71

160 30 0
                                    

Belum dan sangat sulit.

Kedua ungkapan itu terus berputar nyaring di kepalanya.

Maknanya sangat jelas. Yaitu; ia belum bisa mencintai Ten, karena sangat sulit melupakan kesakitan melihat Kun dan Lucas bersama.

Ciuman itu lebih dari cukup membungkamnya. Penjelasan tak bersuara. Perbuatan yang berbekas dalam.

Belum lagi soal sikap tulus Ten yang lumayan mengganggu sisi egoisnya. Pelukan itu benar-benar membebani pikirannya. Jelas sekali Ten jadi orang pertama yang menemani kehancurannya.

Dan itu tak bisa diterima hati kerasnya yang masih belum sanggup membalas cinta sesederhana milik Ten.

Pelukan itu terlalu berselimut ketulusan cinta. Dan Sicheng belum bisa menerimanya.

"Jadi anda mau bunga yang mana, Tuan?"

Setelah terdiam cukup lama, Sicheng kembali disuguhi pertanyaan. Ia menatap. Pada si pelayan yang masih sabar menghadapi kebingungannya.

"Entahlah, aku tidak tahu bunga mana yang harus kuambil."

Itu jawaban jujurnya. Si pelayan sabar yang sudah menemaninya dalam satu jam terakhir itu terlihat memutar otak.

"Kalau boleh saya tahu, anda ingin membeli bunga untuk siapa?"

Nah. Itu pertanyaan bagus tapi menyulitkan. Sekarang, Sicheng lebih kebingungan memilih jawaban.

Sebenarnya, Ten itu siapa?

Tunangan? Tapi mereka tak dekat dan tak hangat. Ia bahkan bingung untuk mendeskripsikan buruknya komunikasi di antara mereka juga dinginnya sikap yang ia tunjukkan belakangan ini.

Tapi. Hal yang telah dilalui mereka pun terlalu dekat untuk disebutkan sebagai teman biasa.

Jadi, "untuk tunanganku." Itulah jawaban yang Sicheng pilih.

Si pelayan mengangguk paham. Lalu ia pergi ke sebuah rak yang diisi banyak sekali bunga mawar berbagai warna.

Kemudian ia kembali dengan setangkai bunga mawar merah, lengkap dengan hiasan pita merah cantik di tangkainya.

"Kurasa ini cocok. Mawar merah adalah lambang cinta. Anda bisa memberikan ini kepada tunangan anda."

Diberikannya mawar merah itu, dan Sicheng menatapnya sebentar. Bunganya cantik juga harum. Entah salah atau benar, yang jelas ia harap bunga ini bisa mewakili perasaannya.

"Baiklah, aku ambil yang ini."

Bersamanya, bunga itu ikut menuju sebuah butik di sudut kota.

Beserta harapan; segenap rasa terima kasihnya bisa tersampaikan dengan baik.

***

Sejauh ini belum ada yang berubah.

Ten memperhatikannya dengan sangat teliti. Gejolak hubungannya bersama Sicheng yang masih belum menemui titik terang.

Hanya berputar di titik yang sama tanpa bisa Ten lihat kejelasannya.

Sampai saat ini, tak ada tindakan yang menunjukkan balasan atas cintanya.

Mereka hanya sebatas menjalankan tugas yang diberikan keluarga. Tidak ada usaha. Ataupun kerjasama.

Di dalam kisah ini hanya ia yang sibuk berlari mengejar, sedangkan Sicheng yang berperan sebagai tujuannya malah menatap ke arah yang lain.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang