16

246 51 62
                                    

Belum berselang lama dari waktu Kun pergi, sekitar tiga puluh menit setelahnya Doyoung dan Johnny pun turut keluar.

Mereka awalnya belum menyadari kalau hal yang paling mereka tutupi sudah terbongkar tanpa sengaja. Nampan berisikan salad yang terletak di atas bufet pun ikut luput dari pandangan mereka.

Doyoung mengusap wajah sembabnya dengan telapak tangan sambil berkata dengan suara parau, "Aku akan membangunkan Kun dulu, aku yakin dia belum makan apapun."

Johnny hanya membalas dengan anggukan, pikirannya juga sama kacau dengan Doyoung. "Bersihkan dulu air matamu, supaya ia tidak curiga."

Doyoung hendak berkata iya. Tapi semangkuk salad yang tertangkap pandangannya sedikit mencurigakan.

Doyoung menatap salad itu dengan tatapan penuh tanya, "John, salad milik siapa ini?"

Teringat dengan pesanannya pada Taeyong tadi Johnny lantas menjawab dengan tenang, "Itu punyaku, tadi aku meminta Taeyong membuatkannya untukku. Kenapa memangnya? Ada yang aneh?"

Doyoung bungkam selagi matanya terus menatap. Pikirannya berputar pada berbagai kemungkinan hingga satu kejanggalan tersirat di benaknya, "Lalu kenapa Taeyong menaruhnya disini? Kenapa dia tidak langsung masuk dan memberikannya padamu? Seingatku pintu kamarmu sengaja tidak ku kunci,"

"Mungkin dia terlalu malas untuk masuk," Johnny menjawab perkataan Doyoung dengan penuh keraguan. Walaupun lidahnya berucap demikian ketakutan di hatinya tetap tak bisa di sembunyikan.

"John, apa kau lupa kalau Taeyong tak pernah suka menaruh makanan di sembarang tempat?"

Johnny mengangguk, "Ya. Aku tahu itu, tapi mungkin saja Taeyong sengaja karena tak ingin bertemu denganmu, hubunganmu dengannya belum membaik bukan?"

Doyoung mengangguk. Apa yang di katakan Johnny memang benar. Sejak insiden pertengkarannya tempo hari ia belum benar-benar ‘berbaikan’ dengan saudaranya itu. "Kau yakin kalau selama kita bicara tadi tidak ada seorang pun yang masuk dan menguping? Aku takut John, sungguh."

Menghadap pada Doyoung, Johnny menggenggam bahunya dengan kuat, "Percayalah padaku, aku tidak mendengar siapapun masuk lalu menguping pembicaraan kita. Mungkin kau terlalu lelah sampai jadi begitu cemas. Istirahatlah, dan tenangkan dirimu."

"Lalu kau bagaimana?" Doyoung bertanya khawatir, ia teringat akan janjinya untuk menemani Johnny makan malam bersama Kun tentunya.

"Aku bisa makan sendirian, salad ini masih bisa ku makan dan lumayan mengenyangkan. Kau tidur saja. Tak usah khawatirkan aku."

Doyoung terdiam beberapa saat sebelum mengiyakan, "Baiklah. Selamat malam John."

Tersenyum, "Malam Doyoung."

Dengan itu Doyoung berbalik, berjalan lesu menuju kamarnya. Saat melewati kamar Kun, ia sempat melirik pada kondisi di dalam dimana sudah tak ada lagi cahaya yang mengintip. Kamar adiknya sudah gelap total. Pikiran tentang Kun yang menguping pembicaraannya dengan Johnny tadi segera di tepisnya. Meyakini kalau Kun sudah tidur jauh sebelum ia masuk ke kamar Johnny. Walau sebuah tanda tanya besar masih memenuhi pikirannya, ia tak ingin memusingkannya sekarang. Masih ada hari esok untuk menanyakan pada Taeyong soal siapa yang menaruh salad itu di atas bufet.

Memasuki kamarnya, Doyoung kemudian menggulung diri dengan selimut. Setelah semua yang terjadi hari ini, tubuhnya merasa lelah juga. Memejamkan mata, Doyoung mencoba meraih kantuknya, dan tak butuh waktu lama Doyoung berhasil terlelap untuk terjun ke alam mimpi.

                            ***

Paginya Doyoung terbangun dengan perasaan yang tak begitu membaik. Ia terbangun dengan tubuh segar tapi hatinya masih tetap kacau. Beginilah ia jika memiliki masalah yang belum tuntas. Ia bangun dan tertidur dengan masalah yang melingkupi hati.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang