5

377 52 42
                                    

Hujan pertama di bulan November akhirnya turun. Setelah penantian panjang, Kun bersyukur masih di beri kesempatan untuk melihatnya.

Karena sejujurnya kecelakaan kemarin menyisakan sedikit trauma. Ia hampir putus asa saat tak bisa berucap juga bergerak kala tim medis datang ke lokasi kejadian. Terpaksa puas hanya dengan melihat kesibukan mereka mengevakuasi dirinya dan Doyoung—yang tak sadarkan diri—dari dalam mobil.

Bau asap dan darah menyatu dalam indera penciuman Kun. Dan sampai detik ini pun aromanya masih bisa Kun rasakan.

Ia kemarin hampir menyerah. Pasrah pada takdir jika semisal maut akan datang menghampiri.

Ia benar-benar tak menyangka akan di beri kesempatan untuk hidup. Ia pikir kemarin adalah akhir hayatnya. Tapi Tuhan masih berbaik hati, mengasihinya dengan menyelamatkan nyawa.

Satu yang Kun harapkan kini. Ia berharap Tuhan akan sudi berbaik hati pula untuk menjaga kebahagiaan hidupnya. Kun berharap setelah ini hidupnya akan baik-baik saja.

Meski hatinya bergejolak tak nyaman, sebisa mungkin Kun meyakinkan diri bahwa Tuhan takkan salah mengatur takdir.

                            ***

Ketukan pada pintu, menyadarkan Kun dari lamunan. Doyoung masuk dengan senyum merekah.

Tapi senyumnya luntur begitu menyadari jendela kamar inap Kun yang terbuka, cipratan air hujan masuk dengan bebas kedalam. Dan itu membuat suhu ruangan menjadi dingin.

Menunjuk Kun dengan raut ganas Doyoung pun berjalan menuju jendela lalu menutupnya rapat.

"Aku tidak pernah berkata kalau air hujan bagus untuk pasien sepertimu."

Kun mendengus. Doyoung seenaknya mengatur ini itu, seolah melupakan bahwa kemarin pun ia sama-sama berstatus pasien dan terbaring lemah melewati masa kritis. Beruntung saja dokter lebih baik hati mengijinkannya pulang lebih awal.

Doyoung menunjuk Kun dengan dagu. Ia berkacak pinggang, berdiri di hadapan Kun dengan tatap menghakimi.

"Awas kalau kau melakukannya lagi. Sudah berapa ratus kali ku katakan air hujan itu tak baik untuk kesehatan. Kau itu benar-benar ya..."

"Itu hanya sedikit, udara disini pengap dan aku tidak suka."

Kun menjawab seadanya. Karena memang ia begitu benci dengan aroma rumah sakit. Menurutnya itu seperti kehampaan.

"Tak ada yang menyukai rumah sakit. Aku juga begitu kemarin," Doyoung berkata santai sembari memainkan ponselnya. Sesekali alisnya mengerut dan sejurus kemudian ia tersenyum.

Kun bertanya dalam hati, bagaimana bisa mood seseorang berubah secepat itu?

"Doyoung,"

"Hmm..." Masih dengan ponselnya, Doyoung hanya bergumam pelan.

"Jadi kapan aku boleh pulang?"

Menoleh. Doyoung memberikan senyum setengah seringai andalannya, "Aku sedang menghubungi Johnny agar menyiapkan makan malam untuk menyambut kedatanganmu."

Mendengarnya Kun langsung berbinar, wajah pucatnya bersinar tiba-tiba. "Kenapa tidak dari pagi. Memangnya kau sudah berbicara dengan dokter yang menangani ku?"

"Tentu saja. Kalau belum, aku bisa di tuduh membawa kabur pasien," Doyoung menjeda ucapannya. "Cepat ganti bajumu, selagi aku mengemasi barang-barang."

Dengan itu Kun melangkah menuju kamar mandi. Ia mengganti bajunya dengan sebuah kemeja berwarna navy yang di padukan dengan jins hitam keluaran Parmigiani.

Sedikit informasi, Kun paling tidak suka berpenampilan layaknya orang sakit. Meski tubuhnya berteriak frustasi, penampilan tetap yang utama. Ia memang bukan penggila fashion garis keras seperti Taeyong. Tapi seleranya tidak bisa di anggap remeh dan murah.

"Selesai. Ayo pulang!"

Kun terlalu bersemangat, sampai kecepatannya sanggup mengalahkan Doyoung yang masih sibuk dengan acara ‘mari mengemasi barangnya’.

Memutar bola mata, ia menyuruh Kun turun lebih dulu dan menunggunya di lobi.

"Aku belum selesai. Kau turunlah duluan."

"Baiklah. Terimakasih young." Ucap Kun sebelum pergi.

Dan Doyoung hanya tersenyum menanggapinya.

                            ***

Ketika malam menjelang, Doyoung dan Kun baru menghabiskan separuh perjalanan. Jarak antara rumah sakit menuju rumahnya memang tidak seberapa jauh. Tapi kemacetan pada jam pulang kerja ternyata lumayan menjengkelkan.

Mereka terpaksa sabar, menanti kebebasan dari jebakan macet ibu kota.

"Maaf, perjalannya jadi sedikit lama."

Doyoung berkata pelan, pada Kun yang tengah melamun menatap kilau gedung pencakar langit di luar kaca.

Menggeleng. Kun kemudian berkata dengan lembut, "Tak apa sudah sewajarnya. Jalanan memang selalu padat setiap sore."

Kembali pada dunianya, Kun tak sadar kalau Doyoung memperhatikan sejak tadi.

"Apa kau memikirkan sesuatu?"

Dan pertanyaan itu meluncur cepat tepat saat Kun hampir memasuki angan lamunan lagi.

"Tidak. Bukan apa-apa, aku hanya mimpi buruk."

Melirik sebentar pada jalanan di hadapannya yang masih padat sesak, Doyoung kemudian membalas, "Kau bisa cerita jika mau. Mimpi buruk takkan baik kalau di genggam sendiri."

Terdiam, atensi Kun lagi-lagi teralih pada sebuah mobil yang sengaja menyalip mereka. Dan itu sukses memancing keluar segala umpatan dari mulut Doyoung.

"Dasar brengsek!"

Si pengemudi malah menurunkan kacanya. Tanpa tahu malu ia malah memberikan Doyoung jari tengah. Yang tentu saja di balas senang hati dengan satu paket umpatan kebun binatang oleh Doyoung.

Untuk kesekian kalinya, Kun menjadi saksi keganasan seorang Doyoung. Setelah cukup tenang ia kembali berkata, "Jadi bagaimana mimpimu?"

Kun pikir setelah melewati pertengkaran tak penting barusan, Doyoung akan melupakan pembahasan mereka.

"Kau sedang mengemudi. Aku tidak ingin mengganggu konsentrasimu." Kun beralasan sebisa mungkin.

"Jangan banyak alasan. Jalanan sedang macet parah, ku jamin kau takkan mengalami kecelakaan untuk kedua kali."

Menyerah, akhirnya kun bercerita.

"Aku bermimpi..." Dengan seksama Doyoung memelankan laju mobilnya, "Kalian pergi meninggalkanku sendirian." Dan selanjutnya Doyoung benar-benar mematikan mesin mobilnya.

Ia menatap Kun, "Mimpi macam apa itu?"

Kun mengangkat bahu, "Aku tidak tahu. Mungkin petunjuk masa depanku."

Untuk kalimat terakhir, suara Kun sedikit melemah seperti hampir menangis.

"Mimpi itu hanya bunga tidur. Lagipula itu mustahil. Mana mungkin aku, Johnny, juga Taeyong pergi meninggalkan mu. Tak usah kau pikirkan, fokuslah dulu untuk menyembuhkan diri."

Kun tak lagi berkata. Memilih percaya pada jawaban Doyoung. Lagipula tidak mungkin kan dunianya berguling secepat itu?









                           ~~~





















Happy Sunday 😘💞
Jangan lupa untuk VOTE & KOMEN 😎

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang