21

243 45 13
                                    

Doyoung terbangun saat merasakan sengatan pegal pada kedua kakinya. Sedikit kebingungan kala ia membuka mata, karena seingatnya semalam ia hanya duduk di pinggiran ranjang tanpa berniat untuk pergi tidur. Mendudukkan diri kemudian, Doyoung bisa mendengar suara berderak ringan pada lehernya saat ia meregangkan otot tubuhnya perlahan.

Tertidur dalam posisi setengah badan yang menggantung di ranjang, ternyata berefek buruk pada kesegaran tubuhnya di pagi hari. Ia lalu bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya agar sedikit merasa segar. Merasakan sejuknya air yang menyentuh kulitnya, Doyoung menatap pantulan wajahnya pada cermin di hadapan. Kedua mata bulatnya kini dihiasi oleh kantung mata yang cukup tebal. Akibatnya sudah jelas karena ia menangis semalaman dan kekurangan tidur.

Seketika ia kembali teringat pada keributan semalam. Setelah menyiapkan pakaian ganti yang di perintahkan oleh Johnny, ia belum melihat keadaan Kun lagi. Ia terlalu tenggelam dalam kesedihannya sendiri sampai tertidur. Doyoung lalu berjalan keluar, berniat mengunjungi dapur untuk mengisi perutnya terlebih dahulu yang berteriak kelaparan. Dengan sengaja melewati kamar Kun begitu saja yang terlihat terbuka dengan suara Johhny dan Jaemin yang terdengar saling bersahutan dari dalam. Mungkin kedua pria itu sedang menemani atau mungkin menertawakan Hangover adiknya sambil memberikan perawatan khas orang mabuk.

Meneruskan langkahnya, Doyoung hampir berbelok ke dapur tapi di tahannya saat pandangannya terhenti pada sosok Sicheng yang tengah tertidur pulas di atas sofa tanpa selimut dan hanya berbantalkan lengan, tak butuh waktu lama itu berhasil membuatnya meringis tak tega. Doyoung berjalan mendekat, seraya berpikir; sebesar itukah cinta Sicheng untuk adiknya? Sampai ia rela kelelahan dan meninggalkan semua kesibukannya demi menjamin keselamatan Kun.

Setelah berpikir demikian. Tak salah rasanya jika Doyoung merasa begitu kejam kalau suatu hari harus memisahkan ikatan keduanya. Hubungan mereka tidak sedangkal di awal, dasar hubungan karena perjodohan itu kini telah berganti dasar menjadi cinta. Adiknya dan Sicheng, mereka berhasil menumbuhkan rasa di tengah janji perjodohan keluarga yang kaku. Sekeras apapun mereka menolak, mereka tetap menurut dan menerima. Bahkan mereka malah belajar untuk saling mencintai. Dan sintingnya, saat usaha keras mereka telah berhasil takdir malah berkata kalau dalam perjodohan ini terjadi kesalahan teknis, dimana Kun bukanlah calon yang sesungguhnya.

Apa yang harus Doyoung katakan pada Sicheng nanti? Tidakkah Sicheng akan menilai mereka para Eliezer sebagai keluarga arogan? Yang bisa seenaknya memperlakukan orang tanpa memperdulikan perasaannya? Tidakkah Sicheng akan berpikir kalau keluarganya menganggap sepele perjodohan juga usaha Sicheng untuk menerima selama ini?

Doyoung rasa kalut yang semalam telah pergi, kini berbalik menghampirinya lagi. Air matanya hampir menetes lagi, saat ia merasa muak karena tak mampu menemukan titik akan akan semua bayang-bayang kemungkinan yang terangkai dalam benaknya.

Mengusap wajahnya dengan telapak tangan, Doyoung mengangkat pandangannya. Seolah sedang menatap harapan pertolongan dari Tuhan. Jika memang garis takdir sudah terlanjur tertulis dan tak bisa di ubah, izinkan Doyoung memohon dan meminta agar ia sanggup melewati semuanya. Ibarat sebesar apapun ombak yang menghantam, asalkan kapal yang mereka tumpangi tidak tumbang. Itu sudah lebih dari cukup.

Sadar sudah termenung terlalu lama, Doyoung menepuk kedua pipinya. Ia baru akan melangkah menghampiri Sicheng saat ia melihat kehadiran Jaemin yang membawa selimut juga bantal tengah menatapnya dengan dahi berkerut, "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau melamun di hadapan adik iparmu?"

Menyerbu Doyoung dengan pertanyaan tak lantas membuat Doyoung langsung menjawab. Ia malah terdiam lagi karena memperhatikan Jaemin yang begitu telaten menyampirkan bantal pada kepala Sicheng, lalu kemudian menyelimutinya.

Sadar jika Doyoung sedang memperhatikannya. Jaemin berkata kemudian, "Kalau kau bertanya kenapa, itu karena aku tidak mau calon adik iparmu mengeluhkan sakit pada tengkuknya dan pegal-pegal pada tubuhnya. Aku sudah cukup repot mengurus adikmu yang mabuk parah dan tak ingin makin bertambah sibuk jika harus mengurus tunangannya juga." Mengatakannya dengan wajah datar Jaemin tak peduli jika Doyoung menganggapnya tak sopan.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang