JOSHUA (2)

1.3K 107 2
                                        

Aku mendudukkan diri di tepi ranjang tidurku sambil mengusap perutku yang masih rata ini. Haerin memeriksa keadaanku di kamar kami.

"Aku akan memberikan resep ini pada Shua, agar ia bisa membelikannya untukmu," ucap Haerin sambil menatapku.

"Iya, terima kasih. Dan maaf karena aku salah paham tadi."

"Tidak apa-apa, aku mengerti perasaanmu."

Aku mengangguk sambil tersenyum padanya.

"Kau harus ingat minum vitamin mu dan jangan memikirkan hal berat yang membebani mu, karena usia kandunganmu sangat rentan," ucapnya penuh perhatian.

"Iya, aku pasti mengingatnya."

Tak lama setelah itu, aku melihat Joshua masuk dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Bagaimana? Apa semua baik-baik saja? Berapa usia kandungannya?" tanyanya penuh harap.

"Semua baik, usia kandungan baru dua minggu. Jadi masih sangat rentan, jangan membebaninya dengan hal berat. Itu dapat memengaruhi janin di dalam kandungannya," jelas Haerin.

"Kau mendengar perkataan Jessie, kau tidak boleh mempunyai pikiran yang berat, terlebih menulis dan begadang semalam," ucap Joshua sambil menatapku, nada suaranya tegas namun penuh kekhawatiran.

"Iya, aku tidak akan melakukannya," janjiku.

"Shua, sebaiknya kau beli vitamin untuk (y/n), ini resepnya. Kalau begitu aku keluar sekarang," ucap Haerin sambil berjalan keluar kamar kami.

Setelah Haerin keluar, Joshua menutup pintu kamar kami dan duduk di sampingku. Ia menatapku sambil tersenyum dan mengusap perutku dengan lembut.

"Kau tahu, aku sangat tidak sabar menunggunya lahir," ucapnya sambil tersenyum bahagia.

"Nado Oppa, apa Oppa senang sekarang karena apa yang Oppa inginkan sudah terkabul?" tanyaku.

"Tentu saja," jawabnya mantap.

"Oppa, kau tahu, nantinya aku akan sangat merepotkan mu dan membuatmu kesal dengan tingkah lakuku saat di masa kehamilanku ini. Kau tahu, kan, wanita hamil akan membuat kesal suaminya. Apa kau sanggup menghadapi ku nantinya?" aku mencoba menggodanya.

"Tentu saja, aku yang membuat kau menjadi seperti ini, mana mungkin aku tidak akan sanggup menghadapi mu. Aku akan melakukan apapun yang kau mau dan anak kita nantinya," ucapnya sambil tersenyum dan mengecup bibirku.

Aku hanya tersenyum lebar sambil menatapnya.

"Yasudah, aku akan pergi dulu sekarang. Kau tunggu saja di sini."

"Shireo, kau perginya nanti saja, lebih baik kau cium aku lagi dan menemani aku tidur siang sekarang," ucapku sambil menarik ujung bajunya.

Joshua hanya menghembuskan napasnya dan kembali duduk di sampingku. Aku yang melihatnya langsung tersenyum dan mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Aku menatapnya dan perlahan menutup mataku, dan akhirnya aku merasakan bibirnya menempel di bibirku. Dan setelah itu aku langsung mencium dan bahkan melumat bibirnya, aku juga menekan tengkuknya agar memperdalam ciuman kami.

Cukup lama kami berciuman. Joshua sesekali melepaskan tautan kami untuk mengambil oksigen. Aku mengusap kepalanya saat Joshua menggigit kecil bibir bawahku dan mengecupnya. Ia melepaskan tautan kami, ia menatapku dan mengusap bibirku dengan ibu jarinya. Ia tak berbicara sedikit pun, langsung beranjak membangunkan tubuhnya yang menindih tubuhku. Yah, kami bahkan tak sadar entah sejak kapan kami berciuman sambil berbaring.

"Oppa!!" panggilku menahannya.

"Sudah cukup, aku tak mau sampai kita terbawa suasana," ucapnya sambil mengusap kepalaku.

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang