Aku menatapnya, Scoups, yang sedang merapikan selimutku. Yah, aku dan Scoups sudah berada di kamar lain di ruang VIP rumah sakit ini. Ia bilang tadi menerima telepon dari eomma yang sedang mencari ku. Rupanya eomma menghubunginya untuk menanyakan keberadaan ku.
"Berhenti menatapku seperti itu. Kau bilang kau mengantuk tadi," ucapnya sambil duduk di tepi ranjangku, senyum tipis terukir di wajahnya.
Aku mengerucutkan bibir, "Apa yang oppa katakan pada eomma tadi saat eomma menelepon mu?"
"Tidak ada. Kenapa?" jawabnya santai.
"Jangan berbohong padaku!" desak ku.
"Aku hanya bilang kau aman bersamaku di kamar lain, itu saja," ia menjelaskan, menatap mataku dengan tatapan meyakinkan.
"Lalu... apa yang Oppa bicarakan dengan perawat kasar tadi?" tanyaku lagi, suaraku sedikit bergetar.
Scoups terdiam, menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan.
"Kenapa diam? Ah, maaf jika aku ikut campur urusanmu. Aku akan tidur sekarang. Selamat malam," ucapku, membalikkan badan dan memunggunginya. Aku berbaring, mencoba menyembunyikan rasa penasaran dan kekesalanku. Aku merasakan keheningan di belakangku, tahu ia masih duduk di sana, tapi aku terlalu kesal untuk bertanya lagi.
Besoknya, pagi ini. Aku perlahan membuka mata saat merasakan cahaya matahari menyinari wajahku. Aku meregangkan tubuh, merasakan pegal di sekujur tubuhku. Aku meringis dan memegangi luka di perutku, merasakan sakit dan perihnya.
"Selamat pagi, Nona Song. Bagaimana tidurmu, nyenyak?" Suara ceria seorang perawat menyapaku. Dia sedang mengecek selang infus ku.
"Tentu, tapi aku merasa sakit pada luka tusuknya," jawabku sambil mencoba duduk tegak.
"Ah, itu karena kau tertidur dengan posisi menyerong, Nona," jelasnya dengan senyum lembut.
Aku hanya mengangguk, mengerti.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara pintu kamar terbuka. Aku menoleh dan mendapati Dami dan San, adik Scoups, berjalan ke arah ranjangku.
"(Y/n)-ya!" teriak Dami sambil berlari ke arahku.
"Berhenti di sana dan jangan memelukku!" ucapku sambil mengangkat tanganku, menghentikan langkahnya.
"Wae?" tanyanya dengan wajah cemberut.
"Kau lupa aku terluka cukup parah?"
Aku melihat Dami hanya mengerucutkan bibirnya, sementara San meletakkan buket bunga di atas ranjangku.
"Nona Song, saya permisi dulu," ucap perawat itu sambil berjalan keluar.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau sudah lebih baik?" tanya San, suaranya terdengar khawatir.
"Ne, tidak baik. Aku merasa lebih parah sekarang," jawabku sambil memegang dada dan memasang wajah sedih.
"Yak! Kau kenapa? Apa...?" ucapan Dami menggantung.
"Eung, hati ku sakit sekali sekarang," kataku, melirik ke arah Dami dan San.
"Ish... Bisa tidak bilang pada Hyung mu agar tak menyakiti terus hati sahabatku ini!" seru Dami sambil memukul lengan San.
"Ah, kenapa aku yang kena pukul?" protes San, mengusap lengannya.
"Karena kau pantas mendapatkannya, iya kan, uri (y/n)?" Dami menoleh padaku, menunggu persetujuanku.
Aku hanya mengangguk sambil menatapnya, menahan senyum.
Setelah itu, kami bertiga menoleh saat mendengar suara pintu kamar terbuka lagi. Kali ini, Seohee dan Subin masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN IMAGINE
RandomSeventeen x you disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng.. bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu.. Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
