Kun.
Hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk mengganti pakaiannya.
Bercermin sebagai sentuhan terakhir, untuk memeriksa penampilannya yang hanya mengenakan kaus, celana jins, juga sebuah mantel untuk melindunginya dari hawa dingin.
Kun rasa ini sudah cukup, karena kegiatannya pun hanya sebatas menemani Xiaojun minum kopi.
Masih dengan seutas senyum di bibir, ia kembali teringat akan gurauan Doyoung beberapa saat lalu.
Sesaat saja, pikirannya terhenti dari kekalutan tentang Sicheng beserta pernikahannya.
Kun berkomitmen bahwa hari ini ia harus bahagia dan menikmati harinya. Minimalnya menikmati harinya dengan Xiaojun.
Dengan langkah yakin, ia keluar dari kamarnya, lalu berjalan menuju tangga, menuruninya dengan santai seolah semua kesibukan di ujung matanya tak pernah terlihat.
Kun bertingkah acuh. Dengan ringan ia melewati semua orang menuju ke arah pintu di bagian belakang, sengaja untuk menghindari Taeyong yang sedang sibuk berkutat di ruangan depan.
Ia hanya tidak ingin bersitatap kaku dengan kakaknya itu, atau mungkin lebih tepatnya jika di sebut mantan kakak.
Kun berputar arah, melewati paviliun, ruang baca Doyoung, dan dapur kecil milik Jaemin, sebelum menemukan si pintu.
Sesaat setelah melewati itu semua, ia pun tiba lantas dengan semangat ia membukanya. Tak menyadari bahwa di balik pintu itu, tepatnya di bagian beranda tengah ada Ten yang tengah duduk melamun seorang diri.
Kala Kun berbalik, selepas menutup pintu ia terbelalak dan nyaris berteriak saat melihat Ten yang juga sama terkejutnya karena mendengar bunyi keras hingga membuatnya terperanjat.
Untuk beberapa detik, mereka hanya membisu dan saling menatap. Terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing dan pertanyaan mereka sendiri.
Kecanggungan melingkupi keduanya. Rasa bingung dan kaku seketika menyiksa. Mereka terdiam. Kehabisan akal untuk melakukan suatu hal atau menanyakan sesuatu.
Sekalipun mereka pernah bertemu, dan bersitatap, tapi sialnya semua itu terjadi dalam situasi yang tidak mengenakan dan nyaman. Nyaris seperti perang dingin.
Selalu saja tanpa percakapan. Hanya saling menatap, karena sama-sama bingung tidak tahu harus berkata apa.
Sudah hampir dua menit lamanya mereka tetap pada posisi itu. Dan sebagai yang pertama kali sadar dari keterkejutannya, Kun memutuskan untuk bertanya lebih dulu untuk mencairkan suasana.
Sekalipun ia ketakutan kalau Ten akan bersikap dingin padanya.
"Kau sedang apa disini? Kenapa kau tidak bergabung dengan Taeyong di dalam?"
Kun bertanya lirih. Sesungguhnya sedang berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar.
Hati bergejolak berkata; Aku sedang berbicara dengan calon pendamping Sicheng.
Sebuah tamparan keras takdir untuknya.
Sedang Kun menatapnya dengan teduh, Ten justru menurunkan pandangannya.
Seolah enggan bersitatap dengan Kun. Lalu kemudian, ia hanya menggeleng pelan. "Aku sedang mencari udara segar."
Ten berkilah. Dan Kun tahu itu.
Tapi Kun memilih untuk bungkam, berdiam diri, karena ia lebih dari sekedar tahu apa yang menjadi penyebab kediaman dan kemurungan Ten saat ini.
Mendapatkan penolakan halus saat hari pernikahanmu telah dekat, bukanlah hal yang bisa kau hiraukan begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...