3

466 70 83
                                    

Doyoung kembali melihat bayang-bayang kecelakaan yang menimpa dirinya beberapa waktu lalu.

Seperti melihat rekaman kejadian. Ia kembali menyaksikan bagaimana dahsyatnya kecelakaan tersebut. Sampai berhasil membuatnya terbujur di rumah sakit dengan berbagai macam alat bantu hidup demi menyelamatkan nyawanya dari masa kritis yang parah.

Untuk pertama kalinya ia merasa begitu lemah dan kehilangan kendali atas dirinya. Belum lagi serangan rasa takut yang tak kunjung putus, beriringan dengan rasa bersalah juga cemas yang menyiksa.

Terasa lebih dari cukup untuk membuatnya muak hingga menitihkan air mata.

Dalam tidurnya ia menangis, terlebih kala mengingat jika dalam kecelakaan itu ia membawa serta adiknya. Yang sekarang entah bagaimana keadaannya.

Tapi untuk saat ini, Doyoung merasa terlalu lemah untuk mencari tahu. Ia ingin istirahat, itu saja.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hal pertama yang Doyoung lihat saat siuman adalah wajah kacau Johnny yang berderai air mata, sedang menatapnya penuh haru sambil mengatakan hal yang samasekali tak bisa Doyoung dengar.

Ia berusaha mengumpulkan tenaga untuk memberi senyum penenang pada saudara tertuanya itu. Tapi yang terpatri di wajahnya malah raut sakit yang menyedihkan.

Sentuhan hangat tangan Johnny pada pucuk kepalanya memberikan friksi yang membuatnya tenang. Ada kedamaian dan rasa terlindungi saat tangan kokoh itu mengelus lembut rambut hitam legamnya yang sebagiannya kini terbungkus oleh perban.

Ia tak mampu bicara hanya air matanya saja yang setia mengalir. Mencoba menyampaikan lewat tatap mata tentang kekhawatiran terbesar di hatinya.

Tepat setelah itu, serombongan dokter datang lalu sekejap ruangannya jadi lebih sesak oleh hiruk pikuk kesibukan mereka untuk memeriksa setiap inci tubuhnya.

Pening kembali melanda, dan sesaatnya gelap kembali menguasai.

                             ***


Hari berikutnya, terasa lebih baik bagi Doyoung. Meskipun belum sanggup menggerakkan kakinya ia sudah cukup kuat untuk berkeliling rumah sakit dengan bantuan kursi roda juga dorongan Johnny di belakangnya.

Tempat pertama yang menjadi tujuannya adalah ruangan ICU. Melewati kaca pembatas ia mati-matian menahan tangis saat melihat adiknya masih terlelap disana. Dengan berbagai alat menempeli tubuhnya.

Ini lebih menyakitkan di banding dengan tersiksanya ia kemarin saat menahan luka. Seketika beban penyesalan kembali menyeruak ke permukaan. Mengundang isakan lirih, atas dasar rasa gagal menjaga sang adik.

"Kenapa Kun belum bangun? Apa yang terjadi padanya selama aku kritis?"

"Dia baru selesai melewati masa kritis paska operasi yang kedua. Tinggal menunggu ia membuka mata. Dan semuanya akan baik-baik saja."

Tak puas dengan itu, Doyoung kembali mencerca Johnny dengan ribuan pertanyaan. Melupakan fakta bahwa dirinya pun belum pulih benar, bahkan tak segan ia memukul Johnny dengan tangan berhias infus, saat dirasa jawabannya kurang memuaskan.

LUCK AND WIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang