WOOZI (2)

959 101 26
                                        

POV Woozi..

Aku menatap (y/n) yang sedang membantuku mengancingkan kemejaku saat ini. Sebuah helaan napas berat lolos dari bibirku, saat memikirkan bagaimana caranya menjelaskan semua ini padanya. Ia sama sekali tidak tahu bahwa aku sudah memiliki kekasih saat Eomma dan Appa melamarnya waktu itu. Yah, Eomma dan Appa memang tidak suka dengan hubunganku bersama Yeonhee sejak aku memberitahu mereka bahwa Yeonhee adalah kekasihku. Mereka selalu berpikir Yeonhee tidak pantas untukku.

Lamunanku teralihkan saat merasakan pegangan yang sangat erat pada kemejaku. Aku segera memegangi bahu (y/n) yang sedang menarik napas dalam-dalam di hadapanku, wajahnya sedikit pucat.

Gwaenchanha?” ucapku cemas sambil merangkulnya untuk duduk di tepi ranjang.

Aku melihatnya mengangguk pelan, lalu mengusap perutnya yang sudah membesar. Ada raut tidak nyaman di wajahnya.

“Kenapa? Apa yang terjadi?” tanyaku lembut sambil ikut mengusap perutnya, merasakan gerakan kecil di dalamnya.

“Ia terus bergerak dan menendang ku cukup kencang tadi,” jelasnya, suaranya sedikit serak.

“Kau terlalu lama berdiri tadi, kan? Kau tahu sendiri ia tidak suka jika kau terlalu lama berdiri,” ucapku, rasa bersalah menyelimuti hatiku. “Maafkan Appa yang membuat Eomma-mu terlalu lama berdiri,” bisikku pada perutnya, berharap permintaan maafku sampai pada calon bayiku.

“Woozi, hari ini jadwalku untuk ke rumah sakit,” katanya, suaranya kembali normal.

“Benarkah? Yasudah, aku akan pulang cepat hari ini untuk mengantarmu ke rumah sakit nanti,” janjiku, mencoba terlihat meyakinkan. Aku harus menjaganya dan bayi kami.

Ia hanya mengangguk dan tersenyum tipis padaku. Senyum yang selalu berhasil menenangkan hatiku.

“Yasudah kalau begitu, aku pergi sekarang. Jangan lupa minum vitamin mu, ya,” ucapku sambil mengusap lembut puncak kepalanya.

“Tentu, aku tidak akan lupa untuk meminumnya,” jawabnya.

Aku hanya mengangguk sambil berjalan meninggalkannya, namun bayangan senyum dan tatapan matanya tetap melekat di benakku.

Beberapa menit kemudian, di perusahaan. Seperti biasa, aku bergulat dengan banyak dokumen yang harus ku tandatangani dan ku pelajari untuk beberapa proyek baru. Tumpukan kertas itu seolah tidak ada habisnya. Kegiatanku teralihkan saat aku mendengar suara pintu ruanganku terbuka tanpa ketukan. Aku langsung menoleh, terkejut melihat Yeonhee berjalan santai kearahku, seolah ruangan ini miliknya.

“Yeonhee? Sedang apa kau di sini?” ucapku, sedikit panik sambil beranjak dari kursi. Ini adalah area kantor, dan Appa-ku sangat ketat.

“Bertemu denganmu, apalagi?” ucapnya sambil langsung memelukku erat. Aroma parfumnya yang kuat menusuk hidungku.

Aku segera melepaskan pelukannya dan menatapnya tajam. “Kau tak seharusnya di sini, Yeonhee. Bagaimana jika Appa-ku tahu? Dia pasti marah besar padaku.”

“Aku tidak peduli dengan Appa-mu. Aku kemari hanya ingin bertemu denganmu,” katanya manja, kembali memelukku, seolah mengabaikan kekhawatiranku.

“Yeonhee, ayolah, jangan seperti ini,” desak ku, mencoba menjauh.

“Kau ini kenapa? Tumben sekali,” tanyanya, ada nada kesal dalam suaranya.

“Aku hanya tidak ingin ada yang salah paham dengan semua ini. Kau tahu, kan, yang mereka tahu aku sudah memiliki seorang istri, dan istriku ad—” ucapan ku terpotong kasar olehnya.

“(Y/n), aku tahu, tidak usah kau perjelas lagi,” potong Yeonhee, nada suaranya berubah dingin. Ia lalu mendudukkan dirinya di sofa ruanganku, menyilangkan kaki, seolah ruangan ini adalah ruang tamunya. “Woozi, bagaimana jika kau berpisah dengannya?”

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang