4

404 64 55
                                    

Taeyong termenung sendiri. Dalam temaram, ia memainkan segelas whiskey di tangan tanpa berniat sedikitpun untuk meminumnya.

Seluruh anggota rumah sedang pergi. Para pelayan yang setiap hari menyiapkan keperluan mereka sengaja Taeyong perintah untuk berbelanja, sedang Johnny ia tentu sibuk mengurusi kedua adiknya yang masih menjalani inap di rumah sakit.

Untuk hari ini saja ia tidak ikut membantu Johnny. Jangankan untuk membantu, pekerjaan dirinya saja ia abaikan.

Taeyong terlalu pusing dengan masalah pelik yang menimpa keluarganya. Masalah yang datang setelah kecelakaan itu seperti tak kunjung reda. Terus datang menghajar keluarganya dari berbagai arah.

Ia memijat pelipisnya. Merasakan nyeri yang tak kunjung reda dalam hitungan hari. Atau mungkin hari ini nyerinya makin bertambah.

Ponsel yang ia taruh begitu saja nampak berkelip menampilkan nama -Johnny- di layarnya. Itu adalah panggilan ke sepuluh terhitung sejak dua jam yang lalu saat Taeyong memasuki ruang penyimpanan wine milik keluarganya.

Meskipun salah satu pesan disana menampilkan kabar bahagia tentang Kun yang sudah sadar dan berhasil melewati masa kritis, nyatanya kebahagiaan itu tak betul-betul sampai ke hatinya.

Apa yang Taeyong dengar beberapa hari silam berhasil menyita seluruh perhatiannya. Sebuah berita besar yang seumur hidup tak pernah ia bayangkan akan terjadi pada keluarganya.

Itu adalah sebuah kesalahan paling fatal yang akan berefek luar biasa pada keluarganya.
Dan yang paling membuatnya jengkel adalah; kenapa semuanya baru terungkap sekarang di saat kedua orang tuanya telah tiada, padahal mereka tengah menikmati hidup damai mereka.

Ini adalah rekor terburuk baginya. Menyiapkan mental juga perkataan yang tepat untuk menyampaikan semuanya pada Johnny juga Doyoung.

Bagaimana caranya ia menyampaikan bahwa Kun bukanlah adik biologis mereka tanpa melalui pertengkaran sengit.

Ia tahu ini takkan semudah membalik telapak tangan. Ini hal tersulit selama masa hidupnya.

Meneguk habis whiskey miliknya, ia memutar otak untuk mendapatkan akal. Usaha keras temannya untuk mengungkapkan teka-teki ini tidak bisa di anggap remeh. Ia tidak boleh menyia-nyiakan informasi yang sudah di dapat.

Separah apapun nanti, kenyataan tetaplah kenyataan. Ini tentang masalah keluarganya, di luar sana ada adik kandungnya yang mungkin saja tidak mendapat kehidupan layak sepertinya.

Silsilah keluarga Eliezer tidak boleh di isi orang lain. Apapun yang akan terjadi, bagi Taeyong kemurnian darah Eliezer akan selalu menjadi junjungan utama.

.

.

.

.

.

.
     

Sicheng tersenyum senang saat kedua mata itu perlahan terbuka lalu menatapnya untuk pertama kali.

Meski belum sepenuhnya merasakan cinta, ia tak mau munafik untuk mengakui kalau saat ini di dalam lubuk hati ada sentuhan bahagia yang lembut.

Samar tapi Sicheng nyaman di buatnya.

Mengelus rambutnya untuk pertama kali, sebuah desiran asing Sicheng rasakan saat kulitnya bersentuhan dengan halus helaiannya.

Tak dapat di pungkiri, ia merasa jantungnya berdegup juga.

Kun menatapnya teduh, masih dengan bantuan oksigen tambahan untuk bernafas senyumannya tetap terlihat manis di mata Sicheng.

Satu poin yang membuatnya suka saat pertama kali bertemu Kun di acara perjodohan beberapa bulan lalu.

Mengesampingkan jantungnya yang berdegup kuat. Ia memilih maju mendekati Kun lalu bertanya. "Bagaimana keadaanmu? Masih ada yang terasa sakit?"

Dan gelengan lemah menjadi jawabannya. Meski belum sanggup bicara, Sicheng tahu kondisi Kun sudah lebih baik di banding sebelumnya.

Melirik ke luar ruangan, disana ada Johnny juga Doyoung yang sedang melambai pada mereka.

Doyoung tersenyum hangat, dari sini dapat Sicheng lihat ada derai air mata yang mengaliri wajah Doyoung. Pasti Doyoung lega sekali, itu pikir Sicheng.

Melirik pada Johnny, ia mengacungkan jempol pada Sicheng, dengan senyuman apik yang menghiasi wajah. Sicheng tentunya membalas keduanya dengan senyuman yang tak kalah cerah.

Mengenal keluarga Eliezer dalam beberapa bulan terakhir ini, ternyata cukup menyenangkan. Walau Sicheng semula merasa ragu dan hampir menolak di jodohkan dengan Kun, tapi seiring waktu berjalan dan setelah belajar membiasakan diri nyatanya ia merasa nyaman.

Bergabung dan mengenal para Eliezer yang lain memberi kesan tersendiri untuknya. Johnny memiliki pribadi yang bertanggung jawab cocok di jadikan panutan, Taeyong memiliki sifat perfeksionis dan Sicheng cukup terkagum padanya, sedang Doyoung ia punya sifat hangat dan berani walau terkadang mulutnya sedikit pedas, dan terakhir si bungsu Kun dia sedikit kontras di mata Sicheng. Sifat lembutnya bagaikan penyegar untuk Eliezer yang hampir mirip kerajaan api. Panas dan kejam.

Jika saja calonnya bukan orang selembut Kun, sudah di pastikan Sicheng akan melarikan diri dan memilih kabur demi menghindari perjodohan gila ini.

Jika di pikir pada waktu dulu, ia mengenal keluarga Eliezer sebagai keluarga keras yang kaku. Kun bisa jadikan sebagai bukti ‘kerasnya’ tatakrama Eliezer, dia begitu terarah, sopan santun, juga bisa melakukan segala hal. Suatu definisi kesempurnaan yang nyata. Dan Sicheng selalu merinding jika membayangkan memiliki keluarga seperti itu. Tapi gilanya, ia malah terjebak dalam sebuah perjanjian kuno tentang perjodohan keluarga yang di sepakati oleh mendiang kakek mereka dulu.

Alexander dan Eliezer.

Mereka adalah sahabat lama yang selalu berpegang teguh pada janji. Sebagai salah satu keturunan Alexander, memegang teguh pada janji adalah prinsip utama dalam hidup, terlebih jika ia seorang pria. Dan Sicheng sudah di ajarkan sejak kecil.

Saat di beri tahu, jelas Sicheng menolak tapi demi nama baik keluarga juga dirinya Sicheng akhirinya menurut. Ia pergi bersama ayahnya untuk menemui keluarga Eliezer. Yang syukurnya diterima dengan baik oleh Johnny.

Sempat terheran karena tak menemukan ‘calon mertua’ ia kemudian paham saat ayahnya memberitahu bahwa orang tua Kun sudah lama meninggal.

Sebersit rasa kasihan menyeruak. Mengingat bagaimana sulitnya menjadi Kun. Hidup di tengah keluarga pecinta kesempurnaan tanpa dukungan lembut seorang ibu. Dan sintingnya, Kun tetap bisa tersenyum manis setiap saat.

Tak ada lagi alasan untuk menolak. Jika cinta belum datang, maka Sicheng akan mencarinya. Mulai saat itu ia mendeklarasikan diri akan menepati janjinya sebagai seorang pria. Ia akan membahagiakan Kun. Si bungsu Eliezer yang sudah terikat janji dengannya.

Jika Kun saja sanggup mencintainya tanpa syarat. Maka Sicheng pun akan berlaku sama.

Sicheng akan belajar mencintai Kun dengan segenap jiwa dan raga.






















Maaf ya kalo kata-katanya suka gak nyambung dan di ulang-ulang :'( kosa kata ku masih dikit dan belum apik, jadi mohon maaf kalo maksud nya kurang tersampaikan atau kurang nyaman di baca.
Ini adalah sedikit hasil dari usaha saya yang masih amatiran.

Terimakasih. Vote Dan komen selalu di tunggu ❤

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang