91

137 21 3
                                    

Saat ia bangun, genggaman hangat Johnny menjadi hal pertama yang menyentuhnya.

Senyum sejuta pesonanya mengembang dalam goresan haru. Sisa-sisa jejak air mata, masih tergambar jelas di pipinya. Hati tersedu dibuatnya. Manakala teringat betapa dalamnya ia melukis kesedihan.

Si kakak pertama yang begitu tegar dan kuat, berhasil ia rubuhkan pertahanannya. Dalam senyum lemah yang dipaksakan sekuat tenaga, ia ucapakan maaf tanpa suara.

Tangis seketika mengaliri wajah sang kakak, dalam suaranya yang bergetar, dibubuhkannya kecupan pada tangannya yang terasa lemah dan mati rasa.

Tak perlu ditanya, sesakit apa hatinya kini. Tak perlu dijabarkan pula sebesar apa rasa sesal yang menghakimi. Atas semua yang terjadi dan telah dilakukanya di jauh hari.

Kepada adiknya, juga pada kehidupan keluarganya.

"Jangan katakan apapun. Kami sudah memaafkanmu, jauh sebelum semua ini terjadi. Aku tetap menyayangimu."

Setetes duka menjatuhi tangannya. Lembut genggamannya menggambarkan tekad kuat untuk melindungi. Hati yang sempat beku dan mati karena ambisi, perlahan bergetar kala diselimuti rasa sayang setulus ini.

Tak dapat ditahan pula tangisnya. Berjatuhan seperti butiran pertama menyakitkan. Tersenyum ia untuk pertama kali. Sudah berapa lama kiranya, ia mengabaikan kasih sayang terindah ini?

Sadar kini, ia telah terlalu lama bersandiwara memerankan peran sebagai antagonis sendiri. Bertingkah dingin meski sebenarnya ia merindukan pelukannya bukan main.

Sekarang, rasa rindu itu mulai terasa. Menghancurkan jiwanya yang sudah rapuh. Beruntung, ia dikelilingi para malaikat-malaikat baik. Yang terlambat untuk disadari, oleh akalnya yang dangkal nan picik.

"Jangan takut, ada aku di sini. Aku akan selalu melindungimu. Kalau kau sudah membaik, aku berjanji akan membawamu pulang ke rumah. Kami semua sudah sangat merindukanmu."

Sentuhan hangat pada puncak kepalanya. Definisi halus untuk sebuah kasih sayang tak terputus.

Terpejam sesaat, guna menikmati desir hangatnya. Sudah lama sekali. Rasanya seperti memulai hidup baru dalam kisah penyesalan tak berujung.

Satu kecupan pada dahinya. Habis sudah hatinya. Pedih. Dukanya mengalir, selayak air terjun kesedihan.

"Jangan pernah mencoba untuk pergi lagi, aku bersumpah akan mengembalikan dunia pada genggamanmu."

Itu sumpah yang paling indah. Seharusnya ia tak perlu berpaling arah demi menemukan pengganti yang justru belum jelas kepastiannya.

Harapan cintanya telah sirna, dan ia telah merelakannya.

Semua luka dan dosa ini, sudah lebih dari cukup untuk membuatnya tersadar. Telah salah dirinya mengambil langkah.

Ambisi tak mampu menghadirkan cinta sejati. Sebab sesungguhnya, Tuhan telah menghadirkan cinta itu jauh sebelum egois menjajah hatinya dengan keji.

Hanya saja ia luput untuk menyadarinya. Terlalu silau oleh besarnya nafsu akan cinta yang palsu.

***

Awan putih bergulung seperti kapas di atas lautan biru. Hari-hari sulit telah pergi berlalu. Menyisakan perasaan yang disembuhkan harapan baru.

Ternyata, semuanya sudah berubah. Rajutan hari indah, berhasil menenggelamkan pahitnya duka di masa lalu. Ia yang bersikukuh sendiri, malah tertinggal jauh.

Kepulangan yang terjadi di beberapa hari lalu, masih menyisakan beragam sensasi yang sulit untuk dijelaskan kata-kata. Tak menyangka, suasana rumah ini telah jauh berubah.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang