57

189 37 22
                                    

Di hari-hari berikutnya, semua kembali berjalan lancar.

Setidaknya, itulah yang tampak di permukaan.

Seolah semua ketegangan dan keributan sudah sirna mereda.

Padahal jangankan untuk mereda. Sampai saat ini pun, ketika purnama sudah berlalu beberapa kali, konflik pelik ini malah diselimuti perang dingin.

Contohnya, seperti Johnny yang masih bersikukuh dengan sikap dinginnya. Belum luluh jua hatinya, untuk menganggap kehadiran adik kandungnya—Ten—yang sudah bersama seatap dengannya selama hampir setengah tahun.

Ia masih betah mengacuhkan kehadiran mantan barista itu, dan lebih menyibukkan diri dengan rutinitas pekerjaannya sebagaimana yang dilakukan Sicheng yang mana, menjadi penyebab utama penundaan pernikahannya dengan Ten.

Ya.

Pria itu sedikit menjengkelkan belakangan ini. Tepatnya setelah rencana pernikahan dideklarasikan oleh kedua keluarga. Mulai saat itu, Sicheng berubah menjadi maniak pekerjaan yang gila dengan pertemuan dan pergerakan saham.

Dan perubahannya membawa dampak buruk setengah aib. Karena dengan sangat terpaksa, semua persiapan yang hampir rampung itu harus kembali dibatalkan.

Sicheng Alexander benar-benar berubah. Seratus delapan puluh derajat.

Semua orang—terkecuali Johnny, Doyoung, dan Jaemin—jelas dibuat pusing dengan ini. Apalagi Taeyong. Sebagai penggerak utama, ia seperti menjadi orang yang paling terkena imbas setelah Ten tentunya.

Karena semenjak Sicheng menangguhkan pernikahan ini, tak ada kata yang lebih baik lagi selain kata kehancuran yang selalu terlukis di mata Ten.

Hingga ia memilih menyibukkan dirinya untuk membantu Taeyong di butiknya.

Selagi menunggu sang prianya memberi kepastian. Selagi menunggu Johnny dan Doyoung mengindahkan kehadirannya.

Mirisnya, Ten tidak tahu bahwa Johnny bersama sikap ketidakpeduliannya merupakan kesatuan yang menyulitkan untuk di runtuhkan.

"Jaemin, apa menurutmu pilihanku tidak salah?"

Dengan kerutan pada dahi, Johnny bertanya lirih. Di tangannya telah tergenggam sebotol wine bernama Cheval Blanc 1947.

Di sampingnya Jaemin menggeleng jengkel. Seratus persen muak dengan pertanyaan tak bermutu dari Johnny yang telah pria itu ajukan berkali-kali dari sejak mereka baru memasuki acara lelang, sampai mereka menyelesaikan acara tersebut dan berakhir dimakan malam, pria itu tetap berkutat dengan keraguannya memilihkan anggur yang tepat untuk sang musuh bebuyutan Lucas Dominic.

Jaemin meneguk Chardonnay-nya sedikit. Rasa gurih dari lemak ikan di mulutnya terasa lezat saat berpadu dengan rasa anggur putih itu.

"Tolong diingat, kita sedang membicarakan Cheval Blanc yang terkenal. Sepatutnya kau tidak perlu meragukan kualitasnya. Itu anggur premium ngomong-ngomong. Tercatat menjadi salah satu anggur terbaik di kota Bordeaux, dengan standar kualitas A dalam penghargaan Wine Classification of Saint Emilion. Kalau untuk orang sekelas Lucas Dominic, wine ini merupakan pilihan yang tepat."

Jaemin mulai menikmati hidangan penutupnya. Sebuah menu berbahan dasar coklat didampingi segelas port wine yang sungguh menyajikan harmonisasi rasa yang sempurna.

Ia lalu berkata lagi, "kau tak usah khawatir, ku jamin Lucas pasti menyukainya. Aku menjamin itu. Kau tahu bukan, aku sangat hafal kualitas-kualitas dari yang namanya anggur dan kopi."

Mengangguk. Johnny menyetujui dalih bijak seorang Jaemin. Memang, pengetahuan si koki muda mengenai dunia minuman keras sudah tidak perlu diragukan lagi.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang