41

258 43 25
                                    

Xiaojun membelokkan mobilnya dengan tajam. Kun memperhatikan jalanan, jajaran pohon cemara yang terhalang gerbang mulai terlihat. Kun mendesah lega. Ia sudah sampai di rumahnya.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Dan tanpa perlu di tanya lagi, acara pertunangan itu pasti sudah selesai.

Ada setitik rasa senang di hatinya.

Satu hari berat telah berhasil ia lalui.

Tanpa menyadari kalau satu kekacauan sedang berlangsung di dalam kerajaan itu.

Johnny.

Menatap nyalang pada semua orang suruhannya yang telah di perintahkan menyusuri hutan untuk menemukan Kun.

Tapi mereka tidak membawa hasil yang memuaskan ataupun sebuah kabar baik.

Dengan takut-takut hanya mampu bercicit kalau mereka samasekali tak menemukan jejak Regal di dalam hutan.

Jelas. Karena mereka menyusuri jalur utama.

Pecahan kaca dari gelas yang di lempar Johnny berserakan di lantai.

Semua di antara mereka yang terhakimi menunduk dalam penuh rasa takut juga cemas.

Mereka telah mengerahkan seluruh tenaga. Tapi Kun bukanlah orang yang bisa di remehkan kecerdasannya.

Bukan sekali dua kali. Para pesuruh handal itu di kelabui oleh akal muslihat para putera Eliezer. Mereka sudah kenyang bahkan nyaris muak. Dan sekarang, semua itu terulang. Lagi.

Doyoung menatap pilu. Dalam hati merasakan iba nan kasihan. Pesuruh yang seharusnya hanya melaporkan hasil dari usahanya, justru di sambut amukan sang kakak.

Dirinya pun tak mampu menolong. Kemarahan Johnny termasuk dalam hal yang paling ia takuti setelah ayahnya.

Ia melirik Taeyong yang juga sedang berdiri membisu di lantai dua. Yuta berdiri di sampingnya, pria Jepang itu menatap amukan Johnny dengan tatapan datar. Seolah ini bukanlah hal yang menakutkan baginya.

Sembari menenangkan degup jantungnya yang sering tersentak oleh suara bentakan Johnny yang menggelegar, ia melirik pada samping ruangan.

Tatapannya tertuju. Pada satu titik. Dimana Ten sedang berdiri kaku, sendirian. Dari tempatnya, Doyoung bisa melihat dalam sorot mata itu terpancar kesedihan yang tersembunyi di balik topeng ketakutan.

Bukan sok tahu. Tapi Doyoung sedikit punya perasaan, bahwa Ten tengah merasa cemburu pada Kun. Hanya saja di sembunyikannya rapat-rapat.

Dari raut sendu di wajahnya saja. Doyoung tahu, kalau di lubuk hati itu ada rasa tak di anggap yang samar.

Kembali pada Johnny. Doyoung tak menyadari kalau Johnny sudah membubarkan semua suruhannya.

Dengan kalimat pengusiran sengit ia memerintahkan mereka untuk kembali mencari dan jangan kembali sebelum Kun di temukan.

"John," Doyoung melantunkan namanya dengan lirih. Ia kemudian bangkit, menghampiri tubuh tegap itu lalu memberinya tepukan penenang.

"Ini semua salahku." Johnny menutup wajahnya. Nafasnya masih memburu. Ketegangan karena emosi belum sepenuhnya mereda.

Menepuk punggungnya lembut. Doyoung berkata, "dia pasti di temukan. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Dia mungkin tersesat, aku yakin dia baik-baik saja."

Johnny menggeleng samar. "Aku tidak sanggup membayangkan kalau ada hal buruk yang menimpanya. Oh Tuhan... Andai saja aku tidak menyetujui pertunangan ini."

Isakan pilu terdengar kemudian. Doyoung nyaris menangis. Seumur hidupnya ia tidak pernah melihat Johnny dalam kerapuhan. Tapi belakangan ini, sosok tegas panutannya itu seringkali kehilangan kendali atas emosinya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang