Di dalam kamar inap rumah sakit, aku mengusap perutku, teringat ucapan Haerin. Tekanan yang kurasakan rupanya berdampak pada janinku. Pintu kamar terbuka, dan Yoora melangkah masuk, menyodorkan selembar kertas padaku. Aku menatapnya tajam, mengambil kertas itu, dan membukanya. Mataku membelalak saat membaca isinya.
"Kau hamil?" ucapku tak percaya.
"Iya, baru dua minggu. Dan anak yang sedang ku kandungan ini adalah anak Joshua," jawabnya datar.
"Cih, jangan membodohiku. Aku tahu Joshua Oppa seperti apa orangnya," balasku sinis.
"Benarkah? Apa kau tahu siapa mantan kekasihnya? Atau apa kau tahu kenapa ia mengakhiri hubungannya?" tantang Yoora.
Aku terdiam, hanya menatapnya.
"Tidak, kan. Akulah mantan kekasih Joshua. Kami mengakhiri hubungan kami karena Joshua tidak mau bertanggung jawab atas anak yang sedang ku kandungan waktu itu."
Mataku membulat mendengar pengakuannya.
"Kau pasti terkejut, kan? Joshua itu memang kekasihku. Ia dan aku berkencan sejak masa kuliah," lanjutnya. "Hubungan kami sangat romantis hingga aku mengandung anak pertama kami, namun Joshua tidak mau bertanggung jawab dan malah pergi meninggalkanku," ucapnya sambil merunduk, seolah sedih.
"Aku yang mendapatkan banyak tekanan pada akhirnya harus kehilangan anak itu. Dan setelah cukup lama aku tak bertemu dengannya, akhirnya aku kembali bertemu dengannya. Ia ingin kembali padaku namun juga tak bisa membantah perkataan Appa-nya hingga ia terpaksa menikah denganmu dan masih menjalani hubungan denganku, hingga akhirnya aku kembali mengandung anaknya," ucapnya, mengusap matanya, lalu menatapku penuh makna.
Aku hanya diam, meremas kertas di tanganku.
"Aku tahu juga jika anak yang di dalam kandunganmu bukan anak Joshua, kan? Itu anak Seonghwa," ucapnya sambil menatapku, memancing emosi.
"YAK! JANGAN ASAL BICARA KAU!" teriakku, tak terima.
"Aku tidak asal bicara. Kau memang masih mencintainya, kan? Ayolah. Aku tidak akan memberitahu Joshua jika kau mau lepas Joshua dan mengakhiri pernikahan kalian," katanya, mencoba memanipulasi ku.
Aku beranjak, mendorongnya menuju pintu kamar inap. "Pergi! Pergilah! Aku tidak mau melihatmu lagi, PERGI!" seruku sambil terus mendorong.
Aku mendorongnya keluar kamar inap dan langsung menutup pintunya. Tubuhku ambruk, seolah tak mampu lagi menopang bebanku. Aku kembali mengusap perutku, menatapnya, dan bergumam, "Apa yang harus Eomma lakukan sekarang, Sayang? Mempercayai wanita itu atau bertahan dengan Appa-mu?"
Saat itu, perutku kembali terasa sakit. Aku mencoba bangkit dan berjalan menuju ranjang rumah sakit untuk menekan tombol agar Haerin atau perawat datang menolongku. Aku berhasil. Tak lama, salah satu perawat datang dan membantuku berbaring kembali. Kemudian, Haerin datang bersama Joshua.
"Dok, sepertinya Nyonya Hong kembali merasa sakit di bagian perutnya," lapor perawat.
"Apa kau merasa sakit lagi?" tanya Haerin padaku.
Aku hanya mengangguk. Aku diam saat Joshua mengusap kepalaku.
Haerin langsung memeriksaku.
"Bagaimana, Haerin? (Y/n) dan calon kita baik-baik saja, kan?" tanya Joshua cemas pada Haerin.
"Iya, (Y/n) dan calon anak kalian baik-baik saja. Dia benar-benar kuat. Dengarkan aku, apapun masalahmu, jangan membebaninya jika kau tidak mau kehilangan calon anakmu," ucap Haerin penuh peringatan.
Aku hanya mengangguk, menatapnya.
"Yasudah, istirahatlah. Aku permisi dulu. Shua, jaga istrimu," ucap Haerin sambil hendak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN IMAGINE
عشوائيSeventeen x you disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng.. bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu.. Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
