88

121 22 6
                                    

Dalam mimpi yang panjang. Taeyong mendengar begitu banyak suara.

Sangat mudah untuk mengenali mereka. Walaupun di antaranya, ada tangisan, ucapan kasih, gerutuan, hingga makian atas obsesinya.

Oke. Untuk jenis terakhir, meski belum mampu membuka matanya untuk menegur dan melawan, dengan penjelasan berbumbu kerinduan itu ia tahu siapa pelakunya.

Semua suara-suara itu begitu nyaring. Menyesakkan hatinya dengan mulus. Ia ingin berkata, tapi ia terlalu lemah untuk bangun dari mimpi ini.

Selain kalimat; aku menyayangi kalian.

Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Getir hati. Ketika raganya bagai terjerat rantai tak berwujud. Beserta ketakutan tak memiliki kesempatan lagi untuk bercengkrama dengan mereka. Membuatnya merasa sedih dalam mimpi tak berujung.

Seakan-akan ia terlupa, bahwa semua perpisahan sejenak ini, merupakan hasil dari tindakan gegabahnya sendiri dalam mempertanggungjawabkan perbuatan.

Obsesi kesempurnaannya, yang membawa duka dan petaka. Menenggelamkan bahagia bagi semua insan.

***

Sebuah kicauan lembut burung yang bertengger di atas pohon, menemaninya menuai rindu dan kasih. Batin berkata curiga, mungkin saja burung-burung itu sudah tahu maksud dan isi hatinya saat ini.

Perkara ia melangkah, bersama si bunga Krisan dalam genggam lembut tangannya. Ada harapan kesehatan, dan umur yang panjang untuk adiknya di sana. Sebuah harapan akan hari kelak, yang lebih damai dan menjanjikan.

Tersenyum langsung begitu netra menangkap hadirnya. Sang adik nakal yang lagi-lagi masih terlelap. Tampak nyenyak, namun memilukan. Sebab di saat obsesi dan tatap penuh ambisi itu lenyap oleh ketidakberdayaan, yang terlihat di matanya, tinggal sosok adik kecilnya saja. Yang begitu polos dan kekanak-kanakan.

Terkenang lagi Johnny dalam kilasan memori. Tentang bagaimana membanggakannya masa remajanya di suatu hari.

Seringkali dulu, ia mendapatkan saat-saat mendebarkan khas remaja. Ketika ada yang menanyakan, siapa sosok cinta pertamanya?

Selalu saja ia tersenyum miring. Sinis dan merendahkan secara sekaligus.

Johnny Eliezer selalu mematahkan segala ekspetasi para penggemar garis kerasnya, sebab jawaban yang menghampiri terlalu sarat akan penyadaran status dan cerminan kasta.

“Adik-adikku. Mereka cinta pertamaku.”

Semua orang pun tahu, jika membandingkan diri dengan pasukan Eliezer kecil mereka selalu jadi secuil debu kotor tak bermakna, di samping berlian mewah hasil bentukan alam yang misterius.

Dingin, elegan, penuh gengsi, dan mewah.

Mereka sepadan. Cocok untuk merendahkan martabat setiap orang.

Tak terkecuali untuk kawan-kawan di masa sekolahnya yang begitu gencar memuja visual memukau dari ketiga adiknya.

Bangga. Johnny sangat bangga karenanya. Dan ... semakin menyayangi mereka dengan gilanya.

Mereka penting, berkilau, dan berharga di matanya. Bahkan, sampai jadi pemicu semangat untuk semua kerja kerasnya.

Kebahagiaan mereka adalah sumbu kebahagiaannya juga. Senyum mereka, mampu memekarkan gairah hidup akan masa depan. Begitupun dengan kesedihan mereka, yang bisa jadi badai bagi hatinya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang