alatha. Kalau dilihat dari tampangnya, mungkin masih anak kuliahan. Wajahnya lumayan tampan tapi menurut Alatha tidak lebih tampan daripada Devan. Memilih untuk tidak peduli, Alatha hanya tersenyum kecil kemudian kembali membuang pandangannya ke Devan.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang