54

209 42 70
                                    

Kun tetap membisu.

Setelah menjelaskan semuanya pada Lucas, mulai dari kisah perjodohannya dengan Sicheng, kesalahan di masa lalu yang menimpa keluarganya, tentang Ten yang secara tidak langsung sudah menggantikan posisinya, juga tentang mengapa ia bisa sampai ke tempat ini, pun tak luput penjelasan mengenai ia yang mendapatkan alamat bukit Ellesa ini dari Ten.

Semua itu sudah ia ceritakan dengan rinci. Dan kini, sebagai pendengar yang tadi begitu menuntun penjelasan dari Kun, Lucas menjadi satu-satunya pihak yang paling membisu dan kehilangan kata-kata.

Di hadapan Kun, ia menutup wajahnya. Dengan nafas yang memburu ia berkata.

"Aku harus meminta penjelasan padanya," putus Lucas setelah melewati perdebatan dalam batinnya.

Ia sungguh tak bisa membayangkan, cobaan hidup seburuk apa yang sudah Kun lalui selama ini.

Tapi Kun menjawab. "Untuk apa?"

Seperti tengah berbisik, seketika suaranya di telan angin dan gemerisik pohon Cemara.

Dengan tatapan mata yang mengabur karena membayangkan betapa pedihnya luka yang Kun alami, Lucas mengungkapkan jawabannya.

"Tentu saja untuk semuanya. Kenapa saat Taeyong mengajaknya ia mengiyakan saja tanpa berpikir dua kali? Aku harus tahu. Apa yang mendorongnya melangkah sampai sejauh ini? Kenapa pula ia tidak mundur saat tahu Sicheng sudah jadi milikmu? Kalian bahkan hampir menikah."

Kun lantas terdiam. Kendati yang di katakan Lucas memang benar adanya, ia sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk melawan.

Ia hanya membalas, "sudah tidak ada gunanya lagi. Mungkin aku tidak di takdirkan Tuhan untuk memiliki Sicheng."

Dengan wajah lelahnya, Kun menyuarakan kekalahan hatinya.

Menarik nafasnya dalam. Kun rasa ia mulai menyerah.

Di hadapannya Lucas ikut terdiam. Keduanya terjebak dalam kebisuan.

Tapi itu hanya sesaat. Sebab Lucas, kembali berdalih.

"Meskipun aku tidak begitu paham dengan konsep 'cinta tak harus memiliki', tindakan merebut atau memisahkan secara paksa pasangan yang saling mencintai tetap tidak bisa di benarkan."

Lucas menatap lurus pada sepasang mata Kun yang tak berhenti berkaca-kaca. Seolah ia tengah mempertegas haknya.

"Setidaknya, meskipun aku tidak bisa mengembalikan roda duniamu, aku ingin mendengar penjelasannya langsung, kenapa ia bertindak tanpa memikirkan perasaanmu?"

Dengan tatapan menerawang yang tak terarah. Ekspresi setengah menyeringainya menampakan aura maskulinitas yang terasa.

Saat mengatakannya, tatapan Lucas seolah tengah menjelajah waktu menuju masa lalu.

Dengan kekosongan yang perlahan merambat di matanya, ia berkata lagi. "Sebagai sahabatnya, aku bagai tak bisa mengenalinya."

Lirih suaranya menarik perhatian Kun. Dengan seksama ia mendengarkan semua keluh kesah Lucas. Dalam hati ia pun turut membenarkan, dan memahami perasaan serta respon Lucas sebagai sahabat Ten.

Tapi sejurus kemudian ia menyadari sesuatu. Batinnya tiba-tiba menanyakan maksud kebaikan Lucas padanya.

Ia pun bertanya dengan dingin.

"Lucas," singkat Kun memanggil namanya.

Lucas menatapnya, "ya?"

Cukup lama Kun terdiam, merangkai kata yang tepat untuk mengungkapkan kebingungan hatinya.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang