POV Woozi...
Aku langsung memarkirkan mobilku di halaman depan rumah, jantungku berdebar kencang. Tanpa membuang waktu, aku meloncat turun dan berlari secepat mungkin memasuki pekarangan. Sebuah firasat buruk mencengkeram ku, membuat nafasku terengah-engah bahkan sebelum aku sampai di ambang pintu.
Dengan napas yang masih tersengal, aku berjalan tergesa-gesa ke ruang tengah, mataku menyapu setiap sudut, mencari keberadaan (y/n). Kekhawatiran mulai merayapi benakku.
"(Y/n)-ya, kau dimana?" teriakku, suaraku sedikit bergetar.
"Wo-woozi Aaahk… a-aku disi-sini," aku mendengar suaranya yang lemah dan terputus-putus dari arah dapur. Suara itu langsung membuat darahku berdesir dingin.
Aku segera berlari menuju dapur. Pemandangan yang menyambut ku membuat nafasku tertahan. (Y/n) terduduk lemah di depan bak cuci piring, tubuhnya sedikit gemetar. Ia menangis pilu sambil memegangi perutnya. Aku segera menghampirinya, lututku lemas saat melihat darah segar yang menggenang di sekitar kakinya. Jantungku mencelos.
"Gwaenchanha?" tanyaku, suaraku tercekat di tenggorokan, "Apa yang terjadi padamu?" Aku berbicara sambil berlutut di hadapannya, berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ia hanya menatapku dengan mata sembabnya, dan tanpa kata, langsung memelukku erat. Pelukannya terasa rapuh, seolah ia akan hancur kapan saja.
"Ayo kita ke rumah sakit, tidak ada penolakan saat ini!" ucapku tegas, suaraku dipenuhi kepanikan. Aku segera menggendongnya, merasakan betapa ringannya tubuhnya di pelukanku, dan berlari keluar rumah. Setiap detik terasa begitu berharga.
POV Woozi end...
Setelah Woozi pergi, rumah terasa sepi. Aku langsung beranjak ke dapur untuk mencuci piring bekas kami makan tadi. Butuh waktu sebentar saja hingga semua piring bersih dan tersusun rapi. Setelah semuanya selesai, aku kembali ke ruang tengah, melanjutkan acara menonton serial favoritku sambil menikmati cemilan yang tersisa.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Ini waktunya aku meminum vitamin dan makan siang. Aku beranjak berjalan kembali ke arah dapur. Aroma masakan mulai memenuhi ruangan saat aku mulai menyiapkan hidangan sederhana untuk diriku sendiri. Tidak butuh waktu lama, makan siangku sudah siap. Aku menikmati setiap suapannya, lalu meminum vitamin yang sudah ku siapkan. Selesai makan, aku meletakkan piring kotor bekas makanku di bak cuci.
Saat aku menuangkan sabun pencuci piring, tanganku tak sengaja terpeleset, dan botol sabun itu terjatuh, isinya tumpah ruah ke lantai.
"Omo, ish! Ceroboh sekali aku ini." gumamku kesal pada diri sendiri. "Sudahlah, biar ku bersihkan nanti setelah aku selesai mencuci piringku." Aku mulai mencuci piring dengan hati-hati.
Aku sudah selesai mencucinya, dan saat aku akan melangkah untuk menyimpan piring bersih ku, aku lupa sama sekali jika ada bekas sabun pencuci piring di lantai. Kakiku terpeleset, dan aku terjatuh keras, hingga perutku terbentur meja dapur dengan suara yang cukup nyaring. Rasa nyeri yang tajam langsung menjalar ke seluruh perutku. Aku langsung memegangi perutku yang terasa perih, piring yang ku pegang tadi terlepas dari genggamanku dan pecah berserakan.
Aku langsung terduduk lemas di lantai, rasa nyeri di perutku semakin menjadi-jadi. Aku juga merasakan sesuatu yang hangat mengalir turun dari pahaku. Mataku membelalak saat melihat darah segar yang mulai menggenang di lantai. Panik melanda diriku. Dengan tangan gemetar, aku meraih ponselku dan menghubungi Woozi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN IMAGINE
LosoweSeventeen x you disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng.. bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu.. Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
