43

237 38 15
                                    

Dalam perjalanan menuju ruang rapat, Johnny menyempatkan diri untuk mampir sebentar ke toilet pria.

Tanpa di sangka, disana ia bertemu dengan si tuan korban purée butternut  alias Jeffrey Mikaylo.

Jeffrey menatapnya lewat pantulan cermin. Di mata Johnny, si penggoda salah satu adiknya ini terlihat begitu percaya diri dan sombong. Khas Mikaylo.

Sambil membenarkan tatanan jasnya, Johnny tersenyum miring pada Jeffrey. "Bagaimana kabarmu J?" Sebelah alis, di angkatnya pula.

Si Mikaylo sombong menyeringai sinis. "Luar biasa untuk menyambut tamu besar hari ini." Jeffrey menyalakan keran, lalu membasuh tangannya. "Sudah tahu siapa tamu itu?"

Johnny tersenyum pongah, "ku pikir itu kau."

Dari cermin Johnny melihat Jeffrey memutar bola matanya. "Aku belum berminat untuk melakukan serangan balik pada keluargamu. Sekalipun permusuhan di antara partai orang tua kita, juga perdebatan omong kosong di antara aku dan adikmu belum usai. Kau pikir untuk apa aku sampai repot-repot datang kemari untuk melakukan rapat ini sendirian?" Ia menatap Johnny, "untuk menyambutmu? Maaf. Aku tidak sebaik itu."

Johnny sudah selesai dengan jasnya. Ia mundur, memperhatikan penampilannya sendiri. "Kau cukup waspada rupanya."

Jeffrey mengendikkan bahunya. "Tak ada yang tahu seperti apa permainan seorang Lucas Dominic," ia menyandarkan tubuhnya pada wastafel. "Mungkin saja dia akan menjebak kita kedalam perangkapnya."

Johnny mendesah gusar. Dalam hati merasa gugup. Ia melihat Jeffrey, temannya itu juga memancar tatapan yang sama. "Pasti menegangkan jika berdebat dengan orang semacam itu."

Jeffrey tersenyum kecut. "Dia sudah menyiapkan beribu siasat, bahkan sebelum kita menduganya."

Raut wajah Johnny mengeras seketika. Ia tertawa meremehkan, "aku masih tidak percaya Dominic Group akan jatuh ke tangannya." Johnny menggeleng tak percaya, "bukankah dulu, adiknya yang akan di nobatkan sebagai pewaris?" Johnny melirik Jeffrey.

Jeffrey melirik Johnny sebentar sebelum kembali menatap lantai dengan pikiran melayang. "Yang ku dengar dari berbagai sumber, adiknya melakukan kesalahan dan ayahnya takut itu akan menjadi skandal yang mematikan. Maka terpilihlah Lucas sebagai penggantinya."

Johnny mengerutkan dahi. "Tunggu, bukannya dia sudah punya perusahaan sendiri?"

Jeffrey mengangguk lagi. "L Architecture. Terbaik di Amerika."

"Bangsat!" Umpat Johnny.

"Dan sialnya, si brengsek Lucas ini akan jadi masalah untuk kita. Dia menargetkan perusahaanku, J." Johnny mendengus kemudian.

Mengangguk. "Aku tahu, dia terlihat sangat bernafsu untuk menaklukkan Elie Company. Sebelumnya dia menargetkan Alexander Group, tapi urung karena menurutnya investasi yang di miliki Alexander kurang fleksibel. Kau tahu dia menyebutkannya secara terang-terangan pada publik di Knowledge Sharing & Business Opportunity kemarin."

Jeffrey tertawa miris saat mengingat betapa geramnya Sicheng saat itu. "Kau tahu? Sicheng nyaris menghajarnya. Itu sungguh memalukan untuknya." Ia menggeleng pelan.

Johnny menunduk. Kesalahan apa yang di buatnya di masa lalu sampai harus di pertemukan dengan lawan sesinting ini?

                                      ***

Johnny dan Jeffrey memasuki ruang rapat dengan langkah pelan. Sedikit menyelinap di antara orang-orang dari Alexander Group yang sedang melotot garang menyaksikan perdebatan antara Presdirnya—Sicheng—dengan seorang pria berbalut setelan Armani, bergaya nakal nan sombong, dengan bibir penuh yang selalu menyeringai merendahkan.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang