Ada nuansa yang berbeda pada pagi hari ini. Ketika Yuta membuka mata, awan mendung yang menggantungkan muram di langit menyambutnya pertama kali. Ucapan selamat pagi bernada kesedihan. Sesuai dengan suasana hatinya pagi ini.
Pelan ia menarik nafas. Tiupan angin dingin dari pendingin ruangan menyentuh kulit di area dadanya yang terbuka. Ada rasa dingin yang tak dapat Yuta pahami. Ia lalu bangun, memijat sedikit pelipisnya.
Menatap pada arah depan, di mana jam menunjukkan pukul sembilan. Harusnya ia sudah bersiap-siap pergi bekerja. Tapi, mendung pada awan seirama pula dengan hatinya. Enggan ketika ia membayangkan harus bersitatap dengan sepasang mata yang telah berulang kali ia buat menangis.
Taeyong Eliezer masih membayanginya. Sangat membayanginya. Bahkan saat ia sedang bercinta semalam pun, wajah pilunya terus berputar di kepala. Membuat Yuta kalut dan gelisah tak karuan.
Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sudah bukan rahasia lama jika seorang Yuta Nakamoto lebih senang menghabiskan malam kacaunya dengan mencumbui wanita koleksinya. Dengan pengharapan ada resah yang bisa hilang.
Namun, kali ini semuanya berbanding terbalik. Resah di hati tetap tak mau pergi, walau peluh dan desahan telah ia bagi semalam. Kepenatan hati, tak jua pergi dari jiwanya. Ia kacau tanpa alasan khusus yang mendasari.
Ia bimbang pada perasaannya sendiri. Kepada seseorang bernama Taeyong Eliezer, yang berhasil mengacaukan pikirannya.
***
Gelisah coba ia telan. Memaksakan ketenangan dalam jiwa yang risau. Kopi menjadi pilihan. Ditambah dengan nikotin yang diharapkan bisa meringankan sedikit beban.
Secangkir kopi telah tersaji. Harumnya seakan membisik kalau semua akan baik-baik saja. Dicicipi sedikit. Pahit seperti biasa. Lalu, ia amati lagi awan di langit. Berjalan mendekat ke dinding kaca memperhatikan mendung yang semakin meningkat.
Gerimis ternyata mulai turun. Menyelimuti kota sibuk dengan kelabu yang memeluk lembut. Yuta menatapnya dalam sendu. Ada hal yang terasa kurang. Entah apa itu, ia tak tahu. Menyentuh sedikit pada dadanya. Degup jantung belum terasa tenang sejak ia membuka mata.
Berjalan sedikit menjauh dari awan. Didekatinya sofa, untuk kemudian duduk di sana. Diperhatikannya seluruh penjuru ruang, tak ada yang berbeda. Semuanya tetap sama. Tapi entah mengapa ia merasa sendirian dan kesepian.
Tiba-tiba saja ada gelenyar rasa takut kehilangan. Kesedihan yang menyentuh hatinya dengan halus dan samar.
Sungguh, ia tak tak pernah merasakan ini sebelumnya.
Kegelisahan ini, tak memberinya firasat baik.
***
Satu jam ia lalui dalam diam. Merenungkan sendiri apa yang sudah terjadi belakangan ini. Segala masalah bertubi-tubi. Juga kerumitan perasaannya yang tak berakhir. Membuatnya tersadar, ia salah mengambil keputusan.
Diam dan bungkam. Nyatanya tak menyelesaikan masalah cintanya. Bukannya hilang perlahan-lahan seperti yang diharapkan, perasaan cinta atasannya kian berubah ganas seiring ia yang semakin giat menolak dengan perbuatan hina.
Haruskah maaf ia ucapkan nanti? Saat mereka bertemu, lalu bersama-sama merundingkan titik awal, di mana hubungan baik bisa diciptakan ulang?
Renungan berat untuk memulai hari. Ia menarik nafas lagi. Lelah pada kebimbangan diri sendiri.
Kopi yang seharusnya terasa nikmat, tak lagi membuatnya berselera. Diacuhkannya cairan hitam itu, selagi tangannya meraih remote, menyalakan televisi untuk menemaninya melawan sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...