46

245 37 11
                                    

Tepat di lampu merah, Lucas menghentikan mobilnya.

Ini sungguh sulit dipercaya. Sumpah. Lucas merasa ini sempurna. Well, silahkan mengatainya kejam, tak berperasaan, brengsek, dan semacamnya, selain karena--sungguh--ia takkan peduli dengan itu, Lucas terlalu larut dengan penemuan besarnya.

Ia baru saja ‘bertamu’ ke kastil besar musuh... Tidak! Tapi kawannya, dan mengacau disana.

Ia tersenyum puas. Tidakkah Xiaojun tahu tentang hal mengejutkan ini? Kenapa ia begitu ceroboh sampai tak meneliti informasi pribadi artis incarannya?

Kalau ternyata, dua kenalannya yang ia kira hanya seorang artis biasa dan pemilik restoran biasa--Regular Kitchen masih terhitung ‘biasa’ di mata Lucas--nyatanya adalah putera dari pesaing sadis ayahnya?

Dan beraninya lagi, ia malah menggoda anak bungsunya di depan mata sang pewaris utama.

Lucas pun masih merasa tak menyangka. Niatan awalnya hanya untuk menemui si lembut dan malah berakhir dengan drama kemarahan Johnny.

Pantas saja. Sejak pertama melangkah pun ia merasa tidak asing dengan gaya dan juga atmosfer sekitarnya. Tapi sungguh, hal yang paling membuatnya mengernyitkan dahi adalah mengenai Kun. Saat bertatap muka dengannya tadi, ia tak mengira sedikitpun orang semanis itu adalah adik dari orang menyeramkan seperti Johnny.

Sepengetahuannya. Berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari perkumpulan data mata-matanya, keluarga Eliezer mempunyai empat orang anak. Dan seluruhnya adalah laki-laki.

Johnny, Doyoung, dan Kun. Untuk saat ini Lucas baru menemukan tiga, sisanya tinggal seorang lagi. Ia seketika merasa tertarik untuk mencari tahu lebih banyak mengenai keluarga elit satu ini.

Berkat kebetulan ini, Lucas merasa tertantang. Ia merasa perlu untuk mengetahui lebih dalam. Tapi tentunya tidak dengan langkah gegabah. Selain karena ia ingin menjaga hubungan mudanya dengan Kun, tambahan Johnny yang semakin membencinya akan menghambat langkahnya. Karena ia yakin dengan hanya melihat ketiga saudaranya saja bahwa satu orang ini juga bukan orang sembarangan.

Tak ada yang tahu. Bisa saja dia ini seumpama sesosok ular yang sedang bersembunyi di dalam lubang.

Tak ada alasan untuk tidak berhati-hati. Hubungan aliansi mereka pun bahkan baru terjalin. Lucas tidak boleh merusaknya.

Tapi sepertinya, kalau sebatas memberitahukan kabar luar biasa ini pada Xiaojun seharusnya takkan jadi masalah.

Melirik sebentar pada jalanan. Lampu merah masih bertahan apik. Lucas mengambil ponsel dari saku celananya. Mencari nomor Xiaojun, lalu memutuskan menelponnya langsung ke ponsel. Bukan ke telepon kantor, seperti yang sudah di pesankan adiknya dengan wanti-wanti.

Nada sambung berhenti di hitungan ketiga. Tak langsung Xiaojun menyapanya. Yang terdengar justru suara percakapan samar yang melatarbelakangi. Samar terdengar suara saling bersahutan membahas soal video musik, pengeditan, pemotretan, dan lain-lain.

Lucas mengetuk jarinya pada setir. Ia terus tersenyum. Seakan tak bisa berhenti bahagia. Sabar menunggu hingga adiknya memberi jawaban.

"Tolong pause dulu videonya... Ya, Luke—Oh tidak Kris, aku akan menghubungimu nanti, simpan saja konsepmu. Akan ku pertimbangkan lagi." Hampir Lucas berkata, tapi ia mengerutkan dahi saat suara Xiaojun di seberang seperti kembali sibuk dengan pekerjaannya. Ya. Adiknya ini pasti sedang rapat. Dan Lucas menelpon ponselnya tanpa konfirmasi dari Yangyang sebelumnya.

Oh... Pastinya Xiaojun akan segera mengamuk. Tapi, Lucas siap dengan itu. Kabar ini terlalu mengejutkan untuk di simpan sendirian.

"Tidak-tidak... Hanya sebentar saja. Tak perlu merindukanku, aku akan ke apartemenmu nanti malam, kau ingin meeting kan?"

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang