66

209 35 39
                                    

Kun menarik perban itu dengan gerakan lamban. Dari yang dilihatnya, luka itu sudah lumayan kering meskipun masih terlihat merah di bagian dalamnya.

Pikirnya tak menyangka, kalau ternyata lukanya bisa separah ini.

Lucas sendiri malah kelihatan nyaman menjadikan kedua pahanya sebagai bantal. Dengan santai, ia menidurkan kepalanya di pangkuan Kun yang sibuk mengobati. Sedang kedua tangannya memeluk perut Kun dengan erat.

Entah bagaimana ceritanya pria ini jadi begitu manja. Pribadi seorang Lucas Dominic yang angkuh itu tiba-tiba hilang entah kemana. Sosok sombong itu kini berganti menjadi pria manja berkedok pangeran.

Kun keheranan. Tapi ia memilih bungkam dan menyimpannya sendirian. Lagipula, ia samasekali tak keberatan dengan sikap Lucas. Pikirnya, akan sangat bagus jika pria ini mau terbuka padanya.

Lagipula, ini belum seberapa jika dibandingkan dengan semua yang telah pria ini lakukan untuk melindunginya, juga mendampingi jiwanya yang terluka berkali-kali.

"Apa kau tidak takut akan infeksi, membiarkan perban ini berhari-hari tanpa menggantinya?"

Jemari Kun sedang menahan sebuah plester agar tidak menempel sembarangan, dalam jarak sedekat ini bisa Kun cium pula harum rambut Lucas. Kuat dan tajam. Begitu memabukkan.

"Aku tinggal sendiri. Meskipun aku punya adik, tapi kami sudah tinggal terpisah sejak lama. Hanya ada satu orang pelayan, dan supir itupun tidak menginap. Mereka hanya akan datang kalau aku menelpon karena membutuhkan sesuatu. Dan urusan perban ini, kurasa terlalu pribadi jika harus kuserahkan pada mereka."

Kun membisu dalam segala penjelasan itu. Tak ada perasaan tersinggung sedikitpun. Hanya ada rasa miris, yang menyesakkan hatinya saat membayangkan kesendirian macam apa yang setiap harinya menemani sosok seorang Lucas Dominic yang sering dikata orang sebagai sosok dengan kehidupan paling sempurna.

Batin seketika tertampar kejam. Saat ia membandingkan sikapnya sendiri. Yang hampir kehilangan semangat hidupnya sebab di suatu hari harus merelakan kehilangan kasih sayang dari seluruh saudara Eliezernya.

Jika dibandingkan dengan kesendirian yang Lucas jalani selama ini, ancaman yang akan menghampirinya di masa nanti seolah tidak ada apa-apanya.

Kehidupan Lucas, nyatanya jauh lebih kejam daripada hidupnya. Dan pria ini telah melaluinya sejak jauh hari lalu.

Maka dari itu, tak ada satupun kata yang keluar. Kun hanya terus mendengarkan. Dan sebisa mungkin, mengambil sebuah pelajaran untuk melatih hatinya agar lebih tegar.

Sosok sempurna ini. Tak menutup kemungkinan menyimpan sebuah luka terpendam.

Dan Kun merasa terpanggil untuk menyingkapnya. Dan jika Tuhan mengijinkan Kun ingin menyembuhkannya juga.

"Jadi, kalau tadi pagi kau tidak menawarkan bantuan, mungkin aku akan membiarkannya saja. Lagipula, bukankah luka akan kering dengan sendirinya?"

Menanyai Kun seperti itu, Lucas memberikan tatapan hampa dan sendu. Nyaris seperti bocah polos yang tak tahu menahu tentang apapun.

Kun menatapnya dalam. Dimatanya kini, Lucas tak lebih dari seorang pria dengan sosok kecil terluka yang terkurung di dalam jiwanya.

"Kau harus tahu kalau infeksi bisa membuat sebuah kondisi khusus di mana luka tidak akan mengering. Parahnya bahkan bisa sampai mengeluarkan nanah."

Mendengar itu Lucas membulatkan mata tak percaya, "sungguh?"

Kun mengangguk. "Ya, dan tak menutup kemungkinan itu bisa terjadi padamu juga. Jadi lain kali, jangan meremehkan sebuah luka mau sekecil apapun itu. Kau paham?" Ucap Kun sambil menempelkan lapisan plester terakhir pada perbannya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang