67

196 30 27
                                    

Dalam beberapa masa purnama yang tak terasa, tahu-tahu pesta yang diagendakan sejak jauh hari di cafetaria itu kini sudah di depan mata.

Rencananya nanti malam Kun akan pergi. Lengkap dengan sepaket penjemputan romantis dari sang pangeran, juga segudang persiapan yang tentunya tidak main-main.

Pengalaman pertama memanglah selalu memberikan kesan yang menegangkan. Ini adalah pesta yang unik. Bukan berbalut busana kaku khas jamuan rekan bisnis. Tidak panas seperti pesta pantai, tidak juga klasik seperti pesta dansa bertopeng.

Di mata Kun yang sejak kecil sudah sangat terbiasa—dan muak—dengan segala hal berbau pesta, tentunya sudah tidak kaku lagi. Sungguh ia sudah lihai.

Tapi jenis pesta kali ini sungguh berada di batas santai dan liar. Sangatlah sulit mendeskripsikannya. Yang jelas seharian penuh tadi Kun dibuat panik dan serba-salah.

Ia hanya punya beberapa atasan yang cukup tipis tapi tidak terbuka. Tapi, meskipun terlihat sederhana dan klasik, Kun yakin si pangeran penggoda akan tergoda ketika melihat bentuk tubuhnya yang tergambar samar.

Dan biasanya, di saat-saat menegangkan seperti ini, ia selalu memiliki Doyoung di sampingnya sebagai stylish profesional dadakan untuk mengarahkannya pada hasil yang memukau.

Tapi hari ini, Kun ingin mengumpat. Seharian penuh ia terjebak dalam kesibukan serta kebimbangan. Sedikitpun, Doyoung belum membantunya.

Batang hidungnya pun, bahkan belum terlihat.

Tapi saat langit siang mulai berganti melukis sore, manusia berjuluk kelinci liar itu sudah berdiri bangga di ambang pintunya.

"Kurasa ada yang butuh bantuanku," Doyoung menghampiri Kun lalu mengedipkan sebelah matanya, "tidak usah khawatir adikku. Semua akan baik-baik saja, dan aku akan membantumu mendapatkan sang pangeran. Jam berapa dia akan menjemput?"

Bertingkah selayaknya piawai cinta, sambil menggandeng Kun, Doyoung melangkah masuk menuju ranjang untuk melihat seluruh tumpukan koleksi terpanas milik sang adik, dibuntuti Jeffrey di belakangnya.

"Jam tujuh, dan sejauh ini aku belum selesai," ucapnya mengeluh pasrah.

Mereka bertiga berdiri berdampingan. Dan terkhusus untuk Jeffrey, pria itu menatap takjub pada macam-macam model pakaian itu.

Ia tampak tertarik pada sebuah kemeja tipis berwarna hitam yang tergerai indah di samping koleksi aksesorisnya.

Disentuhnya kemeja itu, sebelum mengangkatnya kedalam kukungan kedua tangan.

"Apa ini koleksi musiman Raiden Núñes?"

Doyoung menertawakan pertanyaan Jeffrey, seringainya muncul tanpa tahu tempat.

"Pengetahuan fashionmu ternyata belum setinggi yang aku kira. Itu salah satu koleksi musim panas dari rumah mode Franklin Gevali. Dan Kun mendapatkannya dariku, sebagai kenang-kenangan dari mini konserku di Perancis."

"Iya kan, adikku?" Pemaksaan pengakuan itu memaksa Kun untuk mengangguk, "ya... dan Johnny memarahimu karena memaksaku memakainya di hari Natal."

Jeffrey mendengus. "Oh... kau cukup sinting rupanya,"

Tapi Doyoung tetap tersenyum. Seakan bangga pada diri sendiri. "Dan kalian harus berterimakasih padaku, karena sekarang semua koleksi sinting ini telah menemui medan tempurnya. Jangan kau pikir karena ini bukan jamuan bisnis, kau bisa bergaya sesuka hati. Kau harus santai, mewah, tapi menggoda secara keseluruhan," Doyoung memulai petuahnya.

Dan secercah ilmu itu mengundang tatapan intens Jeffrey padanya, "kau kelihatan memukau, tapi kenapa sepertinya kau tidak ingin pergi?"

Sumpah. Pertanyaan itu murni dari perasaannya sebagai pria pemburu kenikmatan yang mendapati raut tak nyaman dari sebuah sorot mata.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang