1

1.3K 93 41
                                    

Butuh waktu sekitar satu minggu bagi Lucas untuk bangkit dan mulai melihat kenyataan yang sudah terpampang jelas.

Kenyataan kekasihnya yang tega berselingkuh masih begitu menampar dan sulit dilupakan.

Bahkan, setelah menghabiskan seluruh koleksi minuman keras miliknya pun, rasa sakit itu masih bersarang di sudut terdalam di hati.

Berkali-kali Lucas bertanya pada diri, "apa gunanya aku terpuruk seperti ini?"

Tapi berkali-kali pula ia tidak mendapati jawaban atas pertanyaannya itu.

Mengusap wajahnya kasar, Lucas lalu bangkit. Ketahanan tubuhnya terhadap alkohol bisa dibilang sangat kuat. Buktinya meskipun, semalam ia nyaris meracau tanpa henti. Sekarang saat ia terbangun di pagi hari tubuhnya seolah baik-baik saja. Ia tidak pernah merasakan mual, muntah, atau nyeri kepala yang biasanya dialami orang mabuk kebanyakan.

Yang ia rasakan kini hanya mulut kering karena haus yang melanda.

Tak mempedulikan penampilan amburadulnya, ia berjalan begitu saja melewati cermin raksasa yang terpampang di depan ranjang. Ia berjalan gontai, menuju dapur, mengambil segelas air putih lalu meminumnya tanpa sisa.

Mendudukkan diri di salah satu kursi meja makan, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling mencoba mencari atau bahkan mencium aroma parfum seseorang yang semalam membawanya pulang.

Karena semalam jelas ia berada di kelab bersama, Ten. Si brengsek tukang meracuni otak lurusnya. Dan jika melihat pada keadaannya semalam, sungguh tidak mungkin ia sanggup mengemudi dengan selamat tanpa kecelakaan maut untuk sampai di sini.

Karena si brengsek itu tidak akan sudi mengantarnya pulang. Opsi menidurkan Lucas di pinggir jalan bahkan pernah dipilihnya.

Menuangkan kembali air pada gelasnya. Lucas kembali menghela nafas, memejamkan mata sejenak, ia berusaha menenangkan pikirannya dari segala macam beban masalah.

Persetan dengan kisah cintanya, juga soal semalam pun ia tidak peduli. Untuk saat ini ia hanya ingin fokus untuk menenangkan diri.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Terlalu malas rasanya untuk Lucas bangun lalu membukakan pintu, saat suara bel yang tak beraturan itu menghampiri gendang telinga.

Ia paham betul siapa orang yang akan mengunjunginya setiap ia mabuk parah untuk mengomeli atau bahkan menyumpahinya.

Ia ingin menghiraukan, tapi suara belnya begitu mengganggu. Ingin bangun pun, ia tak sanggup. Serangan lemas yang di rasa karena menolak makan ternyata cukup merepotkan.

Hendak merajut kembali mimpi yang sempat terputus, Lucas siap terpejam saat sebuah suara indah mengalun di samping telinga.

"Hey, dude. Apa hidupmu setidak berguna ini?"

Lucas menoleh. Di sana, di ambang pintu kamarnya, Xiaojun alias si pria iblis sedang berkacak pinggang sambil menatapnya sarkastik.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang