30

245 38 69
                                    

Malam di pesisir, kelip lampu yang berkilau di kejauhan memantulkan bayangan samar di atas laut.

Ten menatap semuanya dengan kebimbangan yang menyiksa hati. Dirinya terombang-ambing di antara rasa terkejut, penasaran juga sedikit kecewa.

Tentang pertunangan buta yang di sampaikan Taeyong padanya tadi saat mereka bertemu.

Ia belum paham betul bagaimana bisa di zaman secanggih sekarang pertunangan atas dasar perjanjian masih bisa di pertahankan. Sekuno itukah keluarganya?

Tapi di banding itu, yang mendominasi hatinya sekarang lebih kepada rasa kecewa dan terkejut.

Untuk hal pertama; Sekaku itukah mereka? Sampai begitu lancarnya menarik dirinya ke dalam perjodohan buta padahal ia pun belum benar-benar masuk ke dalam keluarganya, dan masih merasa asing dengan hal apapun. Tidakkah ini terlalu cepat untuk hitungan orang baru sepertinya?

Untuk hal kedua; Terlepas dari fakta betapa sinting keluarga kandungnya. Jauh dalam benak, sebagai calon ‘penerima’ Ten juga turut merasakan penasaran akan seperti apa sosok tunangannya? mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya, apalagi Ten yang bisa di bilang sebagai orang awam. Tapi tiba-tiba saja mereka sudah terikat dengan sebuah ikatan yang tak bisa di bilang sederhana. Pertunangan bukanlah hal remeh yang bisa di sepelekan. Tidakkah orang itu merasa keberatan di jodohkan dengannya? Dirinya yang begitu penuh celah kekurangan, apalagi jika mengingat ia tidak di besarkan di kalangan atas. Walau ada darah Eliezer di tubuhnya, ia tetap saja di besarkan dalam kehidupan sederhana khas Olivier.

Sedikitnya, Ten merasa cemas juga gugup.

Menghitung harinya untuk bersiap bertemu sang calon tidaklah lama lagi.

Hanya kurang dari dua hari, ia akan berjumpa dengan kedua kakaknya yang lain, juga dengan tunangannya.

Perkataan Taeyong pun masih membekas jelas di benaknya, tentang dia yang katanya punya wajah tampan, bertanggung jawab, juga penyayang.

Sempat lah Ten di buat menganga saat mendengar semua penjelasan tentang si dia.

Tentang pekerjaannya, asal-usul keluarganya, juga tentang sikap jantannya yang bisa menanggapi perjodohan ini dengan begitu positif.

Namanya Sicheng. Itu jika Ten Tidak salah mengingat.

Detik waktu terus berlalu. Genderangnya terasa memicu jantung untuk berdegup lebih cepat.

Kedua pipinya, kini mulai di hiasi semburat merah.

Mencoba menghilangkan rasa kecewa dan lebih mengutamakan rasa syukur atas apa yang telah Tuhan berikan untuknya, Ten memilih lebih baik menerima semuanya dan membiarkannya mengalir seperti air.

Ten percaya, hidup akan membawanya pada kebahagiaan.

Sekalipun jalan yang dilalui tak selamanya mulus, dulu ibunya pernah berkata asal ia menerimanya dengan lapang dada dan terus berjuang semua badai sulit pasti berhasil di taklukan.

Ten percaya itu. Kalaupun Sicheng belum bisa mencintainya, ia akan berusaha keras mendapatkan cinta Sicheng. Agar hanya tertuju untuknya.

Karena Ten hanya ingin cinta.

                                           ***

Cinta.

Satu rasa yang di rasakan Sicheng makin mendalam kian waktu berjalan.

Sekalipun tabir gelap rahasia Eliezer telah ia ketahui, cinta yang di milikinya untuk Kun takkan hilang termakan zaman.

Ia bertekad. Bahwa Kun adalah mimpinya juga tujuannya untuk hidup.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang