Seventeen x you
disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng..
bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu..
Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
Aku menghela nafasku pelan, melirik sekilas namja yang ada di hadapanku, yang memang sedang sibuk dengan ponselnya. Aku benar-benar tak suka dengan suasana canggung seperti ini, yang selalu saja aku rasakan setiap kali kami berdua bertemu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri, dan tiba-tiba dia berdeham, membuatku menatapnya. Aku melihat dia meletakkan ponselnya, meminum kopi yang tadi sudah ku pesan sebelum ia datang. Setelah meminum kopinya, dia menatapku.
Aku mulai salah tingkah saat tatapan kami bertemu. Sontak, itu membuatku memalingkan pandanganku darinya.
"Jadi? Apa kau sudah menerima perjodohan ini?" Aku tersentak saat ia membuka suaranya terlebih dulu. Aku spontan langsung menatapnya.
"Entahlah, aku saja masih tak percaya kalau dosenku sendiri adalah calon suamiku," ucapku sambil memainkan sedotan minumanku.
Yah, sebenarnya namja yang ada di hadapanku sekarang ini adalah Choi Seungcheol, atau lebih tepatnya dosen killer di jurusan seni. Itulah penyebab suasana canggung selalu menyelimuti kita ketika kita bertemu dan lebih tepatnya hanya berdua tanpa kedua orangtua kami.
Ayahku dan ayahnya sudah bersahabat sejak mereka masih kecil. Iya, ide konyol ini mereka buat ketika mereka pertama kali mengenal yang namanya cinta. Mereka berjanji kalau kelak, jika anak mereka berjenis kelamin berbeda, mereka akan menjodohkannya.
Dan inilah kami terjebak dengan perjanjian yang konyol menurutku, meski aku tak memungkiri kalau aku sangat bersyukur bisa menjadi calon istrinya. Siapa yang tak menyukai dosen tampan ini? Bahkan aku dengar hampir seluruh mahasiswi menyukainya. Bahkan aku pun menyukai-ah, tidak-tidak! Aku malah sudah mencintainya.
Tapi sayangnya, aku tak bisa mengungkapkan perasaanku padanya karena aku pernah mendengar kalau dia sedang berkencan dengan dosen jurusan sejarah. Aku tidak tahu itu hanya gosip atau memang benar. Bagaimana jika memang benar? Aku tak mau merusak hubungan mereka hanya karena aku orang yang dijodohkan dengannya. Tapi jika tidak, nanti juga dia akan tahu perasaanku padanya.
Aku kembali menatapnya dan melihat ia tengah tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sungguh, ia tersenyum hanya karena aku berkata seperti itu?
"Lalu, kemana kita hari ini?" Ia menatapku. Aku yang tadinya tengah menatapnya pun memalingkan wajahku.
"Kita langsung pulang saja. Aku harus mengerjakan tugasku dan aku juga tak mau mengganggumu."
"Apa maksudmu, (y/n)-ya?."
"Maksudku, sebaiknya lebih baik kita pulang. Agar Gyosunim bisa istirahat. Bukankah besok Gyosunim harus mengisi acara seminar?."
"Sudah berapa kali aku bilang, jangan panggil aku 'Gyosunim' saat kita sedang berdua."
"Mian, aku sudah terbiasa memanggilmu Gyosunim," aku mendengar ia menghela napasnya. Huh, apa kata-kataku salah?