20

264 47 29
                                    

Menidurkan Kun pada ranjang, Johnny merebahkan tubuh itu dengan perlahan. Tangannya kemudian terulur, mengusap jejak air mata yang membekas di pipi adiknya. Johnny mati-matian menahan sesak di dadanya, dengan perlahan ia menyingkirkan rambut yang menghalangi kening Kun lalu mengecupnya dengan lembut.

Pakaian yang di siapkan oleh Doyoung sudah tersedia apik di sampingnya, sedangkan Jaemin masih setia berdiri di sisi menunggu perintah darinya.

"Jaemin, aku tahu ini bukan tugasmu. Tapi bisakah kau ambilkan air hangat dan handuk?"

Jaemin mengangguk paham. "Tentu, apa perlu ku ambilkan obat pereda nyeri dan pusing?"

"Ah ya... Aku hampir melupakannya. Terimakasih banyak,"

Setelah Jaemin berlalu, Johnny kembali menatap Kun dengan mata yang mulai memanas. Adiknya sudah mengetahui kebenarannya. Rasa khawatir dan marah yang sempat menguasai kini tergantikan oleh rasa penyesalan yang begitu besar. Ia gagal. Membahagiakan Kun dan malah menyakitinya tanpa berperasaan. Johnny tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Kun saat ini, hingga alkohol di pilihnya untuk meredakan segala masalah. Adiknya pasti sangat frustasi sampai berani melangkah sejauh ini. Mungkinkah Kun membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi padanya jika sampai Taeyong berhasil membawa adik biologis mereka kemari?

Hati Johnny nyeri memikirkannya. Tidak. Ia tidak akan membiarkan Kun tergeser oleh siapapun. Terserah jika orang menyebut dirinya egois, tak bijak atau semacamnya. Ia terlalu lemah dan merasa tak sanggup menyakiti Kun lebih jauh. Cukuplah Kun di tampar oleh kenyataan pahit ini, ia tak ingin menambah luka tak berdarah Kun dengan meninggalkannya dan memperlakukannya seumpama barang. Ia tidak sejahat itu.

Suara langkah Jaemin yang dirasa mendekat memaksa Johnny tersadar dari lamunan. Jaemin membawakan Pesanan Johnny dengan sempurna. Semuanya tertata apik pada sebuah RÅSKOG troli berwarna merah. Kemudian di taruhnya tepat di samping Johnny.

"Apa ada lagi?" Jaemin bertanya memastikan dan gelengan Johnny menjadi jawabannya.

Johnny memaksakan diri untuk tersenyum, "Tidak untuk saat ini, aku akan memanggilmu jika membutuhkan hal lain nanti. Kau bisa pergi."

"Baiklah. Aku ada di kamarku jika kau membutuhkan sesuatu. Panggil saja aku. Aku tidak akan tidur."

"Terimakasih Jaemin. Maaf sudah merepotkanmu." Johnny memandang Jaemin, "Tidak sama sekali. Aku pergi dulu."

Johnny memandang kepergian Jaemin sekilas. Meraih air hangat di sampingnya, Johnny memulai kegiatannya untuk membersihkan tubuh Kun. Ia membuka satu kancing kemeja yang di kenakan oleh Kun. Bau alkohol menyeruak saat ia berhasil membuka seluruh kemeja yang membalut tubuh adiknya. Kemeja yang sudah basah dan kotor oleh keringat juga muntahan itu ia taruh di sebuah keranjang yang sudah di sediakan.

Mengelap tubuh itu dengan perlahan, Johnny membersihkan tubuh Kun dari segala sisa bau alkohol yang masih menempel. Usapan demi usapan ia lakukan dengan sangat telaten. Benar-benar memastikan tubuh adiknya bersih tanpa menganggu tidur lelapnya. Johnny begitu menyayangi Kun dengan segenap jiwa. Ia tak pernah berani melukai kulit sehalus sutera itu dan tak pernah rela jika ada yang berani menyentuh atau menodainya.

Terkadang ia masih merasa bagai mimpi setiap kali mengingat jika Kun sudah memiliki seorang tunangan. Padahal perjodohan itu disetujui sendiri olehnya. Secara tak sadar pula ia masih senang menganggap Kun sebagai adik kecil yang masih harus di lindungi dan di awasi. Malah ia ikut melupakan eksistensi Sicheng sebagai calon adik iparnya. Kadang ada rasa tak rela jika ia membayangkan suatu hari nanti Kun akan menikah dengan Sicheng dan memiliki kehidupan sendiri, meninggalkan dirinya yang mulai menua. Sebenarnya tak hanya Kun, kedua adiknya yang lain pun akan berlaku demikian. Taeyong dan Doyoung pun mereka akan punya kehidupan sendiri. Begitupun dengan dirinya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang