22

222 43 13
                                    

"Apa menurutmu langit terlihat mendung?"

Nakamoto Yuta menoleh sesaat pada atasannya sebelum mengalihkan kembali perhatian pada buku di tangan, "ya, mungkin sebentar lagi akan turun hujan."

Menghiraukan keinginannya untuk mengangguk, Taeyong merenungkan dalam hati tentang keterdiaman Yuta. Sedatangnya ia, belum sedikitpun pria Jepang itu membuka suara. Padahal Taeyong begitu menantikan sebuah jawaban atas apa yang di perolehnya selama ini.

Langit di luar kian mendung, menggantungkan kelabu di atas puncak kepala, "kau sudah pergi ke rumah sakit?"

Seperti di waktu-waktu sebelumnya, hanya anggukan sajalah yang Taeyong terima. Ia bagaikan terjebak dalam kesunyian dunia yang di ciptakan Yuta di depan matanya.

"Lalu bagaimana hasilnya?" Semilir angin masuk melalui celah jendela. Menggerakkan tirai tipis dan menyentuh tengkuk Taeyong hingga bergidik.

Angin dingin masuk. Membekukan suasana. Taeyong bergerak, menyibak tirai lalu menatap mendung yang menyelimuti kota. Di raihnya jendela, lalu ia tutup rapat-rapat.

"Apa mereka memberimu jawaban?"

Membalikkan badannya, lalu menghampiri Yuta kembali. Taeyong menatap Yuta bergantian dengan langit di luar sana. Langit mendung selalu membawa perasaan lebih mendalam. Seolah kehancuran harapan akan segera tiba.

Jawaban itu kemudian mengalun, bersatu lirih bersama gerimis yang mulai jatuh. Yuta tetap enggan menatap, menundukkan pandangan pada kekosongan.

"Aku kesana dan mereka memberiku jawaban yang sesuai dengan data yang ku punya. Adikmu benar tertukar, tapi itu bukanlah kesengajaan. Di hari itu hanya ada dua bayi yang lahir, satu adalah Kun dan satunya adalah adikmu. Kecurigaan semua pihak menuju pada masa dimana adikmu mendapat perawatan bersama Kun. Entah keteledoran apa yang terjadi, sampai mereka bisa tertukar tapi kita tak dapat marah karena itu termasuk kecelakaan."

Gemuruh terdengar jauh, Yuta menatap matanya dengan kebekuan, "malam itu kau masih ingat kan? Kalau hanya dua tangisan bayi yang kau dengar?"

Angin dingin yang membelai, menarik Taeyong ke dalam ingatan samar tentang masa kecil.

"Ya aku masih mengingatnya. Saat itu aku, Doyoung, dan Johnny, kami sama-sama menunggu kelahiran adik kami dalam ketegangan. Semuanya terasa berlalu amat cepat, aku begitu tenggelam dalam rasa antusias dan ketakutan, lalu saat ayah datang pada kami dan memberitahu kalau adik kami laki-laki, kami begitu senang..."

Gerimis makin bertambah, riaknya membasahi tanah kering di permukaan.

"Dan... Dan tak lama setelah itu kami mendengar suara tangis bayi yang sangat nyaring, tak berapa lama kemudian kami melihat dua orang perawat yang mendorong dua bayi dalam kotak kaca. Kami sangat terkagum, juga kebingungan mencari yang mana adik kami? Lalu kedua perawat itu pergi, membawa adik kami beserta satu bayi yang lain..."

Gemuruh hujan meraung keras. Mengaburkan suara mereka dalam kebisingan.

"Mungkin di saat itulah adik kami tertukar."

Tetesan hujan menyisakan jejak pada jendela. Mengalir ketika terkumpul banyak, membasahi ketakutannya yang menganga lebar.

"Tapi ada satu keistimewaan disini yang perlu kau ketahui."

Aroma segar hujan yang lembab terasa menenangkan jiwanya. Yuta kemudian melanjutkan saat dirasa Taeyong hanya terdiam menunggu.

"Adikmu sudah lebih dulu mengetahui kesalahan ini, ia lebih dulu menemukan kejanggalan ini dan tak disangka ia mencari tahu kekeliruannya juga. Adikmu sudah tahu ia tertukar, tapi belum mengetahui dimana keluarga aslinya berada karena keterbatasan informasi yang ia peroleh hanya berbatas pada data sederhana dari rumah sakit tempatnya di lahirkan. Sedang rumah sakit tak menyimpan sedikitpun data perihal keluargamu, karena kebiasaan keluarga Eliezer-mu yang mengharuskan setiap orang tua merahasiakan identitas pada pihak yang bertanggung jawab atas kelahiran keturunannya. Ia yang lebih dulu mendatangi tempat itu, lalu menanyakan semuanya bahkan tak tanggung-tanggung ia pun melakukan tes DNA dengan kedua orang tuanya. Dan hasilnya benar membuktikan kalau ia bukanlah anak kandung mereka."

Taeyong termangu, wajah pucatnya terlihat kalut dengan pandangan segelap kabut dingin hujan.

"Lalu apa yang terjadi padanya? Apa ia di usir?"

Gemuruh berlayar di langit, menyertai tawa sinis Yuta akan ironi di hadapan mata.

"Sayangnya tidak. Meski tertukar, bisa di katakan adikmu sangat jauh beruntung karena ia di besarkan dalam keluarga sederhana yang penuh dengan kasih sayang dan sangat jauh dari obsesi kesempurnaan. Kedua orang tuanya, tetap menyayangi ia tak peduli apapun. Walau kenyataan pahit telah mereka singkap, tak ada satupun harmoni yang berubah. Kasih sayang yang adikmu dapatkan tetap sama utuh bahkan hingga kedua orang tuanya meregang nyawa."

Gemuruh menggema, bersama angin dingin yang menyapu keras. Sindiran halus yang ia dapatkan kian membekukan hatinya yang telah mati.

"Orang tua Kun sudah meninggal?"

Menatap mendung pada langit yang belum juga sirna. Yuta menghembuskan nafas lelah karena pilu yang melukai hati.

"Mungkin lebih bagus kalau kau menyebutnya sebagai orang tua kedua adikmu. Mau bagaimanapun merekalah yang paling berjasa karena sudah menjaga dan membesarkan adikmu hingga hari ini, terlepas dari fakta bahwa anak mereka pun telah di besarkan oleh keluargamu."

Dingin terasa menusuk pada tulang. Membekukan tubuhnya secara perlahan, dan menyisakan kehampaan.

"Apa sekarang adikku tahu sedikit tentang keluarganya?"

"Tentunya belum. Ia tak mendapatkan informasi apapun tentang keluarga kandungnya. Langkah yang ia ambil hanya hal sederhana. Ia menitipkan alamat email miliknya pada rumah sakit, untuk berjaga-jaga siapa tahu ada keluarganya yang mencaritahu keberadaannya."

Hujan perlahan berhenti, ada setitik harapan yang muncul tapi sayangnya tak mampu menyinari kegelapan di matanya, "Bisa kau berikan email itu padaku? Aku ingin bercakap sedikit dengannya."

Tetesan yang tersisa, kini tak lagi bertambah. Hanya embun yang kini tertinggal menahan kedinginan pada dunia.

"Aku masih harus memastikan keaslian email itu sebelum memberikannya padamu. Kau tahu kan bagaimana aku?"

Taeyong tersenyum di tengah kehampaan yang sarat akan kehangatan, "kau terlalu rumit. Seperti biasanya."

Melihat hujan yang telah berhenti. Yuta tak lagi merasa memiliki alasan untuk berada lagi disini. Mengabaikan tatapan terluka dari sepasang mata kelam itu, ia meraih mantel yang terkait pada dinding. Mengenakannya, dan bersiap pergi setelahnya.

"Akan ku pastikan semuanya besok. Jika kau ingin bergabung, besok aku akan mengunjungi tempat adikmu bekerja. Semua yang ku katakan tadi, ku harap kau renungkan dengan baik. Aku akan memberimu waktu hingga senja. Untuk saat ini, hanya itu yang bisa ku sampaikan padamu. Akan ku temui lagi kau sore nanti. Aku pergi."

Melangkah tanpa ragu untuk menyambut angin dingin, tanpa memperdulikan kekalutan pada seorang diri yang terikat pada kebimbangan dan kesepian.

Kesepakatan yang terjalin hingga senja hari memberikan sentuhan ketegangan selayak menunggu bom waktu.

Ia tidak mengerti saat meninggalkan, bahwa ada jiwa yang hilang dan tersesat. Yang membayangkan keadilan dari sebuah kasih.

Karena keinginan sederhana untuk bahagia tak peduli walau jalan yang ditempuh teramat salah.

Yuta tak mengerti dan tak ingin memahami kekalutan yang tengah menghampiri Taeyong.

Kerumitan dan kepergiannya tak pernah membawa efek baik pada diri yang rapuh itu.

























Ini hanya fiktif belaka. Tidak bermaksud menghina, mengkritik, pihak manapun. 🙏

Vote dan komen kuy ❤ seperti biasa

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang