8

289 49 46
                                    

Cahaya lampu di kamar adik-adiknya telah redup saat mobil Johnny memasuki halaman.

Terang saja, ini sudah pukul tiga pagi dan Johnny baru menampakkan batang hidung.
Menghabiskan waktu semalam suntuknya bersama alkohol nyatanya tak memberikan efek baik pada masalah.

Menahan pusing dan nyeri pada kepala, sekuat tenaga Johnny berusaha berjalan kedalam rumah tanpa memecah keheningan.

Adik-adiknya pasti sudah terlelap dan Johnny tak sampai hati untuk mengganggu mereka. Apalagi melihat keadaan dirinya yang sangat jauh dari kata baik untuk di jadikan teladan. Ini tak bagus jika salah satu adiknya memergoki ia pulang dalam keadaan mabuk parah.

Berjalan perlahan menaiki tangga, ia berpegang kuat pada kedua tangan yang berusaha mati-matian menopang bobot tubuhnya. Setelah berhasil sampai di lantai dua tanpa terjatuh, bukannya menuju kamar untuk mengistirahatkan diri, Johnny malah berbelok menuju sebuah kamar yang berada di pojok kiri ruangan.

Itu kamar Kun, yang berada tepat di samping kamarnya.

Memutar kenop secara perlahan, Johnny melongok ke dalam. Dalam cahaya remang, Kun nampak tertidur lelap dengan selimut dalam pelukan.

Johnny berjalan mendekat, lalu duduk di tepi ranjang. Dengan tatap sayu ia memperhatikan wajah Kun. Adik kesayangannya yang sudah ia jaga seumur hidup.

Jika boleh mengeluh, mengapa takdir begitu kejam menampar mereka dengan sebuah kenyataan pahit.

Apa yang ia temukan saat sore tadi, terlalu mengejutkan sampai rasanya Johnny bisa mengamuk dan menangis di saat bersamaan.

Ingin menganggapnya sebuah lelucon tapi deretan kalimat ilmiah yang tertera dalam surat hasil tes DNA itu terlalu mustahil untuk di jadikan bahan sebuah lelucon yang sama sekali tak lucu.

Surat brengsek itu dengan lancangnya menunjukkan hasil kalau Kun bukanlah adik kandung mereka.

Mustahil. Bahkan Johnny menyayangi Kun dengan sepenuh hati, sampai sanggup mengalahkan rasa sayangnya pada Taeyong dan Doyoung. Bahkan jika dunia membutuhkan bukti ketulusan kasih sayangnya, ia akan melakukan apapun untuk membuktikan jika Kun adalah adiknya. Adiknya yang paling menurut, adik kesayangannya.

Bagaimana bisa Johnny percaya pada kenyataan yang tiba-tiba ini di saat rasa sayangnya pada Kun sudah tak dapat terbendung lagi.

Saat membacanya tadi Johnny tersenyum sinis. Pasalnya ia tidak sedang hidup di dalam sebuah drama keluarga.

Sejauh ini hidupnya baik-baik saja. Dan secara mendadak semuanya menjadi kacau balau tak berbentuk.

Bukannya bersikap bijak seperti yang Taeyong harapkan. Johnny justru kehilangan kendali, sampai menggunakan alkohol sebagai pelampiasan emosi dan kekecewaan hati.

Jadi, semua waktu kebersamaan yang mereka lalui selama ini rupanya hanya sebuah kesalahan.

Memikirkannya membuat air mata Johnny menetes lagi.
Ini bahkan lebih memusingkan, dan jika boleh Johnny egois ia lebih memilih untuk tidak pernah mengetahui kebenarannya. Dari pada harus kehilangan salah satu adiknya ia tak sanggup. Kun tumbuh dan besar di bawah naungan etika Eliezer. Dia tumbuh dengan baik menjadi adik penurut, dan berhati lembut. Sangat cocok di sandingkan dengannya yang begitu mencintai ketenangan. Bahkan Johnny selalu mengibaratkan ketiga adiknya sebagai bentuk lain dari air dan api.

Contohnya, saat pertengkaran Taeyong dan Doyoung selalu memanas bagai api. Maka kehadiran Kun bagaikan air penyegar untuk memberi Johnny kesejukan di saat pening melanda.

Dia satu-satunya adik yang tak pernah membuat kekacauan. Baik saat kecil dahulu, maupun sekarang. Terlahir sebagai seorang penurut Kun berhasil menghadirkan aroma manis dalam keagungan Eliezer.

Dan Johnny begitu mencintai harmoni itu. Seumur hidup ia takkan rela kehilangan semuanya. Kun tetaplah Eliezer. Apapun yang terjadi.

                           ***

Panas terik matahari yang membangunkan Doyoung pagi ini.

Terkejut saat melihat jarum jam yang sudah bertengger apik di angka sebelas.

Ia kesiangan. Bahkan ini adalah rekor terburuknya, dan sialnya lagi tidak ada satupun makhluk sinting—sebutan untuk para saudaranya—yang sudi berbaik hati membangunkannya.

Membanting selimut ke lantai, Doyoung berjalan dengan penuh amarah menuju satu kamar yang di sinyalir setia mengemban tugas ‘membangunkan para Eliezer kecil’.

Membukanya secara brutal, Doyoung ternganga saat tak menemukan Johnny di dalamnya. Tempat tidurnya saja masih sangat rapi seperti belum di tiduri samasekali. Melangkahkan kaki menuju kamar mandi pun hasilnya sama. Johnny tak ada disana, dan kondisi kamar mandi pun masih bersih dari jejak apapun.

Pertanyaan yang seketika melintas di kepalanya adalah; apa Johnny tidak pulang ke rumah? Lalu kemana perginya dia?

Karena sangat tidak mungkin jika pria itu berada di rumah, ia akan membiarkan adiknya kesiangan sampai separah ini.

Ini bahkan hampir memasuki jam makan siang, dan Doyoung baru membuka mata. Sudah pasti rencana pertemuannya hari ini dengan seorang Presdir agensi akan di batalkan begitu saja.

Tidak mungkin ia bersiap dengan waktu tiga puluh menit sedang perjalanan menuju lokasinya saja membutuhkan waktu sekitar satu jam.

"Fuck!"

Akhirnya hanya umpatan saja yang Doyoung keluarkan sebagai pelampiasan kesal. Kepalanya pun mendadak nyeri, menutup pintu kamar Johnny dengan bantingan kuat ia bersumpah ini sungguh hari yang menyebalkan.

                            ***

Mengedarkan pandangan ke sekeliling, keadaan rumah masih sangat sepi. Karena sudah tak memiliki harapan lagi dengan ‘rencananya’ Doyoung akhirnya memutuskan untuk melangkah menuju kamar Kun.

Melihat pintu kamar yang masih tertutup rapat, Doyoung yakin bocah itu masih tertidur pulas. Doyoung selalu percaya, terlalu banyak tidur tidak baik untuk kesehatan tubuh. Ia tidak mau Kun maupun dirinya terserang berbagai macam penyakit karena pola hidup yang tak sehat. Itu khusus untuknya, Kun dan Johnny. Sedangkan untuk Taeyong ia tidak perduli. Mau keracunan sekalipun ia tak mau ambil pusing.

Doyoung melangkah mendekat, berdiri di hadapan pintu berbahan kayu breech berwarna putih gading, lalu memutar kenopnya.

Dan apa yang Doyoung lihat pertama kali, sungguh tak pernah terbayangkan.

Johnny yang masih mengenakan setelan kantornya sedang tidur berhimpitan dengan Kun sambil memeluknya posesif.

Seperti tak mau kehilangan. Juga egois di saat bersamaan. Tapi hati Doyoung menghangat di buatnya.

Urung sudah niatnya untuk membangunkan Kun. Mereka berdua begitu terlihat nyaman, terlelap bersama di bawah sinar matahari yang hampir di puncak kepala.

"Tumben sekali," Doyoung bergumam pelan, lalu melangkah mendekat.

Hendak membuka jendela agar udara segar bisa masuk, tapi langkahnya tertahan saat indera penciumannya menangkap bau tak asing dari arah ranjang.

Itu bau alkohol yang menyengat. Memutar otak. Doyoung berpikir tidak mungkin Kun minum, dan tuduhan pun jatuh pada Johnny.

Mendekati ranjang, Doyoung kemudian membungkuk. Sekedar berusaha memastikan penciumannya. Dan terbukti benar karena bau alkohol itu menguar kuat dari tubuh Johnny.

Kesal sudah pasti. Kakaknya pulang larut dalam keadaan mabuk. Dan terlalu pusing sampai tertidur di kamar adiknya. Sekiranya itulah asumsi Doyoung yang tidak mengetahui masalah sesungguhnya yang membuat Johnny pulang dalam kekacauan.

Beruntung, Johnny tidak melakukan hal-hal senonoh pada Kun saat sedang mabuk semalam.

Kalau sampai itu terjadi, Doyoung bersumpah akan jadi orang pertama yang bergerak untuk memotong penis Johnny.

Camkan itu.

                           







                           ~~~















Vote saaaayyy~~~ jan Lupa 😌

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang