20.WOOZI

3K 168 2
                                        

Matahari mulai menampakkan dirinya, tidurku terusik karena sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamarku melalui celah gorden. Aku menggeliat dan perlahan membuka mataku.

Aku menatap Namja yang tertidur pulas di sampingku. Aku mengusap lengannya yang melingkar di pinggangku. Aku tersenyum saat ia terlihat terusik karena ulahku.

Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya, hendak mencium bibirnya. Namun, saat bibirku hampir menyentuh, aku merasakan mual dan mulai beranjak, menyingkirkan tangannya yang melingkar di pinggangku tadi. Aku berlari ke arah kamar mandi.

Uweeek!”

"Gwaenchanha?"

Aku menoleh kearah sumber suara dan mendapatinya sedang berdiri di ambang pintu kamar mandi.

"Kau sudah bangun?" aku menatapnya.

"Aku sudah bangun sejak kau mengusap lenganku tadi.
Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi denganmu?" ia berbicara sambil berjalan ke arahku.

Aku tersenyum saat mendengar ia berbicara tadi.

"Jadi kau hanya pura-pura tadi? Tidak tahu aku merasakan mual saat mencium aroma tubuhmu tadi," aku berbicara sambil menatapnya.

Ia hanya mengangguk, dan saat ia sudah dekat, aku kembali merasakan mual seperti tadi.

Uweeek! Jangan mendekat dulu, Woozi. Aku sungguh mual saat mencium aroma tubuhmu," ucapku sambil menatapnya.

Yah, Namja yang ku maksud tadi adalah Woozi, suamiku. Kami baru menikah sekitar 6 bulan lalu.

"Ayolah, jangan melarang ku mendekatimu. Aku sedang khawatir denganmu sekarang, (y/n)," ia berbicara sambil mengerucutkan bibirnya.

"Iya, aku tahu kau khawatir padaku, tapi sungguh aku akan mual saat kau dekat denganku, Woozi," aku menatapnya dengan wajah memelas.

"Baiklah, tapi kau baik-baik saja, kan?" ia menatapku dengan wajah khawatirnya.

Aku hanya mengangguk.











































Aku mendudukkan diri di ranjang tempat tidur kami dan menyandarkan punggungku sambil memijat dahiku. Aku menoleh saat mendengar suara pintu kamar terbuka dan melihat Woozi masuk dengan sebuah nampan di tangannya.

"Aku membuatkan bubur untukmu dibantu Kang Ahjumma," ia berbicara sambil meletakkan nampannya di nakas dekat ranjang dan mendudukkan diri di tepi ranjang.
Aku hanya mengangguk sambil menatapnya.

"Kau tidak ke kantor?" aku menatapnya.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu dengan keadaan yang seperti ini. Ayo buka mulutmu, aaa," ia berbicara sambil menyodorkan satu sendok bubur padaku.

Aku membuka mulutku dan memakan buburnya, namun saat aku menelannya lagi, aku merasakan mual.
Aku beranjak pergi menuju kamar mandi.

"Gwaenchanha?"

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum lemas.

"Astaga, sebenarnya apa terjadi padamu? Tadi pagi kau mual karena aroma tubuhku dan sekarang kau mual karena memakan bubur buatanku," ia berbicara sambil merangkulku dan membantuku ke arah ranjang kami.

"Mian," aku menatapnya.

"Gwaenchanha, aku bukan menyalahkan mu. Tapi aku hanya bingung kau ini kenapa. Bagaimana kalau kita ke rumah sakit sekarang?" ia berbicara sambil menatapku.

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang