Aku berlari sekuat tenagaku, nafasku memburu, berusaha menghindar dari Namja yang sejak tadi tak henti mengejar ku. Yah, bukan tanpa alasan ia memburuku seperti itu. Semua ini gara-gara ulah isengku yang mengerjainya saat ia tertidur pulas di kelas tadi, tepatnya saat jam pelajaran kosong yang membosankan.
"Yak! Berhenti di sana sebelum kesabaranku habis!" teriaknya, suaranya menggema di koridor sekolah, namun ia terus mengejar ku tanpa jeda.
Aku menoleh sekilas ke belakang, menjulurkan lidah berniat meledeknya lagi, senyum jahil terukir di bibirku. Namun, sepersekian detik setelah itu, saat pandanganku kembali ke depan, sebuah tragedi kecil tak terhindarkan. Aku menabrak pintu kelas yang tiba-tiba terbuka.
"Akh... Aww..." ringis ku, tanganku refleks memegangi dahi yang terasa nyeri. Rasa sakit itu menjalar, membuatku sedikit limbung.
"Hahaha... Lihat siapa yang kena karma sekarang!" Suara tawa renyah itu berasal dari Lee Dokyeom, Namja yang mengejar ku, dan kini ia berdiri di depanku, menertawai ku tanpa rasa bersalah.
"Yak! Lee Dokyeom! Seharusnya kau membantuku, bukan malah menertawai ku seperti itu!" aku mendongak, menatapnya dengan pandangan kesal, tapi sedikit rasa malu juga menjalar.
Yah, Namja yang ku maksud tadi adalah Lee Dokyeom. Kami sudah saling mengenal sejak kecil, tumbuh besar bersama, dan itulah mengapa kami bisa bersikap sebegini akrab dan jahil satu sama lain. Ikatan kami lebih dari sekadar teman biasa, sudah seperti saudara.
"Hmm... Baiklah, kemari biar ku bantu. Kau tidak apa-apa, kan?" tanyanya, nada suaranya berubah menjadi lebih lembut, menunjukkan sedikit kekhawatiran. Ia mengulurkan tangannya padaku.
Aku hanya mengangguk pelan, masih memegangi dahiku.
"Oh, tunggu! Sepertinya dahimu terluka. Ayo, ikut aku," ucapnya sambil meraih pergelangan tanganku, menarik ku lembut namun pasti.
"Kita mau ke mana, Dokyeom?" tanyaku, sedikit terkejut dengan tarikannya.
"UKS. Memberi dahimu obat agar tidak terjadi sesuatu pada otak bodoh mu itu," jawabnya sambil tersenyum geli.
"Yak! Ish!" ucapku kesal, memukul pelan bahunya. Tapi senyum tipis tak bisa ku sembunyikan.
Ia hanya tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang rapi.
Kami akhirnya sampai di UKS. Dokyeom langsung sigap mencari kotak obat untuk mengobati luka di dahiku, seperti yang ia katakan. Aku hanya diam, memainkan ponselku, mencoba mengalihkan perhatian dari rasa nyeri yang masih tersisa. Tak berapa lama, Dokyeom akhirnya mendudukkan dirinya di hadapanku, mengambil posisi yang lebih dekat. Ia menarik wajahku perlahan, memintaku untuk menatapnya.
"Lihat kemari, biar ku obati dulu lukamu," ucapnya, tatapannya terfokus pada dahiku.
"Tapi aku sedang bertukar pesan dengan Seungwoo oppa," jawabku, masih enggan melepaskan ponsel.
"Itu bisa nanti, (y/n)-ya. Sekarang obati lukamu dulu," ucapnya lagi, nadanya sedikit lebih tegas namun tetap lembut.
"Baiklah," ucapku, akhirnya menyerah dan meletakkan ponselku di samping.
Setelah itu, suasana hening menyelimuti kami. Hanya suara benda-benda medis yang bergeser sesekali yang terdengar. Dokyeom dengan hati-hati membersihkan lukaku, sesekali meniupnya pelan agar tidak terlalu perih. Hingga akhirnya, aku mendengar suara pintu UKS terbuka. Aku dan Dokyeom langsung melirik, melihat Seoyeon berdiri di ambang pintu. Ia berjalan menghampiri kami dan duduk di sampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN IMAGINE
AcakSeventeen x you disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng.. bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu.. Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
