23.DOKYEOM

2.3K 132 7
                                        

Aku tersenyum saat melihat sepasangan kekasih yang sedang bertukar cincin di depan sana. Benar-benar hari yang membahagiakan melihat Dokyeom dan Haesoo bertunangan. Setelah sesi pertukaran cincin selesai, kini giliran sesi pengambilan foto. Aku yang sudah tahu rencananya, langsung berlari kecil ke depan untuk mengejutkan mereka.

"Ayo kita ambil foto dulu!" seru Bambam, salah satu teman lamaku.

"Benar, ayo! Tunggu, itu bukan (y/n)?" Areum, teman ku yang lain, menunjuk ke arahku dengan mata membulat.
Aku melambaikan tangan dengan riang pada mereka, menikmati ekspresi terkejut di wajah mereka.

"Ish, si bodoh itu sepertinya menipu kita!" celetuk Dokyeom, yang baru saja bertunangan, sambil tersenyum geli.

"Terkejut? Aku tahu kalian merindukanku, tapi tidak usah memasang wajah seperti orang bodoh begitu saat melihatku!" ujarku, kini sudah berada di dekat mereka, tersenyum lebar.

"Yak…!" seru mereka bersamaan, kompak.

"Haha, araseo. Kita foto dulu, nanti ku jelaskan!" jawabku, menenangkan mereka.

Setelah kami mengambil beberapa foto yang penuh tawa dan kebahagiaan, barulah aku menjelaskan semua kepada mereka tentang bagaimana aku bisa hadir di acara pertunangan temanku ini. Memang, aku sebelumnya mengatakan tidak bisa datang karena pekerjaan yang masih menumpuk dan tidak bisa ditinggalkan. Tapi itu semua hanya kebohongan manis untuk memberikan mereka kejutan.

"Jadi kau berbohong pada kami?" Bambam menatapku dengan tatapan menyelidik.

"Iya, hanya kejutan kecil untuk Dokyeom dan Haesoo," aku menjawab sambil tersenyum simpul.

"Terima kasih atas kejutannya, (y/n)," Haesoo menatapku dengan tulus.

"Sama-sama," aku membalas senyumnya.

Yah, yang sedang bertunangan tadi adalah Dokyeom, teman dekatku. Kami berempat – aku, Dokyeom, Bambam, dan Areum – sudah berteman sejak kecil, jadi kami cukup hafal dengan kelakuan satu sama lain. Dan Hyena adalah calon istri dari Dokyeom, yang juga sudah kami anggap seperti saudara sendiri.




































Keesokan harinya, kami berempat memutuskan untuk berjalan-jalan, mengenang masa-masa saat kami masih bersekolah dulu. Rasanya seperti kembali ke masa SMA, penuh kebebasan dan tawa.

"Bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian tidak mau menyusul kami?" tanyaku, menatap Bambam dan Areum bergantian.

"Aku hanya tinggal menunggu saja," jawab Areum sambil tersenyum misterius.

"Aku masih ingin bebas dengan hidupku," timpal Bambam dengan santai.

"Bebas? Bukan karena kau tidak bisa menggoda para gadis jika kau sudah punya calon nantinya?" Dokyeom menyeringai, tahu betul kebiasaan Bambam.

"Haha, benar! Itu adalah kelakuan yang tidak bisa diubah sepertinya!" aku tertawa lepas sambil melemparkan sepotong kentang goreng padanya.

"Yak! Itu bukan salahku, tapi salahkan para gadis itu yang selalu terpesona dengan karismaku!" ujarnya membanggakan diri dengan percaya diri.

"Huek, rasanya aku ingin muntah mendengarnya!" celetuk Areum, pura-pura jijik.

"Haha, sudahlah. Oh ya, bagaimana rencana kita waktu itu? Apa kita jadi berlibur ke villa mu, Bam?" aku berbicara sambil menatapnya penuh harap.

"Tentu saja! Bagaimana kalau dua hari dari sekarang kita berangkat? Aku akan menyiapkan semuanya," Bambam menatap kami satu per satu.

"Baiklah, aku setuju. Bagaimana kalian?" Dokyeom menatapku dan Areum.

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang