Lucas selalu bersyukur.
Diberikan asisten hebat dan cerdas juga pandai dalam hal pemilihan hotel dan fasilitas.
Sekarang, ia sudah berada di London. Pendaratan mulus di tengah malam, dan ia berhasil tidur nyenyak setelah sebelumnya menelpon Kun untuk mendengar suaranya yang seperti alunan simfoni pengantar tidur.
Ini pagi yang cerah di kota yang menakjubkan. London memang juara keindahannya.
Secangkir teh telah dihabiskan. Urusan bisnis berjalan sesuai rencana. Menunggu hasil sembari jalan-jalan sepertinya bukan ide yang menyeramkan.
Ada banyak hal yang bisa dinikmati. Tempat-tempat indah yang luar biasa memanjakan mata, bersejarah, juga satu poin yang berhasil membuat langkahnya terhenti, adalah sebuah gereja yang indah.
Tak sengaja menemukannya di samping sebuah taman yang sejuk. Tanpa menunggu lama, ragu tak terasa sedikitpun, ia melangkahkan kaki mencari kedamaian dengan niatan terselubung untuk mencurahkan segala kebimbangan hati.
Tapi ia langsung terhenti. Begitu menyadari ada orang lain di sana. Lucas melangkah pelan. Tak ingin mengganggu, Johnny Eliezer yang sedang berdoa khusyuk.
Meskipun hati berteriak kaget. Lebih bijak jika ia ikut duduk dan berdoa bersama. Dalam mata terpejam. Menghadap pada Tuhan.
"Tak kusangka akan bertemu denganmu di sini," Lucas berkata lirih. Dalam mata yang masih terpejam. Ia tersenyum simpul, "kukira, kau ikut berburu anggur bersama Jeffrey."
Johnny membuka matanya, diikuti Lucas tak lama kemudian. Ketenangan melingkupi keduanya.
"Aku sedang tak berminat. Kau sendiri, bagaimana bisa sampai kemari?"
Tak ada arogansi. Tak ada gengsi. Tak ada persaingan. Kini yang ada hanyalah dua pria biasa tengah menunduk merendahkan hati.
"Aku hanya berjalan dan angin membawaku kesini," Lucas melirik Johnny ia tertawa sekilas, "berlebihan bukan?"
Mengangguk, "aku pun tak sengaja kemari. Mungkin karena terlalu merisaukan banyak hal."
Sebenarnya Lucas tak berminat bertanya lebih, tapi ia terikat pada tatakrama. "Soal ekspansi? Kita punya networking yang bagus. Seharusnya tak ada masalah."
Johnny hampir menyetujuinya. Tapi kerisauan mereka, berada di garis yang berbeda. Sehingga, Johnny kembali diam.
Kesunyian di antara mereka memberi kesan damai. Tentram dalam gejolak hati masing-masing. Lucas sadar ada yang berbeda pada tabiat si sulung Eliezer. Beberapa kali ia mencuri pandang, pada bahu kokoh yang agak menurun itu.
Seketika bisa dirasakan olehnya besarnya beban yang dipikul di sana.
"Kalau boleh tahu, apa yang kau minta pada Tuhan?"
Pertanyaan itu meluncur dengan mudahnya. Bukannya tak takut mengundang benci. Lucas hanya bimbang nan bingung meneliti masalah yang tengah dipusingkan oleh Johnny.
Sebanyak kalimat yang tersusun di otak. Dirasa tak ada yang pas untuk mewakili kekhawatirannya.
Meskipun ia tak yakin pertanyaannya akan berbalas, yang penting ia sudah menunjukkan sedikit kepedulian.
Tapi. Johnny yang ia temui hari ini, sangat berbeda dengan Johnny yang ia kenal.
"Aku meminta kebahagiaan dalam segala hal."
Lucas begitu paham maksud dari doa tersebut. Tanpa ditanya pun sebagai kakak tertua posisi Johnny terbilang sulit. Dalam masalah ini, ia terpaksa menahan segala beban kesakitan dan kesedihan di hadapan adik-adiknya. Demi memberikan rasa aman dan terlindungi, sedang hatinya pun hancur berkeping-keping.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...