52

234 39 71
                                    

"Sudah bangun?"

Jaemin mendorong pintu yang setengah terbuka itu dengan sedikit paksaan.

Bukan karena pengaruh emosional sebab semalam tuan mudanya pulang larut lagi, ia hanya sedang kerepotan.

Di kedua tangannya kini di penuhi oleh berbagai menu sarapan, untuk Kun yang belum juga mau turun dari kamarnya, entah karena apa.

Itu perintah Johnny, yang begitu gusar karena tak mendapati sang adik kesayangan di salah satu kursi saat sarapan beberapa jam lalu.

Pria itu samasekali tak mau repot menganggap kehadiran adik kandungnya, yang sudah duduk manis di antara Taeyong dan dirinya.

Sebagai yang menduduki kursi utama—menggantikan sang ayah—Johnny lebih senang memperhatikan kekosongan kursi di sebelah kanannya dengan alis berkerut.

Sepulangnya pria itu dari perjalanan bisnisnya, keprotektifannya pada Kun kian menjadi-jadi.

Padahal pria itu hanya mengambil cuti beberapa hari saja. Tapi hal pertama yang di tanyakan olehnya adalah; Dimana Kun?

Bukannya menanyakan hal yang menjadi sebab dari kepulangan mendadaknya, seperti; Dimana letak dokumenku yang tertinggal?

Di mata Jaemin—yang saat itu menjadi korban interogasi kedua setelah Doyoung—ia hanya bisa menghela nafas, menyaksikan tabiat si putera sulung Eliezer.

Ia yakin. Di mata Johnny, semua saham, dan aset perusahaannya hanya senilai debu tak berarti jika di bandingkan dengan Kun.

Jaemin salut.

Dan meringis di saat bersamaan.

Ia berandai-andai, bagaimana kalau misalnya sesuatu terjadi pada Kun? Ada yang meracuninya misal?

Uh...

Sudah pasti ia akan jadi orang sial pertama yang akan di selidiki oleh Johnny.

Karena sifat penuh curiga yang di miliki Johnny bisa jadi sangat merepotkan, di saat-saat tertentu.

Oleh karena itu, masuk akal lah jika Jaemin menaruh rasa curiga yang besar saat tiba-tiba Ten menemuinya di dapur, dan meminjamnya sebentar untuk membuat segelas minuman hangat untuk Kun.

Ingin bertanya macam-macam hal, rasanya tak pantas. Ia malas berdebat dengan Taeyong. Terlebih lagi, Ten memang berhak menggunakan semua fasilitas yang ada di rumah ini.

Jadi, Jaemin hanya tersenyum sekilas saja saat Ten mengatakan alasannya membuat segelas cappucino untuk Kun dengan tulisan 'Thank You' di atasnya.

Jaemin paham, mengapa Ten tidak berani mengatakannya secara langsung dan lebih memilih mengucapkannya lewat segelas minuman.

Mereka tentunya masih sangat canggung. Setelah memperebutkan sebuah cinta dari pria yang sama.

Sicheng. Masih membayang-bayangi mereka.

Jadi, Jaemin hanya duduk manis. Seraya memperhatikan segala gerak-gerik dan tahapan yang di lakukan Ten.

Dalam hati mengawasi sungguh-sungguh, takut Ten menaruh sejenis racun atau semacamnya.

Tapi, ketika melihat Kun masih baik-baik saja dengan gelas yang telah kosong di tangannya, berhasil membuat Jaemin bernafas lega.

"Apa cappucino-nya enak?"

Jaemin berbasa-basi. Padahal sebenarnya pertanyaan itu memiliki arti lain; Apa ada racun di dalamnya?

Sadar dengan makna kecurigaan dari Jaemin, Kun pun menjawab. "Aku masih hidup dan baik-baik saja Jaemin. Tolong jangan berlebihan."

Kun berkata pelan. Sedang matanya seperti tak berhenti menyelami kekosongan.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang