26

232 47 30
                                    

Kala itu Yuta sudah tertidur saat Taeyong memasuki kamarnya.

Teduh sinar rembulan seolah menghiasi Yuta dengan keindahan. Selayak pangeran yang tengah terlelap dengan sejuta anugrah yang melingkupi.

Tak pernah sekalipun Taeyong tak di buat terpaku oleh pesona yang di milikinya.

Jendela yang di biarkan terbuka, membawa sapuan dingin angin malam yang terasa.

Taeyong melangkah maju, menghampiri Yuta yang nampak lelap bersama mimpi.

Suasana kamar yang gelap remang, membuatnya terlihat damai dalam aura misterius yang nyata.

Melirik pintu yang kembali di kuncinya rapat, sekilas dirinya merasa seperti seorang pencuri.

Mengendap-endap masuk pada tengah malam, lalu terpaku menatap ketampanan pangeran dambaannya.

Tersenyum, Taeyong pikir dari pada mirip seorang pencuri, tingkahnya lebih menyerupai seorang penggemar rahasia yang mendamba cinta tanpa berani mengungkapkan.

Percis seorang pecundang laknat yang menanti cinta dari seorang yang mulia.

Betapa menyedihkan.

Kembali pada tujuan semula tentang mengapa ia sampai mengendap masuk ke dalam kamar mata-matanya?

Itu karena ia tak kunjung merasakan kantuk lantaran terlalu bingung dan gugup harus memulai percakapan maya-nya dengan kalimat seperti apa.

Ia benci terkurung sendiri dalam ketegangan dimana tak ada kehadiran seorang insan untuk menemani.

Atas dasar itulah ia memberanikan diri untuk menyelinap masuk, dengan harapan Yuta masih terjaga dan bersedia menemaninya.

Tapi sayangnya, pria Jepang dambaannya itu sudah terlelap duluan dan terlena jauh dalam buaian mimpi.

Karena tak sampai hati untuk membangunkan, pada akhirnya Taeyong hanya terduduk pada kursi kayu milik Yuta—tempat biasa pria itu mengerjakan pekerjaannya.

Harum aroma lilin aromaterapi yang dengan nakal mencolek indera penciumannya, membuat Taeyong merasa sedang berada dalam kastil sungguhan.

Di tengah gelapnya malam, ia mulai menaruh laptopnya.

Setelah sebelumnya, menggeser sedikit tumpukan kertas dan beberapa komik milik si mata-mata sedikit ke pinggir untuk memberinya ruang bergerak.

Laptop dinyalakan. Laman yang memuat email miliknya pun muncul dengan manisnya.

Hal pertama yang di lakukannya adalah menulis pesan untuk si adik.

Sapaan sederhana seperti; Halo, ia pilih sebagai kata pembuka.

Tuturan kalimat selanjutnya, mengalir begitu saja dengan mudahnya.

Dalam surat elektronik itu ia bahkan menceritakan segala detail tentang penyelidikannya bersama Yuta.

Juga tentang rumah sakit tempat dahulu adiknya di lahirkan dan tertukar, bahkan perihal kunjungannya ke NetherLyon pun tak luput dari ceritanya.

Dirasa sudah cukup semua penjelasan juga permohonannya untuk membalas juga mempercayai surat ini, Taeyong pun mengklik tombol kirim, lalu menunggunya sebentar sampai pesan itu terkirim dengan sempurna.

Tapi nyatanya, menunggu balasan pesan itu sama menegangkannya seperti menunggu jawaban cinta.

Padahal pesan itu baru terkirim beberapa menit lalu tapi Taeyong mulai di serang rasa gelisah itu lagi.

Seberat inikah sensasi berkenalan dengan adik yang telah terpisah lama? Jika memang begitu, Taeyong ingin segera melewati masa-masa ini.

Tiga puluh menit terlalui.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang