39

224 42 29
                                    

Setengah dari perjalanan telah Kun habiskan untuk mencapai hutan Pinus yang di inginkan.

Sengaja mengambil jalan memutar, untuk memperlambat waktunya sampai, supaya ia bisa lebih lama menikmati waktu sendirinya, agar Johnny tidak bisa menemukan jejaknya dengan mudah.

Ia memutari hutan lalu berbelok menuju satu jalur kecil, untuk memasuki hutan Pinus.

Melirik pada arah di belakang, atap tinggi rumahnya sudah tidak terlihat lagi. Sempurna tertutup tingginya pepohonan, juga jarak yang kian menjauh.

Ratusan pohon pinus yang mengelilinginya, memberinya fantasi seolah tengah menyembunyikannya dari orang-orang pemburu ego itu.

Kun tak lagi memacu Regal untuk lebih cepat, mempersilahkan kuda putih itu untuk berjalan santai sesuai keinginannya.

Dari semua yang ia lihat, tak ada hal lain selain jajaran pohon Pinus yang saling bersaing menghalangi sinar matahari untuk masuk menghangatkan hutan.

Pikirannya melayang.

Ia sungguh menyedihkan. Berkuda sendirian, menembus hutan karena masalah sepele sekelas patah hati. Ia bahkan tidak ingat untuk menggunakan mantel ataupun baju hangat lainnya untuk melindungi tubuh.

Otak tertekannya tak menyadari bahwa cuaca sedang dalam fase terburuknya. Hujan bisa saja turun tiba-tiba. Bahkan tadi pun, gerimis sudah turun untuk memperingatkan.

Tapi Kun tetaplah Kun. Yang sedang berada pada titik terlemahnya.

Hingga lagi-lagi kekalutan berhasil menariknya kedalam dari situasi sulit yang lain; Dimana dirinya terkejut, kala menyadari bahwa hamparan padang gandum bukanlah tujuan perjalanannya.

Kun menarik tali kendali Regal. Mengisyaratkannya untuk berhenti berjalan sejenak, demi menyadari situasi yang terjadi.

Memutar otak dan memori ingatannya tentang si hutan pinus, seingat Kun batas terakhir kawasan hutan adalah sebuah gubuk petani tempat biasanya para putera Eliezer beristirahat sehabis berkuda.

Dan rasanya, selama perjalanan tadi, ia tidak melewati ataupun melihat gubuk tua yang di ceritakan itu.

Mungkinkah ia melewatinya karena tadi ia mengambil jalan memutar?

Jika memang begitu. Tolong izinkan ia untuk menangis sekarang juga.

Karena bagaimanapun ia ingin mencari tempat untuk menyendiri, Kun tidak pernah berniat ataupun merencanakan tersesat bersama seekor kuda dengan awan mendung yang siap mengguyurkan hujan kapanpun.

Lupakan fakta soal langit yang mulai menggelap karena faktor senja juga cuaca. Kun lebih menajamkan penglihatannya pada padang gandum tak berujung yang terlihat asing ini.

Demi Tuhan. Kun panik bukan main.

Sambil terus berusaha mengendalikan Regal agar tidak berlari lagi, ia terus memandang hamparan gandum yang mengelilinginya tanpa ada hal lain. Kecuali satu titik kecil berwarna hitam yang terlihat samar dan berkunang-kunang di matanya yang minus. Yang kadang menghilang lagi, karena terhalang tetes hujan juga silauan senja.

Shit!

Untuk pertama kalinya, ia mengumpat.

Karena demi Tuhan—lagi—ia tidak pernah mengalami kesialan bertubi semacam ini seumur hidupnya.

Bersama tetes hujan yang kian deras, ia kembali mengingat kenangan yang terasa segar dalam hatinya. Tentang bahagia hidupnya dahulu, dengan gelimang harta juga kasih sayang yang tumpah ruah, ia nyaris merasa bagai hidup dalam dunia mimpi.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang