Gemuruh ombak laut menggulung bimbang menjadi sejarah luka.
Cinta memang terlahir murni, tapi mampu melukai di sana-sini.
Pelakunya kadang terombang-ambing di antara duka dan nestapa. Di antara tawa dan bahagia.
Tak jarang semua itu memberi warna.
Tapi tak jarang pula malah memberi sayatan setajam pedang.
Menyisakan perih dalam luka yang tak terlihat mata.
"Apa semudah itu melupakanku?"
Ada sirat penderitaan samar. Rindu berbalas luka, kala engkau mendapati bahwa cinta telah menghapusmu.
Kun terdiam. Membisu seribu kata atas tuduhan tak berperasaan. Tidak. Bukanlah hal mudah untuknya melupakan pria ini. Bahkan dahulu ia pernah menderita. Tapi ia hanya mulai menatap pada kenyataan. Sehingga keinginan untuk menghapuskan muncul, sebab hatinya pun menuntut ingin bahagia.
Tapi biarlah, ini lebih baik. Biarkan ia bungkam dengan pengakuan hatinya. Dengan kelemahan jiwanya. Tak usahlah Sicheng tahu bahwa melupakannya merupakan perkara tersulit sepanjang hidupnya.
Di dalam senyuman lemah terurai sudah semua kepenatan hati. Kun tak lagi sanggup mengingat semua kenangan dahulu.
"Jangan salah paham, Sicheng. Aku hanya sedang berusaha membuka hatiku untuk yang lain."
Tak pernah ada pengharapan dalam asa. Kabut kehampaan menyulam hati. Dunia merubah warna cintanya menjadi sekelam malam. Kenyataan memaksa hati untuk menyerah. Padahal nyatanya mencintai Kun adalah bagian terindah dalam hidupnya.
Semua memori indah kini tinggal bayang-bayang. Menyisakan Sicheng dalam kukungan rindu yang membiru. Kun telah berpaling darinya. Tapi cintanya masih sama seperti dulu.
Dalam bisikan dingin menusuk, cintanya seolah berkata untuk segera merelakan. Tapi, Sicheng meminta waktu, sebab itu justru membuatnya semakin merana.
"Apa aku masih punya kesempatan?"
Sejujurnya sisi egois hanya ingin mencoba. Kendati yang tersampaikan oleh logika masih belum sanggup diterima sang hati dan jiwa.
Pada kenyataannya. Sicheng masih mendamba sejuta harapan agar Kun sudi kembali padanya. Melanjutkan sulaman cinta mereka yang sempat tertunda.
Bayangkan saja, ia baru jatuh cinta tapi sudah terpisah keadaan.
Keinginan hati untuk memiliki rupanya tak pernah terealisasikan.
Kejam itulah namanya.
Lalu, ada tatap duka dalam kesenduan. Kun menggeleng lemah dalam keputusasaan.
"Kecuali denganmu, aku tidak bisa."
Akhirnya kalimat tersulit itu terucap. Bersama segumpal sesak dalam dada. Sebisa mungkin diri ingin berlatih untuk kuat menghadap duka. Walau perih turut dirasa kala ia menatap sepasang mata merindu. Bersedih pula hatinya sebab takdir cinta tak payah untuk diubah.
Sicheng menghadap pada Kun, dalam tatapan pilu ia menuntut.
"Kenapa? Apa kau takut aku akan membawa hal buruk pada kehidupanmu? Apa kembali denganku semenyeramkan itu bagimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCK AND WIN [✓]
FanfictionDamai dan indahnya kehidupan Kun tiba-tiba hancur, karena sang kakak yakni Taeyong yang bersikeras mengungkapkan kebenaran bahwa Kun bukanlah anak kandung keluarga Eliezer. Seolah singgasananya direnggut paksa Kun nyaris tak bisa bertahan melawan ke...