6.JEON WONWOO

9.9K 436 3
                                        

Sungguh, cermin tak pernah berbohong. Aku menatap pantulan diriku di sana, seolah masih tak percaya bahwa sebentar lagi, aku, Han (Y/n), akan menikah dengan Jeon Wonwoo, pria yang kucintai setulus hati. Sebuah senyum tipis terukir di bibirku. Entah mengapa, dari sekian banyak pria, justru dia, si pria dingin yang selalu terpaku pada bukunya, yang berhasil mencuri hatiku. Dua tahun lamanya kami berkencan, dan aku tak pernah sekalipun menyesalinya.

Langkah demi langkah, aku berjalan menyusuri lorong gereja, diiringi tatapan penuh haru dari para tamu undangan. Di ujung sana, Wonwoo sudah menungguku, senyum lebar yang belum pernah kulihat sebelumnya terukir jelas di wajahnya. Ini adalah senyum terlebar yang pernah ia tunjukkan selama kami saling mengenal. Appa kemudian menggenggam tanganku, menyerahkannya pada Wonwoo, calon suamiku.

"Wonwoo-ya, tolong jaga putriku dan bahagiakan dia, seperti janjimu padaku saat kau meminta persetujuanku untuk menikahinya," ucap Appa dengan suara bergetar. Air mata yang sedari tadi ku tahan akhirnya tumpah ruah mendengar perkataan Appa.

"Ne, Abeoji. Aku sudah berjanji pada Abeoji," jawab Wonwoo mantap, tatapannya tak lepas dariku. Ia kemudian menuntunku untuk bersiap menjalani prosesi pernikahan kami.

Prosesi pernikahan telah usai. Kini, marga ku telah berganti menjadi Jeon, bukan lagi Han. Ya, Jeon Wonwoo, laki-laki dingin yang terobsesi dengan buku-buku tebal, kini resmi menjadi suamiku. Aku sudah terbiasa dengan sifatnya yang seperti itu. Bahkan, saat pertama kali bertemu, ia terkesan cuek dan tak peduli padaku. Justru rasa penasaranku itulah yang mendorongku untuk terus mendekatinya.
































6 bulan setelah pernikahan...




Aku baru saja keluar dari kamar mandi, setelah seharian beraktivitas dan langsung memutuskan untuk membersihkan diri. Saat aku keluar, kulihat Wonwoo sudah duduk di sofa pojok kamar, seperti biasa, dengan buku di tangannya. Sofa itu memang sengaja ia letakkan di sana, katanya itu adalah "tempat favoritnya" untuk membaca di dalam kamar.

Aku memanggilnya sambil berjalan menuju lemari, "Wonwoo, keluar sebentar, aku ingin memakai baju."

"Kenapa?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.

Aku menatapnya sambil memegang baju, "Keluar saja, apa susahnya sih, Oppa?"

Aku mendengar Wonwoo menghela napas, kemudian menutup bukunya dan beranjak dari tempat duduknya. "Eum, Araseo. Aku akan keluar sekarang."

Setelah selesai memakai baju, aku keluar untuk memasak makan malam. Kulihat Wonwoo sedang serius membaca bukunya di sofa ruang tengah. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya, merangkul pinggangnya.

"Kau mau makan apa malam ini?" tanyaku lembut.

"Kau," jawabnya singkat, masih tanpa beralih dari bukunya.
"Wonwoo, aku serius. Kau mau makan apa malam ini?"

Ia akhirnya menutup bukunya dan meletakkannya di meja. Ia menoleh, menatapku dalam-dalam. "Apa pun masakanmu, aku akan memakannya."

Aku memeluknya, menyembunyikan wajahku di bahunya, dan menghirup aroma tubuhnya yang selalu kusukai. Tapi entah kenapa, hari ini aku merasa mual saat menghirup aromanya. Aku segera melepaskan pelukan dan mendorong tubuhnya menjauh, lalu berlari ke kamar mandi, tak bisa menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerang.

"Gwaenchanha?" Wonwoo sudah berdiri di dekat pintu kamar mandi, hendak menghampiriku. Aku buru-buru mengangkat tangan untuk menghentikannya.

"Aku tidak apa-apa, jangan mendekat."

"Wae? Aku khawatir padamu."

"Aku tahu, tapi aku merasa mual saat kau berada di dekatku, Won." Setelah mengucapkan itu, aku mulai menyadari sesuatu. Aku buru-buru berlari keluar dan mencari sesuatu di laci dekat tempat tidurku.

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang