83

138 25 47
                                    

Kekhawatirannya kini berpusat pada satu hal. Keraguan adalah hal yang paling ia takuti menyambangi batin sang pujaan hati.

Padahal sesungguhnya, cinta miliknya tak bersyaratkan kesempurnaan. Padahal sesungguhnya, rasanya tak berpengaruh terhadap apapun. Padahal sesungguhnya, ia hanya berpegang pada kesungguhan di dasar hati.

Tapi mengapa Kun justru berbalik meragukannya?

"Dia belum mau turun. Alasan klise tidak enak badan. Aku tidak percaya, tapi kau tahu sendiri bagaimana kerasnya adikku kalau sedang terpuruk."

Kalimat Doyoung terasa menampar jiwa pelindungnya. Seakan gagal dirinya untuk meyakinkan dan membangkitkan jiwa sang pujaan untuk kembali yakin menatap pada rasa cintanya.

"Boleh aku menunggu?"

Melupakan fakta bahwa sang calon kakak ipar adalah penggemar garis kerasnya. Lucas tak menyadari putaran bola mata Doyoung yang teramat jengah padanya.

"Anggap saja gubuk ini sebagai rumahmu, Pangeran. Kami punya koki andalan jika kau ingin mencicipi anggur, selagi hamba memanggil Cinderella agar segera turun menemui anda. Sudah ya, aku mau memaksa adikku lagi."

Lucas tersenyum simpul menatap kepergian Doyoung dalam ocehan yang tak terputus.

"Dasar tidak tahu diuntung. Sudah bagus dapat pangeran sejati. Aku yang hanya dapat rakyat jelata saja hampir menangis iri. Dan dia malah seenaknya mengurung diri karena alasan rendah diri. Menyebalkan." Hentakan dalam langkahnya jelas menunjukkan kejengkelan melebihi ambang batas.

Sesaat, bunyi pintu yang diketuk dengan brutal membuat Lucas meringis ngeri. Teriakan menggelar jadi adegan selanjutnya.

"HEY, KUN! CEPAT KELUAR ATAU AKU DOBRAK PINTUMU!"

***

Ketika Kun terbangun, bulan telah berada di atas peraduan langit. Memasuki jam tengah malam, Kun meringkuk menahan gejolak di perutnya.

Lapar memaksanya untuk terjaga. Melirik ke sekitar, Kun melangkah lesu menuruni tangga menuju dapur.

Tak lagi takut dengan amukan sang kakak ketiga sebab ia telah absen untuk pergi kencan. Bebas rasanya, karena setidaknya ia sudah berhasil menghindari Lucas untuk hari ini. Meski jelas pria itu tak memiliki salah dan dosa apapun, pikirannya yang terlalu kacau memikirkan ketidakpantasan diri, membuat hati enggan untuk bertemu.

Padahal, Lucas masih setia menunggunya.

Tertatih dalam hati yang tersentuh, Kun membeku kala mata menyaksikan bagaimana tubuh tegap itu terlelap sendirian ditemani angin malam yang dingin.

Refleksi hati menghampiri sang terkasih. Terulur tangan untuk menyentuh wajah tenangnya, tapi selalu sang penggoda lebih cepat menyadari keberadaannya. Sebesar itulah keinginan untuk bertemu? Padahal semilir angin sejatinya mampu menyamarkan harum tubuhnya yang lembut.

"Aku tahu kau pasti akan turun," kelakar ringannya mengabaikan segenap lelah dalam raga.

Didudukan tubuhnya, menghadap pada sang cinta. Tak peduli meski matanya perih menahan silau, melihat sang tercinta ketika membuka mata terasa sangat indah baginya.

"Maaf saja, aku lebih suka menunggumu daripada pulang tanpa melihatmu."

Wajah lelah menampilkan senyuman lembut. Berhiaskan kasih dan sayang, Kun mendapati cintanya berangsur meningkat. Tak pernah ia kira pula, Tuhan akan menghadirkan ketulusan cinta tak bersyarat seindah ini.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang