Dingin serasa menusuk tulang.
Kun kembali merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya hingga sebatas leher. Cuaca di luar memang sedang segar-segarnya tapi itu tak berlaku untuk Kun yang tengah mengigil kedinginan.
Demam yang semalam datang, benar-benar menyiksanya di pagi hari. Ia tak mampu bergerak, turun dari tempat tidur pun rasanya tak sanggup, kepalanya pening bukan main, tak jarang ia hampir terjatuh tiap kali mencoba berjalan sendiri.
Ini adalah demam terparah yang pernah di alaminya. Terhitung sejak beberapa waktu terakhir, sejak saat ‘itu’ kondisi tubuhnya sering menurun.
"Kau harusnya lebih memperhatikan kesehatanmu, kenapa akhir-akhir ini kau sering sekali sakit?"
Johnny mengusap rambutnya dengan lembut. Pria ini tetap memperlakukannya dengan baik, seolah mencoba menepis bahwa ia telah mengetahui kebenarannya.
Kun terpejam menikmati sentuhannya. Dalam hati sedikit bersyukur, di balik sakit yang di deritanya ia jadi mendapat perhatian lebih. Bukannya memanfaatkan, tapi belakangan ini ia sedikit haus kasih sayang. Pikirnya, mungkin ini pengaruh karena sebentar lagi ia takkan lagi memilikinya.
"Jangan terlalu memikirkan hal yang belum pasti, aku ada disini denganmu, jangan pernah beranggapan kau sendirian. Jangan membebani pikiranmu dengan hal tak penting. Ingatkan itu ya,"
Kun bergumam pelan. Ia hampir kembali ke alam mimpi tapi urung di lakukan, "Mustahil aku tidak memikirkannya, John. Aku sudah tahu apa yang di lakukan Taeyong di balik urusan bisnisnya."
Johnny menggeleng, "Yang kau pikirkan belum tentu benar," dengan gerakan pelan Johnny berdiri, ia mengambil selembar resep yang di titipkan dokter untuk Kun tadi, "Aku mau menebus resep ini dulu, kau tidurlah. Sicheng akan datang sebentar lagi."
Johnny mengusap rambut Kun sekali lagi, tapi baru ia melangkah suara Kun kembali memanggilnya.
"John..."
Johnny menoleh, "Ada apa? Kau ingin sesuatu?"
Kun menggeleng, "Tidak. Hanya ingin bilang terimakasih," kata Kun.
Johnny tersenyum simpul, "Sudah kewajibanku, tidurlah."
Johnny pun pergi, setelah sebelumnya menutup pintu dengan amat pelan. Kun sudah hapal benar, selain pada adik-adiknya Johnny tak pernah berlaku selembut itu. Di luaran ia lebih senang memperlihatkan sikap dingin dan tegas yang tak jarang malah di anggap sebagian orang sebagai sikap sombong dan arogan.
Tapi dengan itulah, adik-adiknya jadi merasa spesial di mata Johnny. Perlakuan dan kasih sayang yang mereka terima begitu berlimpah. Hingga rasanya begitu berat jika suatu saat harus kehilangannya.
Dan sialnya. Kun akan segera kehilangan itu semua.
Menyentuh lehernya dengan punggung tangan, bisa Kun rasakan panas tubuhnya sendiri yang masih lumayan tinggi.
Sebenarnya, Kun merasa enggan jika harus berdiam seharian di dalam kamar. Tadinya, ia ingin mengunjungi Regal si kuda putih cantik peliharaannya, wujud lain hadiah ulang tahun ke tujuh belas dari mendiang ayahnya. Yang di kirimkan langsung dari Inggris.
Dulu Kun sering sekali mendambakan berkuda mengelilingi hutan Pinus dengan seekor kuda putih yang memiliki rambut putih bersih yang cantik. Rasanya pasti luar biasa, menikmati keagungan alam yang indah bersama seekor kuda yang sama indahnya.
Maka dari itulah nama Regal di pilihnya. Sebagai simbol dari segala keagungan. Ketika banyak orang yang menyebut rumah mereka seperti kerajaan di pinggir laut, maka Regal adalah satu dari sekian banyak tanda keagungan dari kerajaan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...