Ibaratnya seperti kalah sebelum berperang.
Kun masih belum memahami, alur takdir yang di ciptakan Tuhan untuknya, yang begitu di penuhi kejutan juga kekalahan di sana-sini.
Terlupakan sejenak perihal kandasnya hubungan asmaranya dengan Sicheng. Kun di buat makin terpuruk dan tak berdaya, kala mendapati dirinya yang ternyata cuma sebatang kara.
Karena, menekankan batin untuk bangkit dari luka kehilangan orangtua yang belum pernah berjumpa, tidak semudah yang di kira.
Mendadak hatinya di liputi rasa penyesalan teramat dalam. Andai kebenaran ini terungkap lebih awal, pasti ia bisa punya kesempatan untuk berjumpa dan merasakan sedikit belai kasih dari mereka.
Mengingat itu, membuatnya tersenyum miris. Menertawakan dirinya sendiri, dan hidupnya yang menyedihkan.
"Apa kau tidak suka kopinya?"
Suara lirih Xiaojun, menariknya paksa dari alam lamunan.
Kun melihat mata yang menatapnya dengan khawatir. Tatapan setajam elang itu tertuju padanya.
Kun tersenyum malu, ia tersadar kalau sekarang ia sedang bersama Xiaojun di sebuah cafetaria. Bukan berada di kamarnya hingga ia bisa melamun sesuka hati.
Lantas, buru-buru ia menyunggingkan senyuman simpul. Demi menepis kekhawatiran Xiaojun padanya. "Tidak. Kopinya enak, kok."
Di beri jawaban seperti itu tak langsung membuat kekhawatiran Xiaojun mereda. Ia tetap bertanya, "sungguh? Lalu kenapa kau terlihat diam hari ini?"
Hati Kun tercubit sakit di buatnya. Dalam hati ia berpikir, rupanya Xiaojun sudah menyadari perubahan sikapnya.
"Sejak datang kemari, kau nampak diam dan... Sedikit tidak bersemangat, kau sedang ada masalah?" Lanjutnya.
Kun hanya menggeleng lemah. "Aku tidak punya masalah, aku hanya sedang tidak enak badan." Alasannya.
Bukannya tenang, jawaban itu malah memperparah keadaan. Mata Xiaojun membulat, wajahnya mendadak di penuhi raut yang tidak bisa Kun pahami.
Yang jelas itu bukanlah ekspresi bagus. Seperti terkejut, cemas dan menyesal di saat bersamaan.
Kun mengerutkan dahi melihatnya.
"Kenapa kau tidak bilang? Padahal kau bisa menolak ajakanku dan beristirahat di rumah."
Xiaojun berucap panik. Pria itu bahkan nyaris menempelkan punggung tangannya pada dahi Kun, jika tidak buru-buru Kun menepisnya.
Seraya menggenggam tangan Xiaojun yang setengah melayang, ia tersenyum. "Jangan berlebihan, Xiaojun. Ini tidak parah, mungkin aku akan demam. Kau tahu kan, belakangan ini cuaca sedang tidak bagus?"
Kun terus tersenyum. Berusaha meyakinkan, dan syukurnya setelah beberapa saat pria itu nampak percaya.
Terbukti dengan tangannya yang kembali ia tarik.
"Baiklah. Karena kau jelas akan menolak jika aku membawamu ke rumah sakit, aku akan mempersingkat waktu saja." Ucap Xiaojun.
Kun mengernyit tak memahami. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Xiaojun yang menarik selembar undangan dari balik jasnya.
Dengan gerakan yang sangat elegan, Xiaojun menyerahkan undangan itu pada Kun.
Kun menerimanya, meskipun dengan alis berkerut. "Apa ini? Undangan pernikahan?"
Senyuman manis seketika menghiasi wajah tampan Xiaojun. Dengan sekenan hatinya, ia lalu menjawab. "Oh Kun... Masih terlalu pagi untuk membahas pernikahan, aku bahkan belum melamarmu." Sebuah kedipan nakal, Xiaojun berikan pula untuk Kun.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...