Masih berjalan menapaki anak tangga dengan pikiran kosong, tanpa terasa Kun sudah sampai di depan kamar Johnny.
Pintu kayu Ek berwarna hitam itu tertutup rapat dengan cahaya samar yang mengintip dari balik celahnya. Kun menyentuh kenopnya, lalu memutarnya perlahan. Sudah menjadi kebiasaan sejak mereka kecil dahulu, setiap kali mereka hendak memasuki kamar pada saudaranya tatakrama ‘mengetuk pintu terlebih dahulu’ tak pernah berlaku.
Mereka bebas memasuki wilayah pribadi saudaranya tanpa harus terikat peraturan. Bisa di bilang kamar adalah kawasan terbebas yang mereka miliki. Bagaikan wilayah kekuasaan yang paling nyaman karena segala peraturan kolot Eliezer tak berlaku disini.
Kun melongokkan kepalanya ke dalam, suasana hangat dan temaram menyentuhnya pertama kali. Harum parfum Johnny menguar menggelitik hidungnya saat ia menghirup udara di dalam, mengingatkannya pada harum maskulin tubuh Johnny setiap kali ia hendak pergi ke kantor di pagi hari.
Di banding desain kamar adik-adiknya, khusus untuk Johnny kamarnya memiliki desain yang sedikit berbeda. Jika kamar Taeyong, Doyoung juga Kun hanya memiliki satu ruangan tidur, beserta satu kamar mandi. Maka kamar Johnny memiliki satu ruang tidur, dengan satu ruangan khusus wardrobe, satu kamar mandi juga satu ruang kerja yang sengaja di beri sekat terpisah dengan ruang tidur.
Dulu, saat mereka masih kecil. Mereka sering merajuk karena merasa di pilih kasih. Mereka selalu beralasan kalau Johnny memiliki kamar berukuran tiga kali lipat di banding kamar mereka. Dan ayah mereka hanya menanggapinya dengan senyuman hangat lalu berusaha menjelaskan kalau suatu hari nanti Johnny akan sangat membutuhkan kamar berukuran besar. Ayahnya selalu beralasan, kalau mereka boleh menginap di kamar Johnny sepuasnya. Dan tentu saja izin itu di tanggapi dengan senang hati oleh ketiganya.
Tapi Kun yang saat itu masih begitu kecil belum memahami maksud perkataan ayahnya.
Yang ia tahu kamar Johnny berukuran besar dan kamarnya berukuran kecil. Tapi kini, saat ia sudah dewasa ia paham mengapa ayahnya memberikan hak lebih pada Johnny.
Kamar bersekat yang dulu sering di jadikan area penginapan gratis para Eliezer kecil sekarang sudah beralih fungsi menjadi kantor pribadi Johnny. Di balik semua kemewahan yang di berikan, ada segudang tanggung jawab juga yang di bebankan pada Johnny.Bahkan sekarang Kun menyaksikan sendiri sekeras apa usaha Johnny menggantikan mendiang ayahnya. Setiap malam menjelang di saat ketiga adiknya sudah terlelap, Johnny masih terjaga, dengan setumpuk pekerjaan yang tak ada habisnya. Ruang bersekat itu sering menampilkan Johnny dengan wajah lelahnya. Kun pernah menyaksikan itu, saat ia tak bisa tidur dan berniat ingin menemui Johnny atau mungkin lebih tepat jika di bilang ingin menginap di kamar Johnny.
Seperti saat ini, dulu ia hanya berdiri di ambang pintu menatap ruang bersekat di depannya. Kun mengembalikan pikirannya, ia melangkah masuk tanpa suara lalu menutup pintu di belakangnya dengan sikut.
Baru selangkah ia berjalan, ia terhenti sesaat ketika mendengar suara Johnny yang saling bersahutan dengan suara Doyoung.
Memperlambat langkahnya, ia menajamkan pendengarannya saat suara Johnny terdengar seperti sedang mengintrogasi Doyoung.
Awalnya ia tak berniat untuk menguping dan ingin langsung saja memberikan salad ini pada Johnny. Tapi saat Johnny dan Doyoung menyebutkan soal vakum seketika Kun menghentikan langkahnya.
"Aku terpaksa vakum, John. Semua pekerjaanku tidak akan benar kalau ku kerjakan dengan pikiran kacau. Aku hampir mati setiap memikirkan kemungkinan buruk dari keluarga Alexander. Bagaimana kalau sampai mereka tahu kebenarannya?"
Itu suara Doyoung dan baru sampai disini saja, jantung Kun sudah berdegup kencang. Tak lama setelahnya suara Johnny terdengar menyahut.
"Sebenarnya kalaupun kau tetap bekerja semuanya bisa ku atur, selama Taeyong belum membongkar rahasianya semua tetap aman."
Kun mengernyit mendengar percakapan itu. Dalam hati ia bertanya, apa yang di takutkan kedua kakaknya dari keluarga Alexander? Dan rahasia apa yang di ketahui oleh Taeyong? Dan yang paling mengganjal, mengapa baik Johnny ataupun Doyoung dari kedua orang itu tak ada satupun yang berniat memberitahunya? Sicheng tunangannya adalah pewaris keluarga Alexander, bukankah seharusnya ia juga berhak tahu?
"John, bagaimana kalau Taeyong menemui orang tua Sicheng tanpa sepengetahuan kita? Kau tahu kan seperti apa dia? Dia sangat bersikukuh ingin meluruskan silsilah keluarga Eliezer. Apa yang harus kita lakukan jika sampai itu terjadi? Bagaimana kalau keluarga Sicheng memutuskan pertunangannya dengan Kun secara sepihak? Apa yang harus kita lakukan? Aku hampir gila karena memikirkannya,"
Setelahnya suara isakan lirih Doyoung terdengar, suara Johnny kemudian mengalun lembut berusaha menenangkan.
"Tolong tenangkan dirimu, aku sudah menyuruh orang kepercayaanku untuk menyelidiki semua gerak-gerik Taeyong. Sebelum Taeyong berhasil menemui orang tua Sicheng, kita harus lebih dulu bicara padanya. Kita jelaskan semuanya tanpa satupun yang di tutupi. Kun bertunangan dengan Sicheng bukan dengan keluarganya, jadi sebelum keluarganya tahu Sicheng harus lebih dulu mengetahui kebenarannya. Sicheng yang lebih berhak mengetahui semua ini. Jika kita sudah menjelaskannya, kita tinggal menunggu respon Sicheng. Dia orang yang bijak, tidak mungkin ia akan menyakiti Kun begitu saja. Apapun yang dikatakan Sicheng nanti kita harus bersiap. Persetan jika keluarga besar Alexander beranggapan kita ingin menipu atau mempermalukannya. Mugkin ini terdengar seperti lelucon, tapi tertukarnya adik kandung kita dengan Kun bukanlah kesengajaan."
Cukup sampai disini Kun merasa dunianya berhenti untuk beberapa saat. Telinganya berdengung bersamaan dengan pening yang menghantam kepala. Air matanya turun tanpa di perintah, jantungnya masih berdegup kencang, dadanya sesak dan tubuhnya mulai gemetar.
Kenyataan ini bukan sesuatu yang ingin ia dengar. Firasatnya selama ini ternyata bukan isapan jempol belaka. Semuanya sudah terbukti, ternyata ini yang menjadi alasan di balik perubahan sikap ketiga kakaknya.
Kun menarik nafas dalam-dalam. Isakannya ia telan sekuat tenaga agar tak menghasilkan suara. Dengan tubuh gemetar ia berbalik badan, meraih kenop lalu keluar dari sana.
Walaupun hati kecilnya masih ingin mengetahui apa yang akan di katakan Johnny dan Doyoung selanjutnya, jantungnya sudah tidak kuat lagi untuk bertahan.
Ia menutup pintu dengan perlahan. Nampan berisikan salad itu ia tatap dengan nanar. Terlihat buram karena terhalang air mata. Ia menggigit bibir, tiba-tiba teringat akan sikap dingin Taeyong beberapa saat lalu, pantas Taeyong bersikap kian acuh. Ia bukanlah adik kandungnya, nama Eliezer yang di sandangnya bukanlah miliknya. Tak heran mengapa ia sempat merasa cara menatap Taeyong begitu mengintimidasi, tidak seperti biasanya. Segala pikiran di otak Kun mulai terhubung satu sama lain. Mungkin inilah rahasia yang di ketahui Taeyong. Dan ini jugalah yang menjadi alasan Doyoung vakum untuk sementara waktu.
Pengacau. Mungkin itulah sebutan yang cocok untuknya sekarang. Menaruh nampan itu di atas bufet, Kun tak lagi memperdulikan pesan dari Taeyong. Terserah jika Taeyong akan memarahinya, karena mulai sekarang tak membuat masalah pun Taeyong akan tetap membencinya. Kun hanya orang asing disini. Dan Kun sangat tahu bahwa Taeyong begitu membenci orang asing yang menumpang hidup pada Eliezer. Sedangkan Kun sudah berhasil melakukannya selama berpuluh tahun. Good job. Ia tinggal menunggu ketiga kakak, tunggu mungkin sekarang jadi mantan kakaknya untuk mengusirnya dari sini secepat mungkin.
Vote & komennya gais~~😚
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...