59

218 33 60
                                    

Masih terlalu pagi untuk memulai perdebatan.

Kun bahkan baru memulai persiapannya untuk tidur kembali setelah tadi ia sukses melewati acara sarapan bersama yang menyesakkan sebab ada Taeyong dan Ten, juga Sicheng di sana.

Kiranya tak perlulah Kun menjelaskan bagaimana mencekamnya suasana di meja makan tadi.

Tapi tampaknya, Doyoung sedang dalam mode tak mau memedulikan kondisi siapapun.

Karena dengan beringasnya, ia memasuki zona nyaman Kun dan bersiap mengeluarkan serangannya. Tanpa mau repot memikirkan keterkejutan adiknya yang belum hilang sepersen pun.

Doyoung yang sedang berkacak pinggang di hadapannya, seolah menjadi pertanda bahwa perdebatan dan pemaksaan akan segera dilayangkan.

"Adikku. Aku membutuhkanmu untuk menjelaskan apa artinya perkataan mantanmu tadi. Apa maksud perkataannya yang menyebut bahwa kau adalah berkat dan sebab ia pergi untuk fitting tak berguna itu? Kun. Aku membutuhkan jawabanmu sekarang."

Doyoung menarik bibirnya menjadi satu garis lurus. Jelas memperlihatkan bahwa ia murka dan marah karena informasi yang didengarnya.

Kun sendiri yang tak mempunyai pilihan lain—untuk mengelak misalnya—hanya bisa berpasrah diri dalam balutan selimut yang membungkus tubuh.

Dengan mata terpejam Kun menjawab lesu. "Yang dikatakan Sicheng memang benar. Memang aku yang memintanya untuk menyelesaikan fitting nya yang tertunda. Tak usah terkejut," Kun mengibaskan tangannya, "aku sengaja melakukannya tanpa dorongan dari siapapun."

Omong kosong dengan ciuman gila itu. Doyoung tak perlu dan tak boleh mengetahuinya. Kun tidak ingin membahasnya lagi. Bahkan kalau bisa Kun ingin menghapusnya dari ingatan.

Rasa dan sensasi permainan lihai Sicheng di bibirnya, merupakan hal tersulit untuk dienyahkan dari memorinya.

Dan Kun benci itu.

Terkenang dalam ingatan ciuman memabukkan bersama seseorang yang tak bisa dimiliki, itu sangat menyakitkan.

"Kau pikir aku percaya ucapanmu? Aku sudah tahu seperti apa dirimu dengan sejuta kenaifanmu. Jangan pikir aku tidak mengetahui semuanya, Jaemin telah melaporkan semua kenakalanmu padaku."

Kun menengadah ketika nama Jaemin disebutkan. Mata lelahnya seketika terbuka. Lebar.

"Segelas kopi dengan ucapan terimakasih juga percakapan pribadi di beranda saat kau mau pergi ke Ellesa. Apa kau masih mau mengelak bahwa tak ada seorangpun yang mendorongmu melakukan semua kegilaan ini? Dimana kau taruh hatimu yang hancur itu Kun? Kenapa kau malah menolong Ten? Apa keuntungannya untukmu? Aku benar-benar tak habis pikir denganmu."

Kun diam. Tertunduk. Seluruh kebusukannya baru saja dilantangkan.

"Ku jamin, Johnny takkan senang jika mendengar ini. Kau baru saja membantu Ten untuk mendapatkan Sicheng. Pintar. Ini bunuh diri terbaik sepanjang masa."

Doyoung menunjuk wajah Kun. "Kau mau beralasan apa lagi, adik kecil?"

Takut-takut Kun melirik pada Doyoung. "Maaf. Aku hanya tak tega padanya. Aku berpikir, bagaimana kalau aku berada di posisinya."

Tersenyum miring, "ya, dan sedikit tambahan informasi kalau nyatanya posisimu sudah direbut olehnya. Tak ada alasan lain lagi. Kali ini aku benar-benar mengutuk kebodohanmu."

Kun menunduk. Baru saja tervonis bersalah.

"Maaf."

Kun bangkit masih dengan selimut yang menutupi tubuh, kemudian Doyoung ikut duduk di sampingnya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang