44

240 37 36
                                    

Tak berbeda jauh dengan yang terjadi di kastil agung keluarga Eliezer.

Euforia kemenangan pun, tengah membuncah dengan dahsyatnya di sebuah gedung pencakar langit di lantai 99.

Lihatlah. Dua tatapan merendahkan dari dua Dominic bersaudara.

Begitu kaku dan penuh kekejaman.

Lucas Dominic masih berusaha meredakan tawanya. Dengan bantuan tekanan kedua tangan pada perutnya, ia menahan gejolak bahagia yang terus datang.

Xiaojun menggeleng dengan air mata berlinang pada kedua matanya. Sama-sama terlena dalam kebahagiaan. Setelah tadi ia keheranan setengah mati karena tiba-tiba mendapatkan kunjungan dari Lucas.

Selain karena tidak terbiasa di kunjungi langsung di kantornya, ia lebih heran pada kondisi Lucas yang datang dengan kedua tangan yang merentang, siap memberinya pelukan. Oh ya, jangan lupakan juga senyumannya yang merekah. Dengan sebuah dokumen pada tangannya.

Xiaojun tak pernah mengira, bahwa dokumen yang di bawa Lucas adalah dokumen yang berisikan kontrak sah dengan Eliezer Company.

"Aku sungguh tidak menyangka, kau bisa mengalahkan mereka." Xiaojun menjeda sesaat, "haruskah ku ucapkan selamat?"

Lucas mengangguk. "Tentunya, kakakmu ini baru saja menggapai pencapaian terbesarnya. Kau tahu ayah saja tidak menyangka Eliezer akan bergabung dalam aliansi bersama kita." Ia lalu tersenyum miring, "seperti padamu. Aku kembali membuatnya menganga akan prestasiku."

Kembali mendapatkan kendali atas dirinya. Xiaojun tersadar, dan sejurus kemudian senyumnya kembali ia telan.

Senyum miris yang kini ia tunjukkan. "Kau masih di penuhi ambisi rupanya."

Lucas mendengarnya tapi ia memilih untuk mengabaikan tatapan kecewa itu. Ia malah terfokus pada meja marmer di hadapannya. Jemarinya, ia ketukan disana.

"Ini bukan ambisi. Ini bukti kebahagiaanku. Tak ada yang lebih membahagiakan selain mendapatkan peluang besar di tengah sulitnya pertarungan. Lalu kau," Lucas mengangkat pandangannya, "keluar sebagai pemenangnya."

Xiaojun bersikap dingin. Ia tak pernah suka membalas kalimat ambisi kakaknya. Karena yang berbicara dengannya kini bukanlah Lucas. Tapi Lucas Dominic si penguasa yang haus kekuasaan.

"Dimana kau menyembunyikan dirimu yang sesungguhnya?"

Persetan jika Lucas akan memukul atau bahkan membunuhnya. Karena sumpah. Xiaojun hanya merindukan sosok kakaknya yang dulu. Yang belum ternodai oleh busuknya perebutan kekuasaan.

Tatapan mata Lucas menajam. Nyaris menyerupai tatapan hewan buas yang haus akan darah. "Kau berjalan terlalu jauh, Luke. Aku tahu bukan ini kebahagiaanmu. Aku tahu... Semua ini... Kesempurnaan ini... Bukanlah yang kau inginkan."

Xiaojun terbata. Dorongan rasa bersalah yang naik dari dasar hatinya bagai mencekik pernapasannya.

"Aku tahu siapa kau." Ia menundukkan kepalanya. "Kumohon padamu. Untuk sekali saja pikirkan tentang kebahagiaanmu sendiri. Yang seutuhnya hatimu inginkan.  Aku akan bersedia membantumu menghadapi kemurkaan ayah. Asal kau mau kembali melihat keinginan hati kecilmu. Untuk sekali ini saja, Luke."

Ada setitik rasa sentimental setiap kali Xiaojun mengangkat topik emosional ini. Tatapan penuh luka akan penyesalan itu selalu mengingatkan Lucas pada kepingan memori dirinya di masa lalu. Jujur, semuanya sudah berjalan sejauh ini. Tidak ada gunanya menyesali terus menerus. Lucas tidak suka melihat Xiaojun menyalahkan dirinya sendiri.

"Aku yang dulu sudah hilang entah kemana." Suaranya sangat lirih, "aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengingat semua impian lampau itu. Aku sudah lupa. Karena sungguh inilah kebahagiaanku sekarang. Terlepas dari kesalahan yang kau buat dulu, titik kebahagiaan yang sanggup membuat hatiku membuncah hanya kepuasaan dunia. Dunia yang sempurna. Seperti yang aku dengar selama ini."

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang